Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J1 Bab 6.3

Bab 6 - Andaikan Keinginan Menjadi Kenyataan




"......Luasnya."


Ketika aku tiba di kuil, tanpa sadar aku menumpahkan kata-kata itu saat melihat pemandangan yang didepan mataku.


Setelah melewati gerbang batu torii besar di sepanjang jalan utama, disana terdapat sebuah situs yang luas.


Melihat papan penunjuk arah, sepertinya disini tidak hanya untuk kuil saja, tapi juga beberapa bangunan lain yang berdiri berdampingan di halaman. Mungkin diperlukan waktu sekitar dua jam untuk melihat-lihat semuanya, terlalu luas.


Area ini ditutupi dengan pohon aras tinggi yang menghalangi sinar matahari, membuatnya cukup sejuk bahkan di awal musim panas.


Ini adalah tempat yang dipenuhi energi mistis, dan memang suasananya seperti itu.


"Entah bagaimana, ada sesuatu yang luar biasa yang tak terlukiskan ..."


"Ya. Ternyata ada tempat seperti ini di dekat sini."


Aoi-san mengambil napas sambil menanggapi kata-kataku.


"Sekarang, ayo jalan."


"Ya."


Kami mengikuti Izumi yang berjalan memimpin di depan.


Meski begitu…karena ini adalah tempat wisata populer, ramai sekali disini.


Mungkin karena ini juga hari Minggu, tapi aku terkejut bahwa ada lebih banyak orang asing daripada orang Jepang.


Saat kami terus menyusuri jalan bukit yang landai, kami melihat pagoda lima lantai di sebelah kiri. Melewati itu dan melanjutkan perjalanan, kami melihat sebuah bangunan di depan kami, yang kami pikir adalah kuil utama.


Kami membayar biaya masuk di resepsionis dan masuk ke dalam, dan setelah berjalan kaki singkat, kami tiba di kuil utama.


"Apa kita akan berdoa di sini?"


"Tidak apa-apa di sini, tapi aku ingin pergi ke belakang."


"Belakang?"


Kami melewati kuil utama ke arah timur, di mana ada tangga batu mengarah ke ujung yang jauh.


"Kau ingin menaiki ini......?"


"Ada dua ratus anak tangga, jadi ayo kita lakukan yang terbaik."


"Dua ratus……"


Aku mengikuti Eiji dan Izumi yang menaiki tangga dengan ringan.


Kemudian, setelah beberapa saat, aku perhatikan kalau kecepatan Aoi-san melambat.


"Aoi-san, kamu baik-baik saja?"


"Ya. Aku baik-baik saja..."


Senyuman di wajahnya jelas mengatakan bahwa dia kelelahan.


Tidak heran. Karena tangga ini cukup curam.


"Kamu tidak perlu memaksakan diri untuk menyesuaikan diri dengan mereka berdua, jadi mari kita naik perlahan bersama-sama."


"Ya terima kasih"


Saat aku mengulurkan tangan, Aoi-san meraih tanganku, meski sedikit menahan diri.


Seketika ini, aku menyadari kalau aku melakukan sesuatu yang tak terduga tanpa berpikir.


Apa-apaan kau, dengan santai menggenggam tangannya, diriku!


Tidak. Aku tidak memiliki perasaan bersalah. Aku hanya meraih tangan Aoi-san yang menaiki tangga dengan susah payah berharap itu akan sedikit memudahkannya, tapi kelembutan tangannya langsung membuatku kehilangan ketenanganku.


Kurasa ini pertama kalinya aku memegang tangan seorang gadis.


Ya, sejak aku menarikan tarian rakyat di kelas ketika masih di sekolah dasar. Entah kenapa aku dipasangkan dengan seorang gadis yang membenciku, dan kami menari hanya dengan ujung jari kami yang terhubung sementara dia memiliki wajah yang seolah tidak menyukainya, ingatan buruk itu muncul kembali.


Sial, kenapa aku hanya mengingat kenangan yang seperti ini dengan jelas.


"Ada apa?"


Aoi-san bertanya sambil memiringkan kepalanya sedikit.


"Ah, tidak...aku hanya berpikir kamu mungkin tidak menyukai aku menggenggam tanganmu."


"Eh......?"


 Aoi-san mengerti situasinya dan mewarnai pipinya.


"Tidak. Aku tidak membencinya."


"B-Begitukah ..."


Tangan Aoi-san yang memegang tanganku, memiliki sedikit kekuatan.


"Tangan Akira-kun hangat, ya."


"B-Begitukah? Mungkin suhu tubuhku naik karena menaiki tangga."


Aku tidak bisa mengatakan itu karena aku gugup.


Namun, berkat itu, aku bisa menulis ulang kenangan buruk yang kumiliki saat bergandengan tangan dengan seorang gadis.


Aku menaiki tangga sambil memikirkan itu, dan pada saat kami tiba, aku kelelahan, bukan karena menaiki tangga tapi lelah karena gugup. Ketika aku menarik napas dan melihat sekeliling, Eiji dan Izumi memberi isyarat dari kejauhan.


"Maaf. Aku membuatmu menunggu."


"Tidak. Daripada itu kalian berdua, kalian berpegangan tangan?"


Baca novel ini hanya di Musubi Novel


"Tidak, bukan begitu. Aoi-san terlihat kesulitan menaiki tangga, jadi aku membantunya dengan menariknya."


"Itu benar. Bukannya ada arti yang dalam atau apapun."


Kami yang panik melepaskan tangan kami dan membuat alasan.


"Tidak apa-apa, kan. Kesampingkan itu, kemarilah."



Kesampingkan itu katamu...tapi itu event besar bagiku.


 Ketika aku mengikuti Izumi, ada pohon cedar tua berdiri di sana.


"Apa ini……?"


Pohon cedar itu dipotong sekitar 10 meter dari tanah, tidak bercabang, dan batangnya berlubang.


Sepintas seperti mati, tapi jika diperhatikan lebih dekat, cabang-cabang kecil baru tumbuh dari bagian batang dan memiliki daun hijau. Aku kagum dengan kekuatan vitalitas tanaman sampai mereka tidak mati dalam keadaan ini.


Sejauh yang kulihat, ada shimenawa yang mengelilinginya, apa itu pohon suci?

Tln : Shimenawa, penjelasannya bisa kalian liat disini


Ada banyak orang di sekelilingnya, dan mereka semua menyatukan tangan dengan cara yang sama.


"Pohon ini adalah pohon cedar yang berusia lebih dari 600 tahun dan disebut 'Kanausugi'."

Tln : Secara harfiah mungkin, cedar pengabul harapan, tapi karena itu nama dari si pohon, jadi kubiarin kanausugi aja


"Kanausugi?"


"Dikatakan bahwa jika kau berdoa ke pohon cedar ini, keinginanmu akan terkabul."


Saat Izumi berkata begitu, dia menatap pohon cedar dengan ekspresi serius yang biasanya tidak dia tunjukkan.


Profilnya tampak begitu fana sehingga tidak bisa dibayangkan dari Izumi yang biasanya ceria.


"Aku selalu ingin datang, tapi tidak punya kesempatan untuk datang ..."


"Kenapa?"


"Aku tidak punya keinginan untuk dewa. Kau mungkin berpikir kalau kau harus memohon meski itu sesuatu yang sepele, tapi aku tidak berpikir hal semacam ini akan menjadi kenyataan berkali-kali. Itu sebabnya aku ke sini sekali saja. Kupikir aku akan melakukannya ketika aku memiliki permintaan yang benar-benar ingin terkabul."


Begitu ya.


Cocok dengan Izumi  yang menyukai kuil.


"Jadi? Apa permohonanmu?"


Aku menanyakan itu dengan perasaan ringan.


"Semoga, masa depan Aoi-san cerah."


"Eh......"


Itu Aoi-san, bukan aku, yang mengeluarkan suara terkejut.


"Izumi-san..."


"Bukannya ada aturan kalau kau tidak boleh membuat permintaan kecuali itu permintaan untukmu sendiri, kan? Ini bukan permintaan yang sangat spesifik, jadi mungkin akan menjadi masalah bagi mereka yang memenuhinya, tapi aku baik-baik saja dengan apa pun itu selama itu membantu Aoi-san menikmati kehidupan sehari-harinya daripada memberikan permintaan terperinci."


Izumi seolah berbicara pada pohon cedar, lalu menutup matanya dan menyatukan tangannya.


"Aku bukan orang yang religius, tapi jika keinginanku bisa terkabul meski hanya sekali, aku merasakan hal yang sama dengan Izumi."


 Eiji juga mengatakan itu dan menyatukan tangannya di sebelah Izumi.


"Kalian berdua……"


Aku tidak bisa menekan emosi yang datang memenuhi dadaku.


Izumi memutuskan menggunakan satu-satunya kesempatan untuk Aoi-san.


Aku tidak tahan dengan emosi kompleks yang membuat mataku basah ini, jadi aku menutup mata dan menyatukan tangan sebelum meluap.



---Kumohon, semoga keinginan kami terkabul.



Setelah beberapa saat, aku mendengar suara isakan kecil di sebelahku dan membuka mataku.


Aoi-san yang berdiri di sampingku, menumpahkan setetes air mata sambil menggenggam kedua tangannya.

*


Setelah itu, kami membeli jimat dengan motif kanausugi di toko.


Jimat seperti gantungan kunci dengan lonceng yang menempel pada pohon cedar yang berlubang.


Sampai semua masalah Aoi-san terpecahkan, mari kita gantungkan di tas.


 Setelah itu, kami pergi jalan-jalan di sekitar situs dan kemudian meninggalkan tempat itu.


Setelah berbelanja di toko suvenir yang kami lihat di jalan, kami naik kereta, mereka bertiga langsung tertidur mungkin karena lelah bermain, dan aku sendiri, tidak bisa tidak melihat pemandangan yang mengalir keluar dari jendela.



 Kuharap hari-hari seperti ini bisa berlanjut selamanya---



Tapi, bagaimanapun itu adalah keinginan yang tidak akan menjadi kenyataan.


Bahkan jika masalah Aoi-san terpecahkan, masa depan di mana aku akan dipisahkan dari semua orang menungguku.


Ketika aku memikirkannya, entah kenapa aku merasakan sakit yang jelas di bagian dalam dadaku.


Sejak kapan, ya---?


Aku sudah terbiasa dengan pindah sekolah, dan meskipun aku merasa ingin menyerah pada hubungan yang semakin lemah setiap saat, aku tidak ingin pindah sekolah seperti ini.


Bertemu kembali dengan Eiji, akrab dengan Izumi, aku jadi merasa menyesal untuk pindah ke sekolah lain.


Namun, aku belum pernah memiliki perasaan aku tidak menyukainya sejelas ini.


Aku memikirkannya saat melihat Aoi-san yang menyandarkan kepalanya di bahuku dan mengembangkan wajah tidur yang damai.


Benar juga.


Sejak aku mulai tinggal dengan Aoi-san, aku jadi merasa sangat menyesal.


Aku tidak tahu apakah karena rasa keadilan aku tidak bisa meninggalkan Aoi-san sendirian atau mungkin karena emosi lain. Meski begitu, aku ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan Aoi-san.


Ketika aku menyadari itu, rasa sakit di dadaku secara bertahap berubah menjadi kesedihan dan kesepian.


"Fu..."


Aku menghela nafas seolah untuk menekan emosiku.


Ketika aku melihat ke luar jendela lagi, matahari terbenam yang baru saja kulihat tampak berbeda.


Suatu hari, setiap kali aku melihat matahari terbenam yang indah seperti yang kulihat sekarang, aku mungkin akan ingat hari ini.


Saat aku memikirkannya, aku memperhatikan betapa sepinya langit merah yang menyinari kami.




Akhir Bab 6

7 comments for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J1 Bab 6.3"