Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J7 Bab 5.2

Bab 5 - Hari Kedua Perjalanan Ulang Tahun




Setelah naik bus lalu kereta, akhirnya kami tiba kembali di kota—sedikit lewat pukul satu siang.


Dari sana, aku dan Aoi-san langsung menuju kafe tempat kami dulu bekerja paruh waktu.


Saat tiba dan membuka pintu, kami melihat Izumi dan Eiji sudah duduk di meja biasa kami.


“Di sini, kalian berdua!”


Dengan energi seperti biasa, Izumi melambai heboh, sama sekali tidak berniat menjaga volume meski ada pelanggan lain.


Melihat gelas kosong di meja mereka, sepertinya mereka sudah menunggu cukup lama.


“Aku mau mengantar oleh-oleh ke manajer dulu—kamu duluan saja ke sana.”


“Baik. Aku ke sana dulu.”


Setelah bicara pada Aoi-san, aku berjalan ke bagian belakang.


“Manager, ini oleh-oleh dari perjalanan kemarin.”


“Ah, kalian tidak perlu repot-repot! Tapi terima kasih banyak—aku terima dengan senang hati.”


Yang kubawa adalah set miso dan yuba yang kubeli di toko penginapan.


Memang bukan hal yang cocok untuk kafe, tapi saat aku tanya rekomendasi oleh-oleh ke staf penginapan, dia menyarankan ini. Jadi aku langsung membelinya tanpa ragu.


Oh, dan baik aku maupun Aoi-san membeli set yang sama untuk keluarga masing-masing.


“Bisa buatkan satu es kopi dan satu es teh?”


“Putaran pertama traktiran dariku.”


“Terima kasih.”


Setelah menyapa manajer, aku kembali ke meja tempat Izumi dan Eiji menunggu.


“Maaf menunggu. Ini, aku bawa oleh-oleh untuk kalian juga.”


Tentu saja aku juga belikan sesuatu untuk Izumi dan Eiji.


“Eh, kamu tidak perlu repot—makasih......tunggu, ini yuba!?”


Izumi mengintip ke dalam kantong dan wajahnya langsung cerah.


“Oh iya, daerah sana memang terkenal dengan yuba!”


“Aku ingat kamu suka dengan yuba beberapa waktu lalu. Yuba yang kami makan di sarapan penginapan enak banget, jadi kupikir ini paling pas buat kamu.”


“Aku memang ingin makan lagi akhir-akhir ini—makasih banyak!”


Izumi, yang masih memeluk tasnya seolah menyimpan harta berharga, tersenyum puas. Sepertinya pilihanku memang tepat.


“Jadi, bagaimana penginapannya?”


Saat Izumi masih sibuk mengagumi oleh-olehnya, Eiji menoleh dan bertanya padaku.


“Luar biasa. Ya kan, Aoi-san?”


“Iya. Berkat kalian juga......ulang tahunku jadi begitu indah.”


“Kami benar-benar berterima kasih pada Izumi karena sudah merekomendasikannya.”


“Aku ingin bilang ‘tuh kan, benar’, tapi......sebenarnya, kami sendiri belum pernah ke sana.”


“Kami justru ingin dengar ceritanya supaya bisa merencanakan kunjungan berikutnya. Bisa cerita?”


“Dengan senang hati—”


Dari sana, Aoi-san dan aku mulai menceritakan semuanya.


Tentang pesona bangunan tua yang seakan memeluk waktu.


Tentang kemewahan melakukan ‘tidak melakukan apa pun’ di tengah alam yang hening.


Tentang onsen lembut yang merenggangkan tubuh, hidangan penuh cita rasa pegunungan, hamparan lahan basah yang memukau, bara api yang menenangkan, dan bintang-bintang yang begitu dekat hingga terasa bisa diraih dengan tangan.


Aoi-san benar-benar menikmati perjalanan itu.


Tanpa kusadari, dialah yang paling banyak berbicara, matanya berbinar dalam setiap cerita.


Aku hanya mengangguk, sesekali menambahkan kesan-kesan kecil, dan lebih banyak menikmati pemandangan Aoi-san yang tersenyum begitu bahagia.


Ketika seseorang berbicara dari hati......kau bisa merasakannya sampai ke dalam.


“Kedengarannya menakjubkan......Sekarang aku juga ingin pergi,” keluh Izumi sambil mempout iri.


“Setelah ujian selesai, pergilah berdua sebagai perayaan.”


“Itu ide bagus. Ayo ke sana, Eiji-kun♪”


“Ya, ayo.”


Karena kami sudah membicarakan soal ujian, aku teringat satu hal lagi yang ingin kutanyakan.


“Oh iya, kalian berdua sudah memutuskan mau daftar universitas mana?”


“Aku belum sempat bilang ya? Izumi dan aku sama-sama memilih universitas di Tokyo sebagai pilihan pertama.”


“Serius—!?”


Aku hampir terpental dari kursi, suara terangkat begitu saja oleh rasa kaget dan gembira yang bersatu.


Beberapa pelanggan menoleh; aku buru-buru menunduk meminta maaf.


Memalukan? Sedikit.


Tapi rasa senangnya jauh lebih besar daripada rasa malu itu.


Setelah membersihkan tenggorokan, aku duduk kembali dengan lebih tenang.


