Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J7 Bab 1.1
Bab 1 - Penginapan Terpencil di Tanah yang Belum Terjamah
Tepat setelah tahun ajaran baru dimulai—
Suatu malam, tak lama setelah aku resmi menjadi siswa kelas tiga.
“Ugh...”
Saat beristirahat dari belajar untuk ujian, aku duduk di kamar, menatap ponselku dengan frustrasi.
Bukan karena belajarku tidak berjalan lancar, atau karena aku terhenti pada soal yang sulit.
Bukan itu masalahnya.
Masalahnya adalah—meskipun tinggal sebulan lagi—aku masih belum memutuskan ke mana harus membawa Soutome Aoi untuk perjalanan ulang tahunnya.
“Tidak menyangka memilih tempat bisa sesulit ini...”
Jujur saja, aku sadar ssudah mepet.
Tergantung tujuan yang kupilih, bisa jadi semua tempat ssudah penuh. Hanya memikirkan itu saja ssudah cukup membuatku panik habis-habisan.
Maksudku......tentu saja aku ssudah mencari-cari sejak lama.
Aku menelusuri penginapan secara online, membeli buku panduan perjalanan di toko buku, membolak-balik halamannya.
Tapi karena ini perjalanan menginap pertama kami—hanya berdua—aku jadi terlalu ragu, bukan hanya soal tujuan, tapi juga soal jenis penginapan yang sebaiknya kupilih.
Dan sementara aku terus ragu dan menunda-nunda, waktu berjalan begitu saja.
Sekarang, dengan hanya satu bulan tersisa, aku benar-benar dalam mode panik total.
Meski ini pertama kalinya, aku tetap menutupi wajahku dengan kedua tangan, merasa bodoh karena perencanaanku berantakan.
Seseorang mungkin akan berkata, “Kenapa tidak tanya saja pada Aoi-san?”
Dan itu masuk akal. Tapi masalahnya, aku sempat sok percaya diri dan berkata, “Serahkan padaku! Aku akan pilih tempat yang luar biasa dan urus semua reservasinya—kamu tinggal menunggu saja!”
Aku berusaha terlihat keren. Jadi tidak mungkin sekarang aku tiba-tiba bilang, “Sebenarnya......boleh kita tentukan tujuannya bareng-bareng?”
Itu akan terlalu memalukan.
Aku bersandar jauh ke kursi dan menatap langit-langit.
“Dalam situasi begini......hanya ada satu orang yang bisa kuandalkan.”
Ada satu teman yang paling cocok untuk urusan seperti ini.
Aku melirik jam di meja. Baru lewat jam 9 malam.
“Harusnya dia masih bangun, kan......?”
Karena kupikir menghubunginya jam segini tidak akan merepotkan, aku mengirim pesan: ‘Hei, aku butuh saran.’
Belum sempat meletakkan ponsel, sebuah balasan masuk—atau lebih tepatnya, panggilan?
Kaget, aku cepat-cepat menerima panggilannya dan menempelkannya di telinga.
“Hellooo~♪”
Suara ceria yang sangat familiar terdengar.
“Tidak kusangka kamu menelpon—aku kaget, loh.”
“Soalnya kalau bicara langsung lebih cepat daripada chat.”
“Ya juga sih. Makasih banyak. Tapi......jam segini tidak apa-apa?”
“Tidak kok. Aku baru keluar mandi dan lagi santai sambil makan es krim.”
“Syukurlah kalau begitu.”
Orang yang kuhubungi—yang tidak punya tandingan soal nafsu makan dan energinya—adalah Asamiya Izumi.
Dia selalu yang paling semangat mengatur acara jalan-jalan kami, jadi kalau soal merencanakan perjalanan, tidak ada yang lebih bisa diandalkan.
“Jadi? Ada apa?”
“Begini......aku sedang merencanakan perjalanan untuk ulang tahunnya Aoi-san.”
“Yah, Aoi ssudah cerita.”
Oh, itu membuat semuanya lebih msudah.
“Tahun lalu aku tidak bisa merayakan hari ulang tahunnya yang sebenarnya, jadi tahun ini aku benar-benar ingin membuat kenangan yang tidak akan dia lupakan. Tapi aku belum bisa memutuskan mau bawa dia ke mana.”
“Hmm, begitu ya.”
“Kau yang menyarankan tempat pemandian air panas di pegunungan untuk liburan kelulusan waktu itu, dan kau dengan Eiji juga sering pergi bareng, kan? Aku berpikir kau pasti tahu tempat bagus buat pasangan.”
