Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kimi no Wasurekata wo Oshiete [LN] J1 Bab 0.1 Prolog

 

Prolog




Tidak masalah kapan pun aku mati.


Bagaimanapun, itulah akhir dari sampah yang lari dari masa mudanya.


Dengan sedikit mencela diri sendiri, aku melamun saat diberi penjelasan yang sama saja dengan pernyataan sisa harapan hidupku di rumah sakit.


Suasana berat yang diciptakan oleh dokter berjubah putih. Barisan panjang dialog yang mengikutinya jatuh dari kanan ke kiri, dan bahkan setelah aku meninggalkan ruang dokter yang berbau obat, aku bahkan tidak merasakan kehampaan. Aku tidak bisa merasakannya.


Ponsel yang belum bisa kubayar sendiri.


Sambil mengecek layar untuk mencari informasi mengenai permainan sosial dan anime yang sedang tren, aku mengosongkan pikiranku di kursi penumpang minitruk yang sedang diparkir.


Gawat, aku hampir lupa misi harianku. Aku harus mengirimkan ekspedisi panjang sesegera mungkin. Event ini akan sulit kalo aku tidak meningkatkan levelku.


Sudah masuk anime musim gugur ya.......aku bahkan belum menyelesaikan anime musim panas.


Hari demi hari, hari demi hari, tanpa henti.


Kecuali saat tidur, aku hanya menggunakan pikiranku untuk hal semacam ini.


Bahkan jika diberitahu bahwa aku tidak memiliki waktu yang lama untuk hidup, pola berpikirku yang sudah rendah ini tidak berubah sedikit pun. 


"Kalau kau ngga sibuk, nyalakan mesin dan penghangatnya. Ini dingin sekali, dasar anak bodoh."


Pintu pengemudi terbuka dengan kasar dan seorang wanita dengan alis berkerut masuk.


Rambutnya yang panjang berwarna cokelat kemerahan bergelombang karena rambut tidurnya dan dia mengenakan anting-anting berkilau di telinganya.


Dia mengenakan denim pudar, rompi pria, dan sol sepatu kets kusamnya berada di atas pedal.


Tanpa berhenti bermain dengan ponselku, sambil menