Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J6 Bab 6.2
Bab 6 - Karyawisata - Hari Ketiga (Bagian 2)
Kami meninggalkan hotel dan menuju destinasi terakhir: Taman Nara.
Taman Nara sudah terkenal, terutama karena rusa-rusa yang bebas berkeliaran di mana-mana. Tapi yang banyak orang tidak sadari adalah betapa luasnya taman itu sebenarnya.
Dengan total area sekitar 660 hektare, skalanya sulit dipercaya sampai kau melihatnya sendiri.
Kalau penasaran, aku sangat merekomendasikan datang ke sini.
“Tempat ini gila luasnya......”
Aku bergumam sambil mengamati pamflet.
Dan sejujurnya, siapa pun yang berdiri di sini mungkin akan berkata hal yang sama.
Tapi Taman Nara bukan hanya luas—di dalamnya juga berdiri berbagai situs budaya dan bersejarah paling penting di Jepang, seperti Kasuga Taisha, Kōfukuji, dan Tōdaiji.
Sebuah taman yang tidak ada duanya, tempat di mana alam dan sejarah berjalan berdampingan.
Memberi makan rusa dengan kerupuk dan berfoto itu memang menyenangkan, tapi sisi budaya serta sejarahnya sama berharganya untuk dijelajahi.
“Baiklah, ini tujuan terakhir perjalanan kita! Ayo jalan!”
Yuuki melangkah ke depan dengan penuh semangat.
Namun tak ada satu pun yang mengikutinya.
“Hah? Ada apa kalian?”
Ia menoleh, bingung.
Natsumiya-san menarik napas dalam, lalu maju satu langkah.
“Yuuki-kun.”
“Eh......?”
Bukan Yuuki-chan.
Yuuki-kun.
Yuuki langsung membeku, keterkejutan jelas tergambar di wajahnya.
“T-Tunggu dulu......‘Yuuki-kun’? Ada apa ini?”
Merasakan perubahan suasana, ia mencoba menutupinya dengan tawa gugup.
Tapi tatapan Natsumiya-san tetap mantap.
“Um......kalau tidak keberatan......mau jalan-jalan bareng aku? Berdua saja.”
“Rika......”
Saat aku menatap mereka dari kejauhan, percakapan semalam dengan Aoi-san kembali bergema di dalam kepalaku.
*
“Maaf memanggilmu mendadak begini......apalagi sudah hampir waktu tidur.”
“Tidak apa. Jangan khawatir.”
Setelah kejutan ulang tahun yang Aoi-san berikan, aku mengirim pesan pada Natsumiya-san, memintanya bertemu denganku di lobi hotel.
“Ada apa ya? Kamu mau bicara tentang apa?”
“Aku punya satu saran......tentang kamu dan Yuuki.”
“Saran?”
“Aku menemukan cara yang mungkin bisa membantu hubungan kalian maju selangkah.”
“Benarkah?!”
Begitu aku mengatakannya, mata Natsumiya-san langsung berbinar.
Dia mencondongkan tubuh, penuh antusiasme, seolah tak sabar mendengar jawabannya.
“Jadi? Apa yang harus kulakukan?”
“Ubah cara kamu memanggil Yuuki.”
“Ubah......cara aku memanggilnya?”
Dia mengulang kata-kataku, kepala miring sedikit, jelas masih bingung.
Aku menjaga nada suaraku tetap jelas dan lembut agar mudah dipahami.
“Untukmu, memanggil Yuuki ‘Yuuki-chan’ itu pasti terasa wajar. Tapi kamu tahu, kan, ia sering malu kalau kamu memanggilnya begitu?”
“Iya......aku tahu.”
“Aku mengerti, kok. Kamu memanggilnya begitu karena sayang. Dan aku yakin Yuuki juga tidak membencinya. Tapi......laki-laki seusia kita itu kadang payah dalam menghadapi hal-hal begitu. Sebagai sesama laki-laki, aku sangat paham kenapa ia merasa malu dipanggil ‘Yuuki-chan’ di depan banyak orang.”
Jujur saja, kalau aku yang dipanggil begitu, aku juga akan mati-matian menahan rasa malu.