“Kalau begitu......kita berempat bisa bersama lagi.”


Meski aku pindah sekolah, hubungan kami tidak pernah berubah.


Dan bahkan kalau nanti kami berpisah untuk kuliah, aku tahu itu pun tidak akan mengubah apa pun.


Kami bisa saja tidak bertemu selama bertahun-tahun, tapi kami tetap akan sama.


Tetap saja......jauh di lubuk hati, aku pernah merasa sedikit kesepian.


Baca novel ini hanya di Musubi Novel


Dan kini, mendengar kabar itu......rasanya bahagia sekali, sampai sulit digambarkan.


“Aku harap kita semua lolos.”


Mungkin dia bisa merasakan perasaanku.


Aoi-san menggenggam tanganku dengan lembut.


“Iya. Mulai sekarang, kita harus lebih giat lagi.”


Aku membalas genggamannya, menguatkan.


“Kamu jangan sampai jadi satu-satunya yang tertinggal ya, Akira-kun.”


“......Kenapa aku yang jadi target kekhawatiran?”


Bercandaan khas Izumi itu membuat kenangan lama terlintas begitu saja.


Eiji dan Aoi-san tersenyum melihat kami bertukar omong seperti dulu.


“Ngomong-ngomong, aku ingin mulai merayakan ulang tahun Aoi-san.”


“Hm? Memang ada apa?”


“Akira-kun, kamu sampai jam berapa hari ini?”


Ah—benar.


Aku harus memberi tahu mereka soal itu.


“Tenang saja soal waktu. Aku bisa sampai kapan pun.”


“Apa maksudmu?”


“Sebenarnya......besok aku pulang.”


“Eh—?”


Orang pertama yang bereaksi—dan juga paling kaget—tentu saja Aoi-san.


Dia menatapku dengan mata membesar, benar-benar tak menduga sama sekali.


“Aku akan menemui ayahmu besok.”


“Ayahku—?”


“Tadi malam, setelah kamu tertidur, aku mengiriminya pesan......bilang kalau ada sesuatu yang ingin kubicarakan dengannya. Waktu kita lihat bintang kemarin, ingat kan kita sempat bilang harus bicara dengan orang tua juga cepat atau lambat? Nah, waktu aku menghubunginya, ia bilang besok ada waktu. Jadi aku tanya apakah kami bisa bertemu. Memang mendadak, tapi ia menyempatkan diri.”


“Begitu ya......”


Aoi-san tampak terkejut—tapi dalam sorot matanya, ada juga kebahagiaan yang lembut.


“Aku tadinya mau bilang waktu kita bangun......tapi ya, kamu tahu sendiri.”


“Ah......iya. Benar.”


Kami berdua teringat kejadian canggung pagi ini.


Dan pada akhirnya, aku memang tak sempat mengatakannya sampai sekarang.


“Kamu bilang dia tertidur......?”


Izumi bergumam, seolah menangkap sesuatu dari detail kecil itu.


Orang lain mungkin tak akan terpikir apa-apa—tapi Izumi jelas berbeda.


Dia menatapku dengan pandangan iba yang seakan berteriak, "Tidak mungkin......masa sampai sekarang......?"


Mengerti maksudnya, aku menggeleng halus.


Izumi lalu memasang ekspresi aneh—campuran simpati dan frustrasi—sebelum bergumam lirih, “Kapan sih momen itu akan datang buat kalian......”


......Aku juga ingin tahu, jujur saja.


“Haaah......”


Izumi dan aku sama-sama menghela napas panjang, sampai sinkron pula.


“Ada apa memangnya kalian berdua?”


“Bukan apa-apa kok. Jangan dipikirkan.”


Melihat kami, Aoi-san memiringkan kepala, bingung.


“Pokoknya, karena waktunya masih panjang, mari kita mulai perayaan ulang tahun Aoi-san.”


“Oke! Manager, kami siap!”


Izumi langsung kembali bersemangat dan memanggil manajer di balik konter.


Tak lama kemudian, manajer datang sambil membawa sebuah kue.


“Sekali lagi—selamat ulang tahun, Aoi-san!”


“Terima kasih!”


Dan begitu saja, pesta ulang tahun Aoi-san pun dimulai.


Kami tetap di kafe sampai waktu tutup, merayakan hari istimewanya.


Untuk pertama kalinya setelah sekian lama, kami berempat menghabiskan waktu bersama—melupakan soal ujian dan hanya menikmati momen seperti dulu.


Kami makan kue bersama, dan Izumi serta Eiji masing-masing memberikan hadiah untuk Aoi-san.


Entah kenapa, aku juga dapat hadiah.


Waktu kubuka kantongnya, aku terpaku—di dalamnya ada sepasang boxer briefs bermerek mahal, persis sama dengan yang pernah mereka berikan sebelumnya.


Ternyata, Izumi berasumsi aku pasti sudah memakai yang pertama saat perjalanan kemarin, jadi dia membelikanku satu set lagi untuk berjaga-jaga.



Maaf aku belum bisa memenuhi ekspektasimu. Tapi......akan kusimpan baik-baik sampai hari itu akhirnya tiba.


Itulah penutup bagi waktu terakhir kami berempat bersama sebelum memasuki masa ujian masuk universitas.

Post a Comment for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J7 Bab 5.2"