Kimi no Wasurekata wo Oshiete [LN] J1 Bab 5.3
Bab Lima - Biarkan Aku Mundur
"Umm......bagaimana kalau mandi dulu?"
Emi-nee, yang mengenakan pakaian kerjanya, tampak bingung.
"Yare yare, kalian benar-benar merepotkan. Kalau di Eropa abad pertengahan, kalian pasti sudah mati."
Liese mengangkat bahunya dengan malas dan memasang ekspresi puas di wajahnya.
Aku dan Sayane yang basah kuyup dibawa ke penginapan Mikumo oleh Liese. Kebetulan, Emi-nee sedang bertugas saat itu dan menyambut kami (dengan senyum canggung).
Yah, dia pasti terkejut. Tiba-tiba, kenalan yang terlihat seperti ikan yang baru dipancing datang.
"Kalau bisa, aku pinjam handuk untuk mengeringkan rambutku......"
Sayane berkata dengan ragu-ragu, namun,
"......Hachoo."
Suara lucu bersin yang tidak cocok dengan ekspresi cemberut Sayane terdengar.
"Lihat, kamu bersin. Kalau terkena flu, nanti malah repot. Masuklah ke pemandian air panas dulu."
Lebih baik mengikuti saran Emi-nee. Meskipun mencoba bertahan, jelas bahwa Sayane menggigil kedinginan. Kami harus pulang ke rumah dengan sepeda, jadi lebih baik berteduh di sini.
Namun, Sayane punya rencana yang berbeda.
"Emilie-san, aku akan membayar, jadi boleh kami menginap semalam? Satu kamar untuk dua orang juga tidak masalah."
Sayane bertanya sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk yang dipinjam.
"Karena hari kerja, masih banyak kamar kosong......Tapi kalian mau menginap di kamar yang sama?"
"......Jangan salah paham. Ini latihan. Kalau aku tidak ada, orang ini jadi pemalas."
Orang ini? Siapa......orang ini? Ya, aku bisa menebaknya, tapi tetap saja.
Karena Sayane merujuk padaku---
"Jadi, aku juga menginap......?"
"......Tentu saja, ini latihan. Aku sebenarnya berniat melakukannya di rumahmu, tapi karena sudah begini, tidak masalah di sini juga."
"Aku ngga punya uang......"
"......Aku tidak mengharapkan membagi tagihannya dengan NEET. Aku yang akan membayarnya."
P-Pria yang malang......Kayak parasit jadinya......
"Serahkan saja ke Emilie-oneechan! Aku akan membuat malam ini menjadi yang terbaik♪"
Dengan semangat yang tiba-tiba, Emi-nee menarik lengan dan membawa kami secara paksa ke bagian dalam penginapan.
Berkat kebaikan Emi-nee, aku bisa menggunakan pemandian pribadi terbuka. Ini pertama kalinya aku mencoba pemandian terbuka ini, tapi karena tidak ada pengunjung umum yang bisa masuk, tampaknya tempat ini sangat cocok untuk bersantai dengan tenang.
Bagaimanapun, aku akan dimarahi Sayane kalau berlama-lama berendam.
Dengan cepat melepaskan pakaian basah di ruang ganti pria, aku membungkus handuk tipis di pinggang, dan melangkah ke pemandian terbuka......
"Eh?" "Eh?"
Segera setelah aku masuk, mataku bertemu dengan seorang wanita yang baru masuk, dan kami berdua mengeluarkan kata yang sama dengan huruf hiragana yang sama. Meskipun handuknya melilit sedikit di bawah tulang selangka, paha dan bahunya yang terpapar tampak sangat tidak terlindungi.
Uap yang membentuk kabut tebal karena udara dingin luar menambah kesan sensual.
Rambut medium-nya diikat dengan karet rambut, membentuk ponytail yang segar dan membuatku terpesona.
"......Jangan berpikir yang aneh, pria cabul."
"Ngga, ngga, eh? Kenapa kau di sini?"
"......Aku yang harusnya bilang begitu. Apa yang terjadi?"
Ternyata, yang kutemui di pemandian terbuka adalah Sayane.
Kami berdua terjebak dalam situasi yang tidak terduga, dan hanya bisa mengalihkan pandangan dalam keadaan hanya terlilit handuk.
"Pemandian terbuka kami ini ditujukan untuk keluarga, pasangan, atau kekasih♪ Silakan nikmati waktu kalian!"
Oi! Emi-nee, kau telat sekali bilang itu!
Emi-nee mengintip sebentar dari ruang ganti wanita dan kembali ke pekerjaannya dengan mata birunya berkilau penuh semangat.
"Emi-nee......pasti salah paham akan sesuatu kan?"
"......Ya, aku sudah menebaknya."
Mungkin Emi-nee salah paham, berpikir bahwa kami berdua akan menghabiskan malam bersama untuk memperbaiki hubungan kami...... Padahal, ini bukanlah masalah yang bisa diperbaiki begitu saja.
Memang benar, kami juga tidak menjelaskan dengan baik......Tapi, apa yang harus kulakukan?
"......Sia-sia kalau hanya berdiri di sini, cepat masuk."
Sayane tetap mempertahankan ketenangan seperti biasa.
Dia duduk di area pencucian untuk membersihkan badannya yang kotor karena lumpur, namun,
"......Kyaa!? Dingin banget!?"
Dia berteriak kaget saat air dingin mengalir. Mungkin dia sebenarnya sangat gugup, ya......? Rasanya pipinya sedikit memerah juga.
Lagipula, jika ingin membersihkan badan, handuknya harus dilepas, kan? Eh?
"......Jangan menatapku. Masuk aja ke bak mandi."
"Ya."
Wajah Sayane yang penuh ancaman membuatku bergidik......
Aku berusaha untuk tidak melihat ke arahnya, menenggelamkan diri ke dalam air keruh dan memandang ke arah taman di depan. Di sekeliling kami ada pagar, memastikan bahwa tak ada yang bisa melihat ke dalam.
Hujan yang turun tak henti-hentinya, dan suara Sayane yang mencuci tubuhnya terus-menerus menggelitik gendang telingaku. Jangan dipikirkan. Jangan dipikirkan. Dulu, kami sering mandi bersama saat masih kecil.
Bayangan sekilas dari badan Sayane yang hanya terbalut handuk beberapa detik yang lalu, masih tertinggal di benakku. Meskipun dadanya tidak terlalu besar, lekukan tubuhnya yang kencang dan kulitnya yang putih bersih sangat menarik perhatian.
Suara shower tiba-tiba berhenti.
Aku mendengar suara air yang terpercik, dan air di bak mandi mulai beriak. Apa yang sedang terjadi di belakangku......?
"......Jangan berbalik."
Sayane memperingatiku, seolah sudah tahu apa yang akan kulakukan.
"......Aku melepas handukku."
"Ya, berendam dengan handuk memang melanggar etika."
Matsumoto Shuu. Jangan cuma bilang 'melanggar etika'!
Aku berusaha bersikap tenang, tapi rasanya akal sehatku hampir meledak......!!
Berdasarkan situasi dan atmosfer keseluruhan, aku bisa menebak bahwa Sayane, yang baru saja masuk ke dalam bak mandi, telah duduk di belakangku dan sekarang sedang berendam di air.
"......"
"......"
Karena kami berdua terdiam, suara hujan jadi terasa semakin berisik.
Jantungku berdetak sangat cepat, sampai-sampai aku bisa menghitung setiap detaknya.
Ketika aku sekilas melirik ke belakang, punggungnya yang ramping dan indah tertanam dalam ingatanku. Sepertinya kami duduk saling membelakangi dalam posisi duduk meringkuk. Tentu saja, kami berdua telanjang bulat.
Dia jarang memakai kuncir kuda, jadi bagian tengkuknya yang biasanya tidak terlihat......benar-benar sangat anggun.
"......Kau sedang memikirkan yang aneh-aneh, kan?"
"No comment."
Tajam sekali pengamatannya.
".......Hei."
"Apa?"
"......Kau tahu, besok hari apa?"
Aku tidak bisa melihat ekspresinya.
Namun, aku bisa merasakan bahwa suaranya terdengar lemah dan penuh keraguan.
"Hari ulang tahunmu kan."
"......Kalau begitu, kau ingat janji yang kita buat saat SMP?"
"Ketika kita merasa kehilangan arah, kita akan bertemu di tempat itu. Pada hari ulang tahunmu, aku akan memberimu lagu yang kubuat......Tidak mungkin aku lupa."
Meskipun, aku sudah melanggar keduanya.
"......Sebelum meninggalkan Tabinagawa, aku ingin kau memenuhi janji itu. Dengan begitu, aku bisa benar-benar melepaskanmu dari hidupku. Aku bisa kembali menjadi SAYANE tanpa ada yang mengganjal di hati."
"Kau......bisa terus maju sendirian?"
Setelah beberapa detik hanya terdengar suara hujan---
"......Ya."
Sayane mengeluarkan jawaban yang lemah namun tegas.
"Besok.........aku akan naik Shinkansen terakhir."
Seperti berbicara pada dirinya sendiri, dia berbisik, tapi itu bukanlah permintaan untuk diantar.
Aku bingung harus bagaimana......sulit untuk menemukan reaksi yang tepat.
"Tidak bisakah kau......tinggal di sini? Satu bulan lagi......tidak, satu minggu saja."
Bodoh sekali.
"Ada banyak penggemar dan staf yang menungguku. Aku tidak bisa terus membuat mereka terbawa oleh keinginan egoisku."
Itu jawaban yang sudah bisa ditebak.
Keinginan egois seorang anak kecil yang naif dan bodoh hanya akan membuat seorang jenius bingung.
"Karena itu......meskipun hanya sebentar, aku ingin kita kembali seperti lima tahun yang lalu."
Aku mengerti. Jika itu adalah permintaan terakhir dari Kiriyama Sayane sebagai bentuk kelembutannya---
"Kalau itu yang kau inginkan......aku akan melakukannya. Kali ini, hanya untukmu, Sayane."
Demi gadis yang kusukai, Matsumoto Shuu akan mendedikasikan masa muda yang terlambat ini.
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
Setelah mendengar jawabanku, Sayane berdiri dengan suara air yang pelan. Suara langkah kakinya yang teredam menjauh, seakan membelah air, dan kehadiran Sayane di belakangku menghilang.
Aku ingin tahu, seperti apa ekspresinya saat itu.
Tapi aku tak punya cara untuk mengetahuinya.
Setelah menghangatkan tubuh yang kedinginan dalam rendaman air, kini saatnya memulai pembuatan lagu yang sesungguhnya.
Ibuku mengantar keyboard dan laptop ke penginapan, mengubah kamar tradisional bergaya Jepang yang kami tempati menjadi ruang kerja yang hanya milik kami berdua, teman masa kecil.
Pakaian kasual yang kotor telah dicuci oleh Emi-nee di penginapan, jadi kami hanya mengenakan yukata. Dalam suasana yang mirip malam perkemahan, aku dan Sayane mulai menyusun sebuah lagu bersama.
Perlahan-lahan, sangat perlahan, dengan kecepatan yang tak jauh berbeda dari seekor kura-kura......kami merangkai potongan-potongan melodi yang kami ciptakan, menyatukannya dengan jari-jari yang terasa panas.
Maaf ya, MOTIF-ES7 kesayanganku. Telah terkunci di lemari sempit selama lima tahun, penuh debu dan terlupakan, pasti itu berat bagimu. Tinggal sedikit lagi, bantu aku dalam waktu yang hilang di masa muda ini.
Untuk membuat Sayane melupakan sosok Matsumoto Shuu, melupakan ilusi kecil dari mimpi-mimpi yang pernah kami bicarakan.
Aku akan merangkai kembali apa yang tak pernah bisa kusampaikan, dengan jarak yang sama seperti dulu.
"Ah......kalau ada gitar... aku bisa menciptakan frasa yang lebih menggugah......ugh......"
Tanpa gitar, Sayane terlihat bingung tak tahu harus melakukan apa.
"Liese akan meminjamkan Pedang Suci milik Liese. Bersyukurlah!"
Di tengah-tengah, Liese datang dan meminjamkan gitar akustiknya.
Dia pasti mendengar cerita dari Emi-nee dan datang dengan penuh perhatian. Benar-benar gadis kecil yang luar biasa, seorang juru selamat. Siapa ya, orang tua hebat yang membesarkannya.
"Maaf mengganggu. Makanannya sudah siap."
Wah......bicara tentang dia, ibunya yang memiliki senyum sangat indah muncul. Masakan Jepang yang menggunakan sayuran lokal dan ikan segar dari pesisir dihidangkan di atas meja.
Aku ingin menikmati jamuan ini......benar-benar ingin! Tapi,
"Kami sangat menghargai perhatiannya, tapi kami harus melanjutkan pembuatan lagu ini daripada makan malam. Kan, Saya---"
"Liese-chan, enak? Enak, kan? Kunyah yang baik-baik, ya, dan sekarang telan♪"
Oke. Aku juga akan makan. Setelah melihat Loliyama-san memberi makan Liese dengan wajah yang meleleh, aku memutuskan untuk berhenti berpikir terlalu dalam. Sudah, aku pasrah saja.
Enaknya! Masakan di Penginapan Mikumo, ternyata selezat ini!
Ikan kinmedai rebus! Tempura sayuran liar! Sukiyaki ukuran mini! Sashimi yang disajikan di piring kecil! Makan di penginapan dengan uang teman masa kecilku benar-benar rasa yang memikat!
"Shuu-kun."
"Ada apa?"
"Untuk futonnya......satu saja cukup, ya?"
"Tolong dua."
Sambil tersenyum nakal, Emi-nee kemudian pergi.
Orang itu, sepertinya sangat menikmati situasi ini, ya? Dari kejadian di kamar mandi sampai yang ini, dia sepertinya ingin membantu dengan cara yang aneh.
"Baiklah♪ Hati-hati ya karena di luar gelap? Kalau ada orang jahat, jangan lupa tekan alarm keamanan, ya? Onee-chan akan mengalahkan mereka untukmu~♪ Oke, sampai jumpa~♪"
Setelah waktu makan malam selesai, aku melihat Liese pulang ke rumah dari jendela kamar.
Lima detik yang lalu, dia masih dalam mode Loliyama-san, tapi---
"Shuu, waktu main-mainnya selesai. Kalau kau tidak fokus, kita akan kesulitan."
Sekejap mata, dia berubah menjadi artis dengan pandangan tajam, menunjukkan betapa luar biasanya dia.
Tapi yang main-main tadi itu kan kau.
Mulai sekarang, tidak ada berhenti. Tidak ada yang tidak bisa kami lakukan. Jika kami berdua bersatu, kami bisa melakukan apa saja. Lampu merah yang diberikan tubuhku, cukup diabaikan saja.
Sekalipun akarnya sudah membusuk, aku sudah dewasa meski baru di tahun pertama kedewasaan. Sedikit paksaan tidak akan membunuhku. Begadang dan tidak tidur semalaman adalah hal yang wajar dalam masa muda, bukan?
Pemandangan yang dibayangkan oleh Sayane dan pemandangan yang kubayangkan, keduanya sangat berbeda. Kami menggabungkan sensitivitas yang berbeda itu, membuat masa lalu yang pahit dan manis kembali menjadi satu garis.
Jalan yang telah kami lalui, dua orang yang terlalu dekat, perselisihan, kegagalan, perpisahan, kesepian......semua itu diwujudkan dalam lirik yang begitu nyata dan mendetail, dipandu oleh nada-nada yang menjadi sumber cahayanya.
Kami tidak tahu apa yang akan terjadi pada dua orang yang bertemu kembali ini di masa depan. Namun, setidaknya dalam karya ciptaan kami, tidak ada salahnya memberikan akhir yang bahagia. Tidak ada yang bisa mengeluh jika ini adalah akhir bahagia.
Tidak ada yang peduli apakah ini laku atau diterima oleh orang lain, kebijakan staf atau pihak-pihak penting, tidak ada impuritas dari luar---ini adalah dunia milik kami berdua.
Karena, ini adalah hadiah ulang tahun.
Sesuatu yang hanya dikirimkan pada orang yang kucintai.
Saat aku terlalu terbenam dalam pekerjaan, tiba-tiba sinar matahari menerobos.
Jam di kamar menunjukkan pukul lima pagi......meskipun rasanya baru sekitar tiga puluh menit, tampaknya sudah cukup lama berlalu. Suara hujan telah berhenti, dan getaran dingin tubuhku mengusir rasa kantuk.
Setelah kesadaran kembali seperti biasa, aku menyadari berat yang nyaman di bahuku.
"Zzz......Zzz......"
Seberapa jauh ke masa lalu aku harus kembali dalam ingatanku?
Sayane dengan wajah tidur polos, bersandar di bahuku. Rasanya sudah lama sekali tidak melihat teman masa kecil yang begitu tidak berdaya. Aku merasa terhibur dengan betapa longgarnya pertahanannya, hingga rasanya ingin nakal sedikit.
"......Mm."
Dengan malas menggosok matanya, putri tidur akhirnya terbangun.
"Selamat pagi, Sayane."
"......Tak kusangka aku akan merayakan hari ulang tahun yang bersejarah ini di sampingmu."
Meskipun dia tampak kurang puas di ekspresi wajahnya,
"......Shuu, lima menit saja......aku ingin tetap seperti ini."
"Ya, lakukan sesukamu."
Sebuah interaksi nostalgia yang kini berlawanan dengan yang dulu kami lakukan saat SMP.
"Aku, tidak akan mengucapkan selamat. Sampai aku menepati janji saat itu."
"......Aku akan menunggu. Aku......menantikannya."
Seandainya ini bisa bertahan selamanya. Masa lima tahun lalu yang hanya ada sekarang, masa muda yang terlambat, momen ini.
Ruangan yang terlalu tenang dan dingin di pagi hari terasa seperti seluruh dunia membeku. Namun, tidak ada cara untuk menghentikan jarum detik yang terus bergerak. Jarum jam yang berdetak secara teratur tidak akan pernah berhenti.
Perpisahan kami---semakin dekat.
Dalam masa muda yang terbatas dan mendekati akhir, masih ada hal-hal yang harus diselesaikan.
"Mari kita selesaikan ini sampai akhir."
"Ya......kalau berdua, kita bisa melakukan apa saja."
Suhu tubuh dan sentuhan kami perlahan-lahan terpisah, masing-masing menuju perangkat kesayangan kami.
Aku dulu tidak punya kelebihan, tidak punya keberanian, dan hanya melarikan diri. Namun, aku ingin mendapatkan hak untuk mati dengan senyuman di akhir. Aku akan membimbing Sayane yang tersesat dalam kegelapan dengan cahaya redupku.
Untuk itu, aku akan mendedikasikan hidupku.
Akhirnya, aku yakin bahwa hidupku memiliki 'arti'.
Mungkin ini efek begadang......pemandangan yang kugambar mulai buram, dan cerita yang kuanyam dengan musik menjadi terputus-putus. Aku merasa masih muda, tapi ternyata dibandingkan dengan masa SMP, ini memang tidak bisa dihindari.
Mungkin karena kehujanan, aku malah terkena flu......?
Tombol-tombol hitam-putih di keyboard tampak melengkung dengan rumit.
Yang benar saja, di saat seperti ini. Jari-jari tangan kiriku bergetar, menghasilkan nada-nada yang tidak harmonis.
Aku harus......menciptakan sebuah lagu terbaik.
Agar Sayane bisa......merasa bahagia......
Aku menambahkan detail pada struktur dasar MIDI yang telah dibuat, dan merekam suara keyboard yang terhubung ke komputer. Setelah penyesuaian lebih lanjut melalui editing, file tersebut diubah menjadi format musik yang umum.
Aku mentransfer lagu yang telah selesai ke ponsel Sayane, dan tugasku selesai.
"......Kerja bagus."
Kata-kata pujian yang kudapat terasa sangat jauh.
Ekspresi Sayane yang memujiku......terasa hilang dari dunia ini.
Aku benar-benar ingin melihat wajah polosnya yang ceria......tapi......
Setelah check-out dari penginapan sebelum tengah hari, kondisiku lebih buruk dari sekadar tanda bahaya.
---Pandangan yang tidak teratur dan sirkuit pemikiran yang kabur.
Meskipun tidak panas, keringat dingin yang anehnya keluar dan sakit kepala yang menusuk.
"Ayo ke tepi sungai. Setelah kita menyusun liriknya, aku akan menyanyikannya untukmu."
Sayane yang akan meninggalkan kampung halaman malam ini tidak boleh diberi kekhawatiran tambahan......Naiklah sepeda yang terparkir di depan. Di bawah langit musim gugur yang segar, aku ingin dia segera bernyanyi.
Gerakkan badanmu. Ayo, bergeraklah. Kenapa hal yang bisa dilakukan oleh anak SD, tidak bisa kulakukan?
"......Ak......"
"Shuu......?"
Suaraku, tidak sampai padanya.
Padahal dia begitu dekat.
Aku menantikannya---kata itu tidak bisa keluar.
Jangan main-main.
Entah itu Dewa, jika memang ada, memiliki kecenderungan untuk mengangkat tinggi dan kemudian menghancurkannya?
Apa kau merasa puas dengan mempermainkan manusia yang sudah berada di dasar?
Ini salah. Waktu dari bom waktu yang ditanam untuk membuang sampah ini.
Padahal, aku baru saja mulai menemukan harapan dalam hidup.
Akhirnya, aku baru saja mulai berlari untuk memenuhi janji.
Tidak masalah kapanpun aku mati......Biarkan aku menarik omong kosong ini dengan berlutut.
Tln: yang Shuu omongin di prolog awal sendiri
Aku---
Ingin hidup.
Aku memudar dalam kegelapan.
Yang terakhir kali kulihat adalah Sayane yang berusaha keras berteriak padaku.
Suara itu semakin jauh, dan dunia yang dulunya berwarna cerah menjadi benar-benar kosong.
Akhir Bab 5
Post a Comment for "Kimi no Wasurekata wo Oshiete [LN] J1 Bab 5.3"