“Itu sebabnya kupikir......mengubah cara kamu memanggilnya bisa memberi dorongan besar untuk hubungan kalian.”
“Seperti......hanya ‘Yuuki’ begitu?”
Begitu dia mengatakannya, ekspresinya langsung berubah ragu.
“Rasanya......aneh, ya.”
Tepat sekali.
“Menurutku, rasa aneh itu justru penyebab kalian berdua tidak maju-maju.”
“Kenapa begitu?”
“Kamu sudah memanggilnya ‘Yuuki-chan’ selama bertahun-tahun. Sampai-sampai jadi sesuatu yang......terlalu natural. Cara kalian berdua berinteraksi terbentuk dari kebiasaan itu. Dan sekarang, kebiasaan itu berubah jadi dinding, menahan kalian untuk melangkah ke hubungan yang berbeda.”
Semua rutinitas kecil, semua pemahaman tanpa kata selama bertahun-tahun—semuanya terjalin begitu rapat sampai hubungan mereka seperti simpul yang tak bisa dilepas.
“Dan bukan hanya melonggarkan simpul itu. Kalau kamu benar-benar ingin melangkah maju......kamu harus menghancurkan dinding itu.”
“‘Menghancurkan dinding kedekatan’ itu......?”
“Ya. Dan mengubah cara kamu memanggilnya bisa jadi langkah pertama yang paling pas.”
Natsumiya-san mengangguk pelan, seolah sedang benar-benar merenungkan perkataanku.
“Mungkin......aku bisa mencoba ‘Yuuki-kun’......”
“Kalau itu terasa paling alami untukmu, silakan.”
Dia mengucapkan “Yuuki-kun” beberapa kali, lirih, seperti sedang mencicipi rasa baru dari sebuah kata.
“Tapi......apa benar ini bisa berhasil?”
Nada suaranya bukan ragu, tapi cemas. Baginya, idenya mungkin terdengar seperti tebakan optimistis yang belum pasti hasilnya.
“Aku mengerti kenapa kamu khawatir. Tapi......kamu bisa percaya padaku. Dan juga pada Aoi-san.”
“Pada......Aoi-san juga?”
“Sebenarnya, hari ini aku ulang tahun.”
“Hah?! Serius?!”
Matanya langsung membesar, benar-benar terkejut.
Dan tidak, aku tidak sedang memancing hadiah—jadi tolong simpan kembali dompetmu itu.
“Tadi malam, Aoi-san kabur diam-diam dari hotelnya untuk merayakan ulang tahunku. Waktu aku tanya kapan ulang tahunnya, ternyata sudah lewat. Aku bilang aku tetap ingin memberinya hadiah, dan dia bilang kalau aku benar-benar ingin melakukan sesuatu untuknya......dia ingin aku memanggilnya dengan namanya saja. Tanpa ‘san’.”
“Kenapa?”
“Katanya......pertama kali aku memanggil namanya seperti itu, dia mulai melihatku dengan cara yang berbeda—sebagai seorang laki-laki. Mendengar namanya tanpa honorifik memuntuknya terasa......istimewa. Dan dia ingin merasakan itu lagi.”
“Istimewa......”
“Ya. Dan jujur saja, waktu dia memanggilku ‘Akira’ untuk pertama kalinya malam ini......aku langsung paham maksudnya. Karena itu aku yakin, ini juga bisa berhasil untukmu dan Yuuki.”
“Kalau Akira-kun dan Aoi-san bilang begitu......aku percaya.”
Natsumiya-san tersenyum lega, mengangguk pelan.
Melihat tekad di mata itu, aku mengeluarkan sesuatu dari dompetku.
“Aku tahu rasanya mungkin akan canggung di awal......tapi ini, untuk sedikit dorongan keberanian.”
Dia menerimanya, menatap benda kecil itu.
“......Jimat penyatu jodoh?”
Itu salah satu jimat Myōbu Enmusubi yang kubeli di Fushimi Inari Taisha. Malam itu aku sengaja tertinggal sebentar untuk membeli tiga—dan satu memang kusisihkan khusus untuknya.
“Kupikir......kalian berdua pasti malu kalau harus beli yang begituan. Jadi, aku belikan saja.”
“......Terima kasih, Akira-kun.”
Entah jimat itu punya kekuatan atau tidak.
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
Mengandalkan keberuntungan atau dewa mungkin bukan cara paling pasti.
Tapi tetap saja—
Tolonglah......kalau kalian mendengar, para dewa Fushimi Inari......beri dia sedikit saja dorongan.
*
Rencananya sudah ditetapkan: saat waktu bebas menjelajah Taman Nara, Natsumiya-san akan mengajak Yuuki berdua saja.
Tadi malam kami sudah memberi tahu semua orang—aku bicara pada para anak laki-laki di grup kami, sementara Natsumiya-san menjelaskan pada para gadis.
Kami meminta semua orang membantu agar mereka bisa punya waktu berdua, karena ini adalah kesempatan terakhir selama karyawisata.
"Yuuki-kun......um......"
Natsumiya-san memanggilnya lagi, suaranya bergetar halus oleh gugup.
"Mau......jalan-jalan denganku? Berdua saja?"
“‘Yuuki-kun’......?”
Yuuki mengulang panggilannya, suara dipenuhi kebingungan.
Tapi......di wajahnya, bukan hanya terkejut yang terlihat.
“Boleh?” tanyanya, begitu pelan seolah takut jawaban akan memecahkan sesuatu.
“Bukannya tidak boleh, tapi......”
Yuuki bergeser gelisah, lalu menatapku seolah mencari jawaban.
Aku melangkah mendekat dan menyerahkan sesuatu padanya—jimat penyatu jodoh, sama seperti yang kuberikan pada Natsumiya-san semalam.
“Hah? Kenapa kamu memberiku ini?”
“Seperti yang kubilang ke Natsumiya-san......waktu di Fushimi Inari Taisha, kalian berdua kelihatan pengin beli, tapi tidak ada yang maju. Jadi aku belikan saja.”
Yuuki berkedip, terdiam, seakan proses itu butuh waktu.
“Kalau kamu lagi kesulitan,” lanjutku, “tidak ada salahnya berharap sama para dewa. Tapi kalau kamu hanya menyerahkan semuanya pada mereka, mereka juga tidak akan turun tangan. Kamu harus menunjukkan kalau kamu mau berusaha.”
Ada sesuatu yang berubah di matanya.
Ia mengerti.
“Sebagai sesama laki-laki......aku mengerti perasaanmu. Tapi kalau kamu mau benar-benar maju, sekarang waktunya. Ini bukan seperti hari pertama di Kuil Kiyomizu waktu kalian berdua tidak sengaja terpisah dari rombongan. Sekarang......Natsumiya-san sudah ngumpulin keberanian untuk mengajakmu. Kalau kamu tidak menanggapi itu......ya, kamu bukan laki-laki.”
“Akira......”
Yuuki menggenggam jimat itu erat-erat.
Keraguannya perlahan menghilang, digantikan tekad yang mantap.
“Maaf ya......membuatmu harus ikut campur.”
“Tidak apa-apa. Kamu juga akan melakukan hal yang sama untukku.”
Sampai di titik ini......tugasku selesai.
Sisanya bukan bagianku lagi.
"Baiklah......ayo. Kita jalan berdua."
"Terima kasih, Yuuki-kun."
Kami menyaksikan mereka melangkah pergi, bahu hampir bersisian.
Semoga berhasil, kalian berdua.
Ketika mereka kembali beberapa waktu kemudian, suasana di antara mereka......jelas sudah berbeda.
Alasan aku berpikir begitu adalah karena keduanya pulang dengan senyum seolah beban yang lama menekan akhirnya terangkat.
Aku tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi selama mereka pergi, tapi melihat senyum itu......sepertinya semuanya berjalan baik.
Aku benar-benar penasaran, tapi......kurasa aku akan menahan diri untuk bertanya sampai perjalanan sekolah berakhir.
Jadi begini rasanya Izumi saat menggodaku dan Aoi-san.
Sekarang aku mengerti. Kisah cinta orang lain......ternyata menghibur juga.
Akhir Bab 6

Post a Comment for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J6 Bab 6.2"