Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J5 Bab 6.4

Bab 6 - Pantai, Baju Renang Dan Glamping. Hari Kedua




"Ah, air hangatnya bikin nyaman ya......"


Setelah itu, kami kembali ke fasilitas glamping saat matahari mulai terbenam. 


Seperti kemarin, kami mengenakan baju renang dan hoodie, lalu mulai menyiapkan makan malam. Kami menikmati barbeque seafood, terutama tiram batu dan ikan-ikan segar yang kami beli di pasar. Memang benar, tiram bakar dengan perasan ponzu rasanya luar biasa.


Setelah makan malam, aku dan Eiji menuju ke pemandian air panas privat yang sudah kami pesan sebelumnya.


Sudah lama sejak terakhir kali aku berendam di pemandian air panas, jadi sebenarnya aku ingin bersantai. Namun, karena cuaca yang panas, rasanya kurang enak untuk berendam terlalu lama. Aku pun minta maaf pada Eiji dan keluar lebih dulu, yang akhirnya membawaku ke sini sekarang.


"Meski begitu, setelah berendam, keringat nggak berhenti juga ya......"


Meski suhu udara sudah turun seiring malam tiba, tetap saja ini tengah musim panas.


Setelah mandi, keringat terus mengalir sehingga aku tak bisa jauh-jauh dari handuk. 


Aku mengambil teh dingin dari kulkas, lalu duduk di dek kayu untuk menyejukkan diri sambil meneguk minumanku.


"Cepat sekali keluar dari pemandian."


Saat itu, Aoi-san juga datang sambil membawa minuman di tangannya.


"Aku memang nggak terlalu ingin berendam lama."


"Meski sudah malam, masih panas, ya. Kamu jadi pusing?"


"Tidak sih. Tapi badanku masih terasa panas."


"Kalau begitu, bagaimana kalau kita jalan-jalan sebentar untuk mendinginkan diri?"


"Jalan-jalan, ya.......Ide bagus. Ayo."


Menerima ajakan Aoi-san, aku berdiri dari kursi dan meninggalkan dek kayu.


Angin malam yang sejuk berembus lembut menyentuh pipi kami saat kami berjalan menyusuri pantai sambil berbincang ringan. 


Langit dan laut yang kini tertutup kegelapan tampak kontras dengan warna biru cerah siang tadi. Tak seperti siang yang ramai, kini hanya suara ombak yang menjadi latar, dan cahaya bulan menerangi permukaan laut dengan keindahan yang magis.


Angin malam yang sejuk akhirnya membuat keringatku mengering.


"Besok kita sudah harus pulang, ya."


Aoi-san tiba-tiba berbicara dengan nada sedikit kecewa.


"Sedikit terasa sedih, ya."


"Sudah lama juga sejak terakhir kali kita pergi bersama-sama."


"Ya......"


Aoi-san tiba-tiba berhenti melangkah, menatap laut sambil menahan rambutnya yang tertiup angin dengan tangan.


"Akira-kun, kamu senang?"


"Ya. Aku senang......dan yang terpenting, aku merasa sangat bersyukur."


"Bersyukur?"


Itu adalah sesuatu yang aku rasakan juga saat pertama kali bertemu lagi di kedai kopi.


"Aku merasa senang karena Eiji dan Izumi memperlakukanku dengan cara yang sama seperti sebelumnya."


Dan sekarang, setelah menghabiskan dua hari bersama mereka semua, ada hal yang kembali kurasakan.


"Kurasa aku pernah bilang sebelumnya, tapi selama ini aku selalu merasa pesimis soal hubungan dengan orang lain. Setiap kali pindah sekolah, hubungan itu makin lama makin pudar, sampai akhirnya aku berhenti berharap. Tapi, berkat Eiji, Izumi, dan teman-teman sekelas lainnya......aku akhirnya bisa berpikir bahwa aku tak perlu menyerah lagi."


"Ya......kamu pernah bilang begitu."


Cerita yang mungkin terdengar tiba-tiba dan spontan.


Namun, Aoi-san tetap mendengarkan dengan penuh perhatian.


"Tapi meski dalam kepalaku aku mempercayainya, di hati kecilku masih ada keraguan......Aku takut kalau ternyata hubungan yang tidak berubah itu mungkin hanya ada dalam pikiran. Saat bertemu kembali, aku khawatir segalanya mungkin tak lagi seperti dulu......Jadi, akan bohong kalau aku bilang aku tidak merasa takut sebelum bertemu lagi dengan Eiji dan Izumi.”


"......"


"Tapi ternyata, tidak ada yang berubah."


Benar-benar seperti itu, seolah tak ada satu pun yang berbeda.


"Eiji dan Izumi memperlakukanku dengan santai, seperti tak ada waktu yang berlalu sejak kami terakhir bersama, membuatku sadar bahwa ternyata ada hubungan yang bisa tetap sama. Sejujurnya, aku lebih merasa terkejut daripada senang."


Untuk pertama kalinya, aku merasa seolah telah menemukan tempatku untuk kembali.


Aku baru bisa percaya bahwa ada hal-hal yang tidak berubah, bahkan setelah berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau bahkan puluhan tahun.


"Tapi, yang mengejutkan bukan hanya hubungan yang tetap sama."


"Bukan hanya itu?"


Aoi-san menoleh sambil sedikit memiringkan kepalanya, menunggu apa yang akan kukatakan.


Kupikir ini adalah saat yang tepat untuk mengungkapkannya.


"Aku juga sama terkejutnya dengan perubahanmu, Aoi-san."


"Perubahanku---?"


Ekspresi terkejut tampak di wajah Aoi-san.


Aku melanjutkan dengan hati-hati, memastikan tidak ada kesalahpahaman.


"Hanya dalam empat bulan, kamu sudah bisa memasak, dan bahkan aktif membantu warga lokal. Selama liburan ini, aku juga melihat banyak sisi baru darimu."


Seperti caranya yang tegas saat ada orang mencoba mendekatinya, atau bagaimana dia mengungkapkan perasaannya dengan jelas.


Dulu, Aoi-san sering mengambil peran yang lebih pasif, dan itu bukanlah hal buruk---itu adalah ciri khasnya yang lembut. Tapi sekarang, ada sedikit keberanian yang menambah pesonanya, semacam perubahan kecil yang begitu berkesan.


Atau mungkin lebih tepatnya, bukan hanya perubahan, tapi pertumbuhan.


Aku tak bisa menahan rasa takjub melihat pertumbuhan Aoi-san.


Baca novel ini hanya di Musubi Novel


Dan kurasa bukan hanya aku yang merasakannya; Eiji dan yang lain juga pasti berpikir sama.


"Begitu, ya......Kalau dari sudut pandangmu aku terlihat sedikit tumbuh, aku sangat senang mendengarnya."


Aoi-san tersenyum malu, sedikit tersipu.


"Tapi, kalau aku bisa berkembang seperti ini, itu semua berkatmu, Akira-kun."


"Berkat aku?"


Aoi-san mengangguk kecil, namun pasti.


"Karena janji yang kita buat hari itu."


Janji yang kami buat hari itu---


Tak perlu diucapkan, kami sama-sama tahu apa yang dimaksud.



---Meski terasa menyedihkan untuk berpisah, kami memutuskan bahwa ini adalah kesempatan untuk menilai kembali perasaan masing-masing.


---Ini kesempatan bagi kita untuk berusaha di lingkungan baru, sedikit demi sedikit menjadi lebih mandiri, lalu suatu hari bertemu kembali dengan diri yang sudah tumbuh.


---Jika saat bertemu lagi kita masih saling menghargai, maka mungkin perasaan ini memang benar adanya.


Kami dulu sama-sama bingung dengan perasaan yang campur aduk---antara cinta, ketergantungan, dan keinginan untuk melindungi satu sama lain.


Meskipun saat itu saling menyukai, kami tahu bahwa dengan kondisi kami sekarang, kami belum siap untuk menjalin hubungan. Maka kami membuat janji: berpisah sejenak, menghadapi perasaan masing-masing, dan tumbuh bersama hingga suatu hari bisa bertemu kembali.


"Tapi kalau kupikir sekarang, janji kita itu mungkin hanya sebuah permulaan."


Aoi-san menempatkan tangannya di dada, seakan ingin meyakinkan diri sambil melanjutkan.


"Awalnya, aku ingin Akira-kun melihat diriku yang sudah berkembang, jadi aku mulai mencoba banyak hal. Aku bahkan memaksakan diri melakukan hal-hal yang belum pernah kulakukan. Tapi lama-kelamaan, seiring dengan keinginanku untuk menunjukkan perubahan itu padamu, aku juga mulai ingin berubah untuk diriku sendiri."


"Untuk dirimu sendiri?"


"Ya. Bagaimana ya mengatakannya......"


Aoi-san berbicara perlahan, dengan hati-hati memilih kata-katanya.


"Memang, janji kita menjadi dorongan awal. Tapi setelah dipikirkan lagi, aku menyadari......keinginan untuk berubah demi orang lain itu indah, tapi jika itu yang disebut kemandirian, rasanya ada sesuatu yang kurang tepat."


Kata-katanya terdengar seolah menggantung.


Namun nadanya tegas dan penuh keyakinan.


"Kalau hanya berubah demi orang lain, mungkin itu belum cukup. Aku merasa bahwa aku harus berubah juga untuk diriku sendiri. Selama aku masih menjadikan orang lain sebagai alasan, aku belum benar-benar mandiri, dan mungkin juga belum bisa menghilangkan rasa bergantung pada Akira-kun atau orang lain."


Itulah jawaban Aoi-san tentang arti kemandirian yang telah dia temukan.


Berjuang demi orang lain memang bisa membuat kita menyalahkan mereka saat hasilnya tidak sesuai harapan, atau menjadikan mereka alasan untuk menyerah. Tapi, Aoi-san berhasil menemukan alasan untuk berusaha di dalam dirinya sendiri.


Banyak orang berkata, "Manusia tidak bisa begitu mudah berubah. Berubah itu sulit."


Bahkan Eiji pun berpikir demikian, dan memang, itulah kenyataannya.


Karena itulah, usaha yang dilakukan Aoi-san tampak begitu nyata.


"Akira-kun memberiku dorongan awal, dan meski hanya langkah kecil, aku terus berusaha untuk mencapai kemandirian dengan caraku sendiri, hingga hari ini. Jadi, jika Akira-kun merasa aku sudah berubah, itu membuatku sangat bahagia."


Melihat senyum cerah Aoi-san ini, bahkan lebih cerah dari langit musim panas yang kulihat selama dua hari ini, aku menyadari sesuatu.


Sekarang, di dalam hati Aoi-san, sudah tidak ada lagi ketergantungan padaku atau orang lain. 


Dia telah mencapai kemandiriannya. Jadi, kalau sampai aku pergi sekalipun, dia akan tetap baik-baik saja.


Keyakinan itu membuat keinginan untuk melindungi dirinya yang selama ini tersisa di dalam diriku perlahan-lahan memudar.


Dan karena itulah, aku berpikir.


---Mungkin, sudah saatnya kami menemukan jawaban untuk hubungan ini.


Begitu pikiran itu terlintas, perasaan yang selama ini kutahan perlahan meluap. 


Perasaan cinta yang pernah kurasakan saat pertama kali bertemu Aoi-san di taman kanak-kanak. 


Kemudian, perasaan yang sama kembali muncul di malam festival budaya, saat kami bersama di atap sekolah.


"Aoi-san---"


Saat perasaan itu hendak meluap menjadi kata-kata.


"Hey kalian berdua! Aku beli es krim nih♪"


Teriak Izumi sambil melambaikan tangan dari tepi jalan.


Suara itu membuatku kembali sadar.


"Ayo kita kembali."


Jujur, untuk saat ini, aku sangat berterima kasih pada Izumi. 


Aku hampir meneruskannya tanpa pikir panjang.


"Ya."


Kami pun mengakhiri jalan-jalan ini dan kembali ke fasilitas glamping. 


Setelah itu, sambil menikmati es krim yang dibeli Izumi dan Hiyori dari minimarket terdekat, kami bercengkerama dan tertawa bersama. Di sela-sela obrolan itu, aku kembali merenungkan perasaanku yang sebenarnya.


Akhir Bab 6

2 comments for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J5 Bab 6.4"