Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J5 Bab 6.2
Bab 6 - Pantai, Baju Renang Dan Glamping. Hari Kedua
Ketika kami kembali ke fasilitas glamping sekitar pukul tujuh---
Yang lain baru saja bangun dan ternyata sempat khawatir karena tak melihat kami.
Begitu memeriksa ponsel, aku menemukan banyak sekali notifikasi. Aku memang tidak ingin membangunkan mereka, jadi tidak meninggalkan pesan. Tapi sekarang aku merasa agak bersalah karena seharusnya menulis catatan singkat.
Saat Izumi dan Hiyori bertanya, "Kalian ke mana tadi?" aku menunjukkan foto-foto yang kami ambil.
""Kalian pergi berdua saja, tidak adil!""
Mereka melontarkan keluhan karena kami tak membangunkan mereka.
"Maaf......kalau cuaca bagus, kita mungkin bisa lihat lagi besok."
Aku berusaha menenangkan mereka bersama Aoi-san.
Tapi, kesampingkan Hiyori......apa Izumi yakin bisa bangun sepagi itu?
Kali ini, aku tidak membawa manju yomogi yang biasanya jadi senjata andalan untuk membangunkannya.
Meski katanya pada musim tertentu Reflection Beach bisa dinikmati saat sore hari, sayangnya, pada musim ini hanya bisa dilihat sebentar setelah matahari terbit. Kemungkinan besar, Izumi bakal kesulitan.
Jujur saja, aku cukup kaget melihat Izumi sudah bangun sepagi ini. Tapi kalau aku bilang begitu, mungkin malah bikin suasana memanas, jadi lebih baik aku simpan saja dalam hati.
Eiji, lain kali kalau ke sini saat musimnya memungkinkan melihat Reflection Beach di sore hari, tolong bawa Izumi juga.
"Jadi, apa rencana untuk hari ini?"
Sambil menikmati roti panggang telur yang kami buat cepat-cepat, kami memulai waktu sarapan.
Duduk di dek kayu sambil menikmati pemandangan laut pagi hari, suasana terasa sangat damai dan memuaskan. Aku lalu bertanya pada Izumi tentang rencana hari ini.
"Hari ini, kupikir kita bisa pergi ke pelabuhan nelayan di dekat sini."
"Pelabuhan nelayan?"
"Ada pasar ikan di samping pelabuhan. Katanya, kita bisa beli ikan segar yang baru saja ditangkap, dan bisa langsung mencicipinya di tempat. Tempat itu sudah jadi destinasi wisata populer, dan akhir pekan sering ramai sampai mobil sulit dapat tempat parkir."
"Kita nggak boleh melewatkan hidangan khasnya, donburi seafood. Hari ini kita semua akan makan donburi seafood buat makan siang!"
Hiyori ternyata sudah melakukan riset sebelumnya.
Dengan mata berkilauan penuh antusiasme, dia menunjukkan layar ponselnya.
Ada gambar donburi seafood yang tampak sangat menggugah selera.
"Memang sepertinya menarik. Sekalian, gimana kalau kita beli bahan buat makan malam juga?"
"Dua malam berturut-turut barbekyu? Wah, mewah banget. Tapi iya, aku juga mau makan ikan segar."
"Setuju. Di pasar pasti pilihannya lebih lengkap daripada supermarket kemarin."
Jika ada, aku mungkin akan membeli cangkang sorban yang disukai Aoi-san.
Setelah selesai sarapan, kami mulai bersiap-siap untuk berangkat.
*
Kami meninggalkan fasilitas glamping sekitar pukul sembilan lebih---
Pasar tujuan kami bisa dicapai dengan berjalan kaki selama sekitar satu jam. Sempat terpikir untuk naik bus, tapi jadwalnya sedikit, dan dengan waktu tunggu, jadinya tak jauh berbeda dengan berjalan.
Jadi, kami memutuskan untuk berjalan kaki, sambil sedikit memutar agar bisa berjalan di sepanjang pantai.
Akhirnya, kami tiba di pasar sekitar pukul setengah sebelas.
"Seperti kata Izumi, orangnya ramai banget di sini."
Mungkin karena ini hari libur musim panas, meskipun hari ini bukan akhir pekan.
Pasar yang terletak di tepi laut ini sudah dipenuhi oleh keluarga, pasangan, dan banyak wisatawan.
Pasar ini terkenal karena menawarkan beragam hasil laut segar yang ditangkap pada pagi hari dengan harga terjangkau, menjadikannya salah satu pasar wisata terbesar di Kanto, yang menarik lebih dari satu juta pengunjung setiap tahunnya.
