Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kimi no Wasurekata wo Oshiete [LN] J1 Bab 7.1 Epilog

 

Epilog




Pemandangan yang awalnya berwarna dedaunan kering kini perlahan-lahan berubah menjadi kanvas putih bersih.


Saat musim semi tiba, warna-warna cerah akan mulai dilukis. Ini adalah persiapan menuju musim di mana Dewa akan mewarnai dunia dengan cat pastel yang disukai anak-anak.


Napas yang dihembuskan juga berubah menjadi putih. Kristal-kristal salju yang dingin turun perlahan dari langit, dan saat menyentuh kulit, mereka lenyap dengan cepat dan tak berbekas.


Meskipun kota besar sedang menghitung hari menuju malam Natal, Tabinagawa tidak banyak berubah. Hanya ada satu pohon yang menjulang di depan stasiun, dihiasi dengan lampu-lampu hias yang sederhana dan beranggaran rendah.


Namun, musim terus berputar. Serpihan salju pertama yang hampa tahun ini memberitahukan kedatangan musim dingin yang keras.


"......Aku juga sangat berharap hal itu bisa dilakukan. Bagaimana jika kita mengundang para alumni selain siswa yang masih bersekolah?"


"Untuk hal itu, saya serahkan pada Wakil Kepala Sekolah. Ini adalah penghormatan terakhir untuk SMP Tabi kita yang sangat berjasa, jadi kita harus membuatnya semeriah mungkin."


Aku sedang berada di ruang tamu sederhana di SMP Tabi. Dengan waktu yang tersisa kurang dari tiga bulan sebelum penutupan sekolah, bangunan sekolah terasa begitu luas dan sepi, karena pembersihan dan pengemasan barang-barang telah mulai dilakukan.


Kenyataan bahwa SMP Tabi akan segera ditutup sudah semakin dekat---suka atau tidak, itu adalah sesuatu yang harus kita terima.


Wakil Kepala Sekolah yang duduk di seberangku menyeruput teh hijau, kemudian mengambil kartu nama yang tergeletak di meja.


"Tapi, Matsumoto-kun juga sudah jadi 'perwakilan perusahaan,' ya? Kamu naik jabatan dengan cepat dalam waktu singkat."


"Ahaha......ini hanya karena kami menjalankan label independen, jadi otomatis saya jadi seperti ini."


Aku menjawab sambil tersenyum masam.


"Saya juga akan menyiapkan panggung tambahan, jalan setapak, dan peralatan pencahayaan. Saya sudah bernegosiasi dengan perusahaan acara agar bisa menyewanya dengan harga murah."


"Apa kamu punya dana untuk itu?"


"Pendapatan dari iklan video dan penjualan unduhan lagu sejauh ini masih membuat kami untung. Yah, meskipun sebenarnya semua ini karena popularitasnya, saya hanya menumpang sukses."


"Tidak perlu merendah. Anak itu bisa bernyanyi dengan penuh perasaan karena kamu yang mendukungnya di balik layar, bukan?"


Dengan nada suara yang ceria, Wakil Kepala Sekolah menyemangatiku yang sedikit merendah. Tanpa diduga, ia mulai mengutak-atik ponsel yang tampak tidak cocok dengannya, lalu dengan sigap memutar 'sebuah lagu tertentu'.


"Lima tahun yang lalu, CD itu langsung habis terjual, jadi sebagai penggemar, aku sangat menantikan momen ini."


Lagu pertama yang kami buat bersama.


"Tempat ini benar-benar hidup, tanpa diragukan lagi. Sejak kalian mulai manggung lagi, kota ini bukan lagi kota yang perlahan menghilang."


"Itu berlebihan. Orang-orang hanya datang untuk menikmati nyanyian Sayane."


"Haha, itu hanya perasaanmu saja. Di tempat yang dulunya tidak ada apa-apa, kini ada satu-satunya kesenangan......itu saja sudah cukup membuat kota ini tampak bersinar."


Wakil Kepala Sekolah berkata dengan suara lembut sambil memandang keluar jendela.


Kota yang dulu kehilangan semangat, namanya bahkan dihapus, dan takdirnya perlahan menghilang. Sekarang saatnya membalas budi, meski hanya sedikit---kepada tempat dan orang-orang yang telah merawat kami.


"Aku akan melakukan apa pun yang bisa kubantu, jadi jangan ragu untuk datang lagi. Aku sangat menantikan konser terakhir di bulan Maret nanti."


Karena hanya kita yang bisa melakukan itu.


"......Terima kasih banyak!"


Untuk menyembunyikan air mata yang tiba-tiba terasa panas di pelupuk mataku, aku menundukkan kepala dalam-dalam.


"Lain kali, bawa Iyori juga. Aku bisa menyediakan camilan kecil."


"Ya! Lain kali aku akan datang......bersama ibu."


Setelah menyelesaikan diskusi singkat selama tiga puluh menit, saat aku hendak keluar dari ruang pertemuan dan berdiri---


"......Ah!"


Aku tersandung kaki meja dan terhuyung tanpa daya. Aku maju sambil menyentuh dinding sebelah kiri dengan hati-hati menggunakan tangan kananku, membuka pintu ruang pertemuan dengan canggung.