“Ahh, jadi itu alasanmu menghubungiku.”
“Ya. Maaf mengganggu malam-malam.”
Setelah aku menjelaskan semuanya, Izumi menghela napas lega.
“Waktu kamu tiba-tiba bilang perlu ngomong, aku sempat khawatir, lho. Kupikir ada masalah besar.”
“Yah, untukku ini lumayan serius juga......maaf kalau membuatmu kaget.”
“Tidak apa-apa! Kalau soal beginian, aku selalu senang bantu♪”
“Makasih. Beneran sangat membantu.”
“Sebenernya, Aoi-san sempat bilang kamu belum kasih tahu destinasi perjalanannya. Dia sedikit khawatir. Soalnya tinggal sebulan lagi. Kalau masih tidak ada kabar, aku ssudah kepikiran mau diam-diam nanya Akira-kun. Jadi dalam arti tertentu, kamu menghubungiku itu pas banget.”
“Kamu bener-bener penyelamat......”
Aku sungguh bersyukur dengan perhatian Izumi.
Dalam hati, aku meminta maaf karena selalu menganggapnya seperti tante kepo tetangga sebelah.
“Tapi ya ampun~ akhirnya juga ya, waktu buat pakai barang itu yang kuberikan dua tahun lalu.”
Baru saja aku menyesal dalam diam, dia malah menjatuhkan bom aneh.
“......Barang apa?”
Padahal aku tahu persis apa maksudnya, tapi refleks mencoba mengelak.
“Maksudku barang yang kukasih setelah sesi belajar buat Aoi-san, waktu semester pertama kelas satu. Kamu bahkan belum buka bungkusnya, kan~♪”
Menghindar pun perhanya—ssudah pasti itu.
Tepatnya, benda karet yang dipakai pasangan saat mereka......melakukan itu.
Maksudku—
“......Bagaimana kamu tahu kami belum pakai?”
“Aoi-san yang bilang.”
“—Aoi-san!?”
Tunggu dulu!
Dia ngomongin hal-hal seperti itu sama Izumi!?
Yah......memang sih, para gadis kadang ngobrol soal begituan satu sama lain. Katanya mereka bahkan lebih terbuka daripada anak laki-laki—kadang malah jauh lebih blak-blakan. Jadi bukan hal yang mustahil.
Kalau dipikir lagi, itu hanya menunjukkan betapa dekatnya Aoi-san dan Izumi. Harusnya aku senang.
Tapi tetap saja—bagaimana caranya dia tahu kalau bungkusnya belum dibuka!?
“Bukannya itu berarti kami akan pakai waktu perjalanan nanti.”
Aku mencoba meredakan kecanggungan sambil menyingkirkan pertanyaan kecil itu untuk sementara.
“Eh—!?”
Suaranya melengking begitu keras sampai-sampai aku hampir menjauhkan ponsel dari telinga.
“Serius? Pasangan pergi liburan semalam berdua saja dan tidak melakukan apa-apa? Emang mungkin begitu?”
“Ugh......”
“Itu kan inti dari kamu merencanakan perjalanan ulang tahun ini, iya kan?”
“Ughghgh......”
Dia terus menekan tanpa ampun, seolah tidak bisa percaya.
Dan parahnya......dia benar sekali sampai aku tidak bisa membalas apa pun. Yang keluar hanya suara-suara aneh dari tenggorokanku.
“Yah, iya......bukan berarti aku sama sekali tidak berharap itu terjadi. Tapi yang paling penting itu ulang tahunnya. Mau ada apa atau tidak, aku ssudah senang bisa ngelewatin waktu itu bareng dia.”
Memang aku berharap......tapi aku juga tulus dengan apa yang kukatakan.
“Seriusan kamu bilang begitu~?”
Tapi Izumi tetap meledek, mendesak dengan nada main-main.
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
Tolonglah, pahami kondisi mental rapuh seorang remaja laki-laki dan bebaskan aku dari interogasi ini......
“Kasihan banget ya Aoi-san......”
“......Maksudmu apa?”
“Mungkin hanya kamu yang puas hanya dengan menghabiskan waktu bareng.”
Izumi mengatakannya dengan nada menggoda, lalu menghela napas kecil yang terdengar pasrah.
“Pokoknya, balik ke topik dulu. Kita tadi agak melenceng.”
“Ya. Aku mengandalkanmu.”
Ngobrol soal begituan dengan pacarnya sahabat sendiri itu benar-benar canggung.