Selain itu, terdapat banyak tempat makan khas kota pelabuhan, seperti restoran donburi seafood dan sushi berputar.
Tak heran, jalan menuju pasar pun sudah dipenuhi mobil yang mengantri untuk parkir.
"Jadi, mau mulai dari mana kita lihat-lihatnya?"
Aku menyadari aku menjadi bersemangat.
"Bagaimana kalau kita cari tempat buat makan siang dulu?"
Namun, Ejji langsung memotong semangatku.
Kurasa terlalu cepat untuk memikirkan makan siang saat baru saja tiba.
"Di sini, antre satu jam untuk makan itu biasa. Kalau kita nggak daftar lebih dulu, bisa-bisa sampai sore pun kita belum kebagian tempat."
"Seriusan......?"
Dengan jumlah wisatawan sebanyak ini, masuk akal juga.
Kami mengikuti saran Ejji dan mulai melihat-lihat beberapa tempat makan di pasar ini.
Ada kedai set makanan, restoran donburi, hingga restoran sushi berputar, bahkan beberapa restoran yang terlihat cukup mewah. Kami akhirnya memilih sebuah restoran donburi seafood yang terlihat menarik, dan ketika hendak menuliskan nama di daftar antrean, kami mendapati daftar itu sudah penuh dengan nama-nama.
Ketika kami menanyakan perkiraan waktu tunggu kepada staf, ternyata sekitar satu setengah jam.
Untung saja Ejji sudah menyiapkan rencana ini, sungguh membantu.
"Sampai waktu makan siang tiba, bebas aktivitas ya! Hiyori-chan, ayo pergi♪"
"Ya."
Kemudian, Izumi meraih tangan Hiyori dan kabur.
Ejji pun mengucapkan, "Sampai nanti," dan mengikuti mereka.
""......""
Tersisa aku dan Aoi-san, yang tanpa sengaja kini hanya berdua.
Kami saling menatap, menyadari perhatian teman-teman yang memberi waktu ini untuk kami.
"Ayo, kita juga pergi."
"Iya."
Kami mulai berjalan-jalan di pasar makanan laut sambil bergandengan tangan.
Ngomong-ngomong, pasar ini membentang sepanjang pelabuhan sekitar empat ratus meter, dengan deretan sekitar dua puluh toko, dari kedai makanan, toko ikan segar, hingga toko hasil olahan laut. Antara riuhnya pengunjung dan aroma laut, tempat ini benar-benar terasa hidup.
Aku mengamati sekeliling dan berpikir, memang tempat ini bisa dijelajahi seharian.
Pandanganku langsung tertuju pada deretan kios yang menjual ikan kering.
Ada aroma khas dari berbagai jenis ikan yang dijemur, seperti saba yang diasinkan dengan mirin, hokke yang dikeringkan semalam, dan bahkan shirasu kering, semuanya mengeluarkan wangi yang menggoda, membuatku ingin membawa nasi putih saat itu juga.
Seperti yang diharapkan, staf sedang memanggang ikan kering sampel di sudut toko.
Menggunakan aroma seperti ini untuk menarik pelanggan, sungguh taktik yang cerdik.
"Mungkin kita bisa beli beberapa untuk dibawa pulang."
"Aku mungkin bisa membelinya untuk oleh-oleh nenekku."
"Itu bagus juga. Nenekmu suka ikan kering?"
"Ya. Beliau bahkan suka membuatnya sendiri dari ikan yang dibeli."
Di tengah percakapan kami, pegawai kios itu mendekat sambil membawa piring kecil penuh sampel.
Biasanya, aku akan merasa segan untuk mencoba, tapi kali ini aku sudah berniat membeli, jadi kami menerima dengan senang hati. Namun, ternyata sampel yang diberikan hampir seukuran porsi penuh---benar-benar berlimpah.
Kami berdua segera mencicipinya.
"Hmm......enak."
Aku sampai bereaksi spontan karena rasanya begitu lezat, membuatku terkejut.
Dagingnya sudah dipisahkan, jadi aku tidak tahu ikan apa ini, tapi manis dan asinnya pas. Setelah dikeringkan, kadar airnya berkurang dan rasa gurihnya menjadi lebih kuat. Kemungkinan besar ini adalah ikan kering saba yang dipanggang dengan mirin.
Rasa umami yang kuat dan pekat masih tertinggal di mulut, membuatku ingin makan dengan nasi putih.
"Bagaimana menurutmu, Aoi-san?"
"......"
Saat aku menoleh untuk menanyakan pendapatnya, kulihat Aoi-san sedang makan tanpa henti, benar-benar larut dalam kelezatannya.
Melihat antusiasme Aoi-san, penjualnya pun senang dan terus membawakan berbagai sampel lain untuk dicoba.
Begitulah, setelah sekitar lima belas menit penuh dengan mencicipi---
"Kita beli lumayan banyak dari toko pertama, ya......"
"Mungkin sedikit kebanyakan, ya......"
Akhirnya, kami mencoba hampir semua produk yang ditawarkan. Saat kami meninggalkan toko, kantong belanja kami sudah penuh dengan ikan kering yang dibeli.
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
Rasanya benar-benar lezat, jadi aku tidak menyesal, tapi kurasa kami terjebak dalam trik si penjual yang pandai menarik minat pembeli. Maksudku, siapa sangka mereka benar-benar membawa nasi yang baru dimasak?
Berkat itu, kelezatan ikan kering ini seakan bertambah tiga puluh persen, jadi wajar saja kalau aku sampai beli terlalu banyak.
"Tapi, ikan kering bisa disimpan cukup lama, jadi nggak akan mubazir."
"Benar juga. Selain itu, kita bisa makan sebagian untuk makan malam hari ini."
"Lagi pula, kurasa Izumi dan Hiyori akan dengan cepat menghabiskan ini semua."
Kalau dipikir-pikir, membeli lebih banyak mungkin bukan keputusan buruk.
Nanti, aku bisa tanyakan pada mereka saat kami berkumpul lagi. Kalau mau, kami bisa beli lagi.
"Sekarang, ayo lihat ikan segar jug---hmm?"
Sambil berjalan, aku melihat kerumunan orang di depan toko ikan segar.
Banyak orang berkumpul sampai meluber ke jalan, dan mereka tampak bersorak-sorai.
"Kira-kira keramaian apa, ya?"
"Aku juga penasaran......ayo kita lihat."
Aku segera mendekat dan mengintip ke dalam dari sela-sela kerumunan.
Dan langsung saja, aku tahu alasannya.
"Ini......tiram."
Di sana, di atas gerobak berlapis es, bertumpuk tiram karang dalam jumlah banyak.
Ada papan harga bertuliskan 400 yen per satuan, dan di sampingnya ada meja kecil lengkap dengan kecap dan irisan lemon. Di bawah meja, ada ember untuk membuang cangkang.
Kalau meminta pada pegawai yang bertugas, mereka akan membukakan cangkang tiram, jadi pengunjung bisa langsung menikmatinya di tempat.
Popularitasnya luar biasa---bahkan saat aku sedang mengamati, banyak pelanggan membeli tiram, langsung menelan daging tiram yang besar, lalu tersenyum puas setelahnya.
"Akira-kun, aku mau coba!"
Aoi-san menggenggam tanganku erat, matanya berbinar penuh harap.
Melihat ekspresi menggemaskan itu, aku sama sekali tak punya alasan untuk menolak.
"Ya, ayo coba. Toh, kita sudah di sini."
"Permisi. Kami minta dua!"
Aoi-san menyerahkan uang pada pegawai, dan kami menerima tiram karang yang sudah dibuka.
Ukurannya yang besar membuat kami terkejut, lalu Aoi-san meneteskan sedikit kecap di atasnya, siap untuk dicicipi.
"Aoi-san, ini pertama kalinya kamu makan tiram?"
"Ya. Kalau kamu, Akira-kun?"
"Aku pernah makan tiram musim dingin, yang jadi favorit waktu musimnya, tapi tiram karang baru kali ini."
"Kira-kira rasanya beda, ya?"
"Ayo kita cari tahu."
Dengan penuh antusias, aku mendekatkan bibir ke tepi cangkang, lalu melahap daging tiram yang besar itu dalam satu gigitan.
Begitu kugigit, tekstur kenyal tiram langsung terasa, diikuti dengan rasa creamy yang ringan memenuhi mulut.
Semakin dikunyah, aroma segar laut menyebar, melewati hidung dengan sempurna.
Rasanya tidak sepekat tiram musim dingin, tapi justru menyegarkan, khas musim panas.
Saking enaknya, aku sampai mendongak tanpa berkata apa-apa.
"Aoi-san, bagaimana menurutm---?"?
Aku yakin dia pasti puas.
Aku menoleh ke arahnya untuk menanyakan pendapatnya.
"Aoi-san?"
Disana, aku melihat Aoi-san memegang dua tiram dengan kedua tangannya.
Kupikir dia belum memakannya, tapi......kenapa jumlah tiramnya bertambah?
"Aoi-san, apa yang terjadi?"
"Umm......aku ingin coba dengan lemon juga."
Melihat keterkejutanku, Aoi-san terlihat sedikit tidak nyaman dan mengalihkan pandangannya.
Dengan kata lain, saat aku terbuai dengan rasa tiram hingga menengadah, Aoi-san telah menghabiskannya dalam sekejap dan terpesona dengan kelezatannya sampai-sampai dia memesan tambahan. Dia bahkan memikirkan untuk membelikan satu lagi untukku.
"Bukan begitu! Rasanya enak sekali, bukannya aku mau makan sendiri---"
Aoi-san tampak mengangkat tiramnya seperti perisai, mencoba bersembunyi di baliknya sambil berusaha keras memberikan alasan.
Aku tidak bisa menahan senyum melihat ekspresi Aoi-san yang begitu lucu.
"Aku juga ingin mencobanya dengan lemon."
"B-Benarkah? Bagus kalau begitu."
Jadi, kami pun memeras lemon bersama-sama dan siap untuk menyantapnya.
Saat aku mendekatkan cangkangnya ke mulut, aroma menyegarkan menggelitik hidungku bahkan sebelum memakannya.
Yakin bahwa ini pasti lezat, aku membawa tiram itu ke mulut. Saat menggigitnya, aroma laut yang segar yang tadi sudah terasa kini berpadu dengan kesegaran lemon, menciptakan sensasi segar luar biasa yang menyebar di seluruh mulut.
Di saat seperti inilah orang-orang menggunakan kata "melebihi ekspektasi."
"Hmm...hmm, hmm!"
Kami saling berpandangan sambil mengangguk berulang kali.
Mungkin karena sedang makan, kata-kata tak lagi diperlukan untuk menggambarkan kelezatannya.
Kecapnya enak, tapi lemonnya juga enak, dan kalau begitu, kenapa tidak ada saus ponzu?
Setelah menikmati setiap gigitan dengan perlahan, aku menatap ke arah Aoi-san yang sedang menutup mulutnya dengan tangan sambil tersenyum lebar. Ekspresinya begitu bahagia, seakan dia akan naik ke langit kapan saja.
Melihat seorang gadis menikmati makanannya dengan begitu lahap memang sangat menarik.
"Baiklah. Kita beli saja."
"Ya. Kita beli yang banyak."
Tanpa perlu berdiskusi panjang, kami memutuskan untuk membelinya.
Awalnya, aku berpikir untuk membeli lima tiram sesuai jumlah orang. Tapi, tunggu sebentar. Jika tiram mentah saja bisa terasa sangat enak, pastinya tiram panggang dalam cangkangnya juga akan luar biasa lezat. Rasanya, satu tiram per orang tidak akan cukup.
"Permisi, kami beli sepuluh tiram."
Aku meminta dua kali lipat jumlahnya, yakin bahwa semua pasti ingin mencoba tiram mentah dan panggang. Sang penjual yang murah hati bahkan menambahkan dua tiram ekstra.
"Malam ini kita pesta tiram!"
"Jadi nggak sabar menunggu malam ini!"
Setelah mengucapkan terima kasih pada penjual, kami melanjutkan langkah ke dalam toko ikan segar. Suara riuh para penjual terdengar dari segala arah, sementara di lantai berjejer kotak-kotak berisi ikan yang hampir memenuhi ruang untuk berjalan. Beberapa bahkan menampilkan ikan hidup di dalam akuarium.
Di sini ada ikan kakap merah, ikan seabass, dan hirame yang sedang musim. Selain itu, pilihan lainnya pun melimpah, mulai dari lobster Ise hingga abalon.
Melihat semuanya saja sudah membuatku tak bisa menahan semangat.
"Aoi-san, ada ikan yang menarik perhatianmu?"
"Semuanya menarik!"
Aoi-san menjawab dengan cepat.
Aku pun setuju, tapi karena kami tak bisa membeli semuanya, memilih jadi hal yang sulit.
"Masih ada banyak toko lain, jadi bagaimana kalau kita lihat-lihat dulu baru memutuskan?"
"Benar juga. Siapa tahu ada ikan bagus lainnya di toko lain."
Padahal ini baru toko kedua, tapi tanganku sudah penuh dengan berbagai belanjaan.
Kami pun melanjutkan pencarian, berkeliling mencari ikan-ikan yang sekiranya bisa menjadi menu makan malam yang sempurna.
*
Post a Comment for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J5 Bab 6.2"