Aku menyeret kaki kiriku yang terasa lemah, melangkah ke depan.


Baca novel ini hanya di Musubi Novel


Terus maju, terus ke depan.


"Matsumoto-kun......apa kamu, tidak bisa melihat?"


"Tidak......hanya sedikit sulit untuk melihat."


Dengan punggung menghadap Wakil Kepala Sekolah yang khawatir, aku menyampaikan kepura-puraan yang tak berarti.


Dunia yang setengah hilang ini, dapat dilengkapi dengan mengandalkan ingatan. Dengan mengandalkan dia, aku bisa membayangkannya. Itu hal yang mudah.


"Apa aku perlu membantumu? Tampaknya sangat sulit......"


"Tidak sulit kok. Setiap hari ada hal yang harus dilakukan, hal yang ingin dilakukan, dan orang-orang yang ingin saya temui setiap hari---"


Meskipun kehilangan sebagian dari rasa normal, aku memutar tubuhku dengan mantap,


"Saya sangat menikmati kehidupan sehari-hari seperti itu."


Dengan senyum penuh semangat, aku mengusir kekhawatiran Wakil Kepala Sekolah.


Sebelum sekolah ditutup, aku akan membawa ibuku juga......Pada saat itu, kami bertiga bisa makan camilan sambil mengobrol santai di ruang guru.


Tentu saja akan sangat menyenangkan. Cerita masa lalu tentang ibuku dan ayahku yang diketahui Wakil Kepala Sekolah akan membuatku sangat tertarik sebagai anak.


Aku akan mencatat kisah cinta itu di buku catatan lirik.


Agar aku tidak pernah lupa.


Agar perasaan segar dan baru ini tidak hilang meskipun bertahun-tahun berlalu.


---Aku mendengarnya. Suara itu, suara miliknya.


Aku segera tahu.


Karena bahkan sel-sel yang sudah mati pun menjadi bersemangat.


"Sepertinya, dia sudah datang ya."


Aku memberi anggukan kepada Wakil Kepala Sekolah yang juga mengira begitu dan melangkah menuju 'sumber suara'."


Aku sudah memberitahu bahwa hanya ada pertemuan singkat, jadi kukira dia akan menunggu di rumah.


Sama sekali tidak berubah, anak itu masih tidak bisa tenang.


Aku melalui jalur evakuasi sempit di sepanjang kelas, hampir terjatuh di taman bunga di bawah kaki, dan melanjutkan dengan lambat di bawah langit dingin yang tidak bersahabat.


Saat SMP, aku pernah diminta oleh guru untuk membawa kembali anak bermasalah yang sering bolos pelajaran itu.


Sekarang, jalur yang aku tempuh dengan kikuk ini persis sama seperti dulu.


Pemandangan berwarna sepia yang menerima vonis untuk dibongkar akan menghilang tahun ini.


Meskipun begitu, tidak apa-apa.


Sejak dulu---perasaan yang kupegang di dalam hati tidak akan pernah tercuri ke mana pun.


Karena itu, aku tahu dengan pasti di mana tempatnya. Kami telah menumbuhkan rasa cinta di tempat itu.


Memori, kenangan, suara nyanyian, semuanya membimbingku.


Itu pasti terhubung dengan orang yang kucintai.


Dari samping gymnasium, ada tangga kasar yang menuju ke lapangan.


Di tangga yang dingin, seorang gadis duduk sambil memainkan gitar yang diwariskan Emi-nee.


Meskipun butiran salju perak yang halus turun, dia tidak memakai sarung tangan. Dengan ujung jari yang merah, dia menggetarkan senar dengan pick murah yang familiar.


Lagu yang dinyanyikannya adalah tentang "kekasih yang juga teman masa kecil." Dua orang yang lebih dekat daripada kekasih, masa muda yang hilang, ketergantungan selama lima tahun, dan keisengan dewa berupa pertemuan kembali.


Lagu yang dinikmati oleh pria di tangga paling atas adalah sebuah puisi yang mencerminkan halaman-halaman masa muda.


Dengan lirik dari lagu baru "Loss Time," aku bisa menoleh ke belakang.


Tak sabar menunggu waktu ketika bunga-bunga bermekaran di musim semi, mendengarkan di tempat istimewa di sepanjang tepi sungai. 


Menyaksikan barisan sakura yang mekar dan hamparan bunga canola, sambil duduk di samping kekasihku.


Arahkan aku menuju masa depan itu.


Untuk terus menciptakan jejak kami berdua.


Meski bayangan masa lalu mungkin akan gelap sepenuhnya, jika aku bisa mengingat keberadaanmu---


Aku bisa mencintai Kiriyama Sayane berulang kali.


Dia menoleh ke belakang dan tersenyum padaku dengan tulus.


Sendirian aku tidak bisa melakukan apa-apa.


Namun, bersama-sama, tidak ada yang mustahil.


Ayo pergi ke mana pun, ke masa depan apa pun.


Ayo kita lihat berbagai impian dari tempat ini.


Sebagai anak muda yang naif, aku menamai lagu pertama kami dengan cara seperti ini.


Be with you.

Post a Comment for "Kimi no Wasurekata wo Oshiete [LN] J1 Bab 7.1 Epilog"