Aku tahu menggoda seperti itu adalah bentuk perhatian khas Izumi......tapi tetap saja, aku butuh napas.
“Jadi? Ada preferensi tertentu?”
“Aku dan Aoi-san sempat membicarkakan kalau kami ingin ke kota pemandian air panas. Setelah beberapa kali pergi bareng berempat, dia jadi suka dengan onsen. Katanya, dia juga lumayan sering ke pemandian harian dekat rumah.”
“Hmmm, hmmm.”
“Terus, karena ini musim daun-daun muda, dia ingin tempat yang alamnya masih segar. Lagipula ini juga dimaksudkan jadi istirahat sejenak dari belajar, jadi tempat yang santai akan ideal.”
“Hmmm, hmmm, hmmm.”
“Dan......akan bagus kalau suasananya romantis.”
“......Jadi, kota pemandian air panas, banyak alam, dan suasananya enak?”
Izumi mengulang kriterianya, sambil berpikir dan seolah menggali ingatannya.
Dia mungkin hanya bisa menggumam “hmm” karena masih makan es krim.
Setelah beberapa saat, sepertinya dia sudah menghabiskan camilannya, karena akhirnya dia buka suara lagi.
“Kalau begitu, mungkin onsen yang bukan tempat wisata lebih bagus.”
“Onsen yang bukan tempat wisata?”
Aku mengulang, masih belum benar-benar paham.
“Yah, ini hanya cara berpikirku sendiri,” katanya memberi sedikit pembuka, mungkin menyadari kalau aku sama sekali tidak mengerti. Setelah itu, dia mulai menjelaskan dengan lebih runtut.
“Menurutku, ada dua tipe kota pemandian air panas. Pertama, tipe yang memang tempat wisata—di mana seluruh area pemandian itu sendiri adalah objek wisata, penuh restoran dan penginapan, benar-benar kota onsen. Contohnya seperti Kusatsu Onsen.”
Aku sendiri pernah pergi ke Kusatsu Onsen bersama keluargaku, jadi aku langsung paham maksudnya.
Di pusat kota ada Yubatake, sumber air panas yang terkenal, dan di sekelilingnya berjajar tempat makan, toko oleh-oleh, serta penginapan tradisional—seluruh kota itu sendiri bisa dibilang objek wisata.
Mungkin karena waktu itu sedang musim liburan, tempatnya benar-benar penuh sampai susah untuk menikmati suasana. Tapi kalau ingin menikmati atmosfer kota onsen sambil jalan-jalan mencicipi makanan, tipe pemandian seperti itu memang cocok.
“Tipe yang satu lagi agak susah dijelaskan dengan satu nama, tapi intinya......itu pemandian air panas yang tidak punya apa-apa di sekitarnya. Seperti pemandian tersembunyi atau onsen yang hanya punya satu penginapan. Biasanya dikelilingi gunung, dan selain penginapan itu, tidak ada apa pun. Benar-benar tempat buat bersantai. Bisa dibilang......tempat yang ‘tidak ada apa-apanya’. Tapi justru itu yang bikin bagus.”
“Tempat yang tidak ada apa-apanya......kedengarannya bagus juga.”
Cara dia mengatakannya terasa pintar sekaligus memikat—dan masuk akal.
Aku pernah melihat tempat seperti itu sesekali di acara perjalanan di TV.
“Kadang, sinyal ponsel saja tidak ada.”
“Hmm......agak merepotkan, sih. Tapi kalau tujuannya istirahat, mungkin malah bagus.”
“Ya. Kalau kamu mau digital detox sambil tenggelam dalam alam, itu tempat paling pas.”
Di zaman sekarang, ketika teknologi sudah begitu maju dan apa pun bisa dicari hanya dengan ponsel, mungkin “tidak ada apa-apa” justru adalah bentuk kemewahan.
Aku jadi sadar ternyata ada begitu banyak jenis kawasan onsen.
“Kalau lihat dari permintaan Aoi-san, aku rasa tipe kedua jauh lebih cocok.”
“Aku juga pikir begitu. Kalau begitu......”
Sekarang, Izumi berganti dari “hmm” ke gumaman berat penuh pertimbangan: “mmm......”.
“Sepertinya aku tahu tempat yang pas!”
Setelah beberapa saat, dia bersuara lagi—kali ini terdengar seperti sesuatu baru saja terhubung di kepalanya.
