Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J2 Bab 8.2
Bab 8 - Reuni Yang Penuh Air Mata
Keesokan harinya, Aoi-san dan aku mengunjungi kota pedesaan tempat rumah keluarga neneknya berada.
Rumah keluarga neneknya terletak lebih jauh ke utara dari rumah neneknya yang kami kunjungi tempo hari.
Jaraknya satu setengah jam perjalanan dari kota kami dengan kereta api, tapi bahkan jika Aoi-san harus tinggal bersama neneknya, dia masih bisa terus bersekolah di SMA kami saat ini. Meski agak melelahkan.
Di tengah-tengah kecemasan dan kegugupan, kami mengikuti sistem navigasi pada ponsel kami.
Setelah berbelok di beberapa sudut, kami menemukan sebuah rumah tua di ujung jalan terbuka.
Menurut sistem navigasi, itu pasti rumah yang diceritakan ayah Aoi-san pada kami.
Di depan rumah, ada seorang wanita tua yang sedang bersih-bersih.
"Aoi-san.:
"Ya......."
Ketika aku mendekati Aoi-san, berpikir bahwa wanita itu adalah nenek Aoi-san, Aoi-san memandang wanita itu dengan mata yang sedikit basah.
"Aoi-san, kamu baik-baik saja?"
"Ya. Aku tidak gugup seperti sebelumnya. Tapi......"
Aoi-san mengulurkan tangannya padaku.
"Bisa kamu menggenggam tanganku seperti yang kamu lakukan tempo hari?"
"Ya. Tentu saja."
Aku menggenggam tangannya yang dia ulurkan dan mulai berjalan bersama menuju rumah itu.
Saat kami semakin dekat, nenek itu memperhatikan kami dan menghentikan bersih-bersihnya.
Saat kami mendekat, neneknya memberikan senyum penasaran namun ramah.
"Selamat sian. Ada yang bisa kubantu."
Tangan Aoi-san yang memegang tanganku penuh dengan kekuatan.
"......Nenek.'
Aoi-san mengatakannya sebaik mungkin sambil menahan emosinya yang meluap-luap.
Saat berikutnya, keheningan menyelimuti kami, dan momen berikutnya---
"Aoi......? Aoi, apa itu kamu?"
Neneknya melepaskan alat bersih-bersihnya dan memegang lengan Aoi-san.
"Aoi, kan?"
"Ya......aku selalu ingin bertemu denganmu."
"Ah......sungguh mengejutkan."
Keduanya tidak bisa menahan tangis dan saling berpelukan.
Aku melangkah mundur dan memperhatikan mereka agar tidak mengganggu reuni mereka.
"Aku akan membuatkanmu secangkir teh, jadi tunggu sebentar ya."
"Terima kasih."
Setelah reuni yang emosional, Aoi-san dan aku diundang masuk ke dalam rumah.
Sementara neneknya membuat teh, aku melihat sekeliling rumah.
Aku tahu dari eksteriornya bahwa ini adalah rumah yang tua, tapi interiornya baru, seperti sudah direnovasi.
Aku mendengar kalau neneknya kembali ke rumah orang tuanya untuk merawat orang tuanya---dengan kata lain, buyut Aoi-san, tapi dari apa yang kulihat, sepertinya dia tinggal sendirian.
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
"Maaf membuat kalian menunggu."
Neneknya meletakkan teh untuk kami bertiga di atas meja dan duduk sehingga dia menghadap kami.
"Meskipun begitu......bahkan aku tidak pernah bermimpi kalau Aoi akan mengunjungiku."
"Maafkan aku. Aku minta maaf karena tiba-tiba datang seperti ini."
"Tidak apa-apa. Aku pindah kembali ke rumah untuk merawat orang tuaku, tapi mereka berdua meninggal beberapa tahun yang lalu. Sejak saat itu, aku tinggal sendiri jadi aku kesepian. Aku senang kamu datang menemuiku seperti ini."
Neneknya tampak benar-benar senang melihat Aoi-san lagi.
"Tapi bagaimana kamu tahu di mana aku berada? Apa ibumu memberitahumu?"
"Tidak. Aku pergi ke rumah lama nenek dan para tetangga mengatakan kalau nenek sudah kembali ke rumah orang tuanya. Aku kesulitan menemukan tempat ini, tapi ayah memberi tahuku."
"Ayah......?"
Seperti yang sudah diduga, neneknya pasti merasakan situasi yang tidak biasa.
Ekspresinya berubah dari tersenyum menjadi mendung.
"Aku tahu sesuatu pasti telah terjadi karena kamu datang mengunjungiku sendiri, tapi......apakah itu lebih sulit dari yang kubayangkan? Kalau boleh, bisa menceritakannya padaku?"
"Ya. Sebenarnya......."
Aoi-san kemudian menceritakan kisah tentang apa yang telah terjadi padanya tanpa menyembunyikannya.
Suatu hari di awal bulan Juni, ibunya menghilang dengan seorang pria saat dia menunggak uang sewa, dan dia terpaksa meninggalkan apartemen, meninggalkannya tanpa tempat untuk pergi. Saat itulah dia bertemu denganku dan mulai tinggal bersamaku.
Dia hanya bisa tinggal bersamaku sampai Maret tahun depan, ketika aku akan pindah sekolah, dan dia perlu menemukan tempat di mana dia bisa hidup dengan tenang sebelum itu, jadi dia memutuskan untuk mengandalkan neneknya.
Pada saat itu, ayahnya, yang telah diminta oleh ibunya untuk membawa Aoi-san, muncul dan mereka bertemu lagi untuk pertama kalinya setelah sembilan tahun. Dia bisa datang menemui neneknya dengan cara ini karena ayahnya ingat alamat rumah orang tua neneknya.
Ketika bertemu ayahnya lagi, aku yang menjelaskan semuanya, tapi sekarang Aoi-san melakukan yang terbaik untuk memberitahunya dengan kata-katanya sendiri.
"Begitu ya. Yang seperti itu juga terjadi ya......"
Ketika Aoi-san menyelesaikan penjelasannya, neneknya menyeka matanya dengan sapu tangan.
Dia sangat sedih karena cucunya telah sangat menderita tanpa sepengetahuannya.
Mungkin tidak pantas untuk mengatakan hal ini, tapi bukankah merupakan suatu berkah memiliki seseorang yang dapat mencucurkan air mata untukmu?
Aku berpikir begitu ketika aku melihat neneknya.
"Jika tidak terlalu merepotkan, aku ingin tinggal bersama nenek......"
"Tentu saja. Tentu saja boleh."
Aoi-san dengan cemas mengatakannya, tapi neneknya langsung menjawab tanpa ragu-ragu.
"Kalau Aoi tidak keberatan, kamu bisa langsung pindah."
"Terima kasih. aku berpikir untuk tinggal bersama nenek mulai tahun keduaku."
"Kenapa?"
Aoi-san terlihat malu.
"Itu......aku ingin tinggal bersama Akira-kun sampai ia pindah sekolah."
"......Begitu ya. Aku mengerti."
Neneknya mengangguk dengan senyum ramah di wajahnya.
Setelah itu, Aoi-san dan aku dijamu makan siang yang disiapkan oleh neneknya dan menghabiskan waktu sebanyak waktu yang memungkinkan untuk membicarakan berbagai hal. Baik Aoi-san maupun neneknya terus berbicara seolah-olah mereka mencoba menebus waktu yang mereka lewatkan.
Aku yakin bahwa ini adalah pemandangan yang wajar bagi sebuah keluarga.
Namun, itu bukanlah hal yang wajar bagi Aoi-san, dan mungkin bukan hal yang wajar bagi neneknya, yang telah kehilangan orang tua dan suaminya dan yang telah kehilangan kontak dengan putrinya.
Karena itulah, mereka merasa senang bisa bertemu kembali dengan anggota keluarga yang bisa mereka ajak bicara seperti ini.
Saat aku menghabiskan waktu yang menyenangkan bersama mereka, sesekali bergabung dalam percakapan mereka, tanpa sadar matahari sudah terbenam.
"Aoi-san, sudah waktunya bagi kita untuk pamit hari ini."
"Ya. kamu benar."
Ketika kami mulai bersiap-siap untuk pergi, neneknya mengantar kami keluar rumah.
"Kalau begitu, aku akan menghubungi nenek lagi."
"Ya. Hubungi aku kapan saja. Jangan sungkan."
"Ya."
Aoi-san dan neneknya berpelukan sebelum kami pergi.
"Dan, Akira-san."
"Ya."
"Berkat Akira-san, aku dan Aoi dipertemukan kembali seperti ini. Terima kasih banyak."
"Tidak. Tolong jangan khawatir tentang itu."
Neneknya meremas tanganku dengan kedua tangannya.
"Tolong, untuk kedepannya, tolong terus jaga Aoi untukku."
Sebanding dengan perasaannya, tangan neneknya dipenuhi dengan kekuatan.
Aku juga balik menggenggem tangannya sebagai jawaban.
"Serahkan padaku. Aku akan bertanggung jawab untuk melindungi Aoi-san sampai dia tinggal bersama anda."
Kami meninggalkan rumah nenek Aoi-san setelah membuat janji dengan nenek Aoi-san.
Pada akhir musim panas yang panjang, semua masalah akhirnya terselesaikan.
Akhir Bab 8
Lanjut min
ReplyDeleteMakasih buat chapter barunya
ReplyDeleteSemagat min lanjut
ReplyDelete