“Ada satu penginapan tunggal di tengah pegunungan yang sudah lama membuatku penasaran. Aku dan Eiji-kun juga pernah ngobrol kalau suatu hari pengin ke sana. Tempatnya cocok dengan apa yang dicari Aoi-san—aku yakin dia akan suka.”
Di tengah pembicaraan, tiba-tiba terdengar bunyi notifikasi dari ponselku.
Aku melirik layar—Izumi baru saja mengirim pesan.
“Jadi tempatnya bahkan lebih jauh ke dalam pegunungan daripada pemandian air panas waktu perjalanan kelulusanku dulu?”
“Ya. Jauh lebih dalam—sampai-sampai perjalanan ke sananya agak merepotkan.”
“Serius?”
“Iya. Mobil hanya bisa sampai sebagian jalan. Setelah itu kamu harus jalan kaki atau naik bus antar-jemput. Penginapannya berada di dalam taman nasional, jadi kendaraan pribadi memang dilarang masuk. Dan karena letaknya super terpencil, kamu bahkan tidak akan dapat sinyal kecuali di area sekitar penginapannya.”
“Wah......benar-benar mata air tersembunyi, ya.”
“Namanya juga salah satu sumber air tersembunyi terbaik di Kanto.”
Meski aksesnya sulit, justru itu yang membuat tempat itu terasa makin menarik.
Benar-benar cocok untuk detoks digital.
“Untuk jaga-jaga—bagaimana caranya kamu bisa menemukan tempat seperti ini?”
“Mudah kok. Tinggal cari di internet atau pakai aplikasi pemesanan yang punya fitur filter. Aku dan Eiji-kun kan hobi jalan-jalan, jadi kami sering banget nyari-nyari tempat pas ada waktu luang.”
Jadi intinya mengumpulkan stok informasi lewat pencarian rutin.
Kemungkinan Aoi-san dan aku juga akan lebih sering bepergian ke depannya, jadi informasi itu akan berguna sekali.
“Yang jadi masalah tinggal......apa mereka masih punya kamar kosong atau tidak.”
Izumi tiba-tiba terdiam. Aku menunggu.
“Sepertinya masih ada.”
“Serius?”
Tak lama kemudian, sebuah notifikasi masuk—kali ini URL halaman pemesanan.
“Tapi sebaiknya kamu buru-buru pesan. Golden Week selalu penuh sesak di mana-mana, jadi fakta bahwa masih ada kamar sekarang itu sejujurnya keajaiban. Mungkin ada yang baru membatalkan pesanan.”
Aku melirik jam lagi—hampir pukul sepuluh malam.
Di jam segini, masih ada kemungkinan Aoi-san mengangkat telepon kalau aku meneleponnya.
“Mengerti. Aku akan tanya ke Aoi-san sekarang.”
“Iya, itu yang paling aman.”
“Makasih. Kalau begitu—”
“Tunggu, sebentar!”
Baru saja aku hendak berterima kasih dan menutup telepon, Izumi tiba-tiba memotong, terdengar gugup.
“Sebenarnya, aku dan Eiji-kun kepikiran untuk sekalian merayaka ulang tahunnya Aoi-san juga. Kami sudah bahas-bahas sedikit—dan mumpung kalian akan ada di kota, bagaimana kalau kita kumpul bareng tanggal 6 sore, setelah kalian pulang dari perjalanan itu?”
Ide itu bagus sekali.
“Aku yakin Aoi-san akan senang. Dan aku juga ingin bertemu kalian berdua. Ayo, kita lakukan.”
“Kafe yang biasa saja, ya?”
“Iya, tidak masalah.”
“Nanti aku kabari Aoi-san dan manajernya.”
“Makasih, aku titip ya.”
“Kalau begitu, segitu dulu untuk malam ini.”
“Makasih sudah mau bantu.”
“Tidak apa-apa. Aku tunggu ceritanya pas kalian balik nanti ya♪”
......Cerita?
“Tunggu, maksudmu—cerita yang seperti apa, tepatnya—?”
“Daah~♪”
Izumi menutup telepon dengan nada ceria sebelum aku sempat menyelesaikan kalimatku.
Kalau dibilang laporan......apakah dia maksud laporan soal penginapannya? Atau......waktu yang kuhabiskan bersama Aoi-san?
Yah......dari suaranya tadi, jelas yang dia maksud itu yang kedua.
“......Apa itu benar-benar sesuatu yang harus kulaporkan?”
Meskipun aku diam saja, dia pasti akan menanyakan langsung ke Aoi-san juga.
“Pokoknya—abaikan dulu itu......”

Post a Comment for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J7 Bab 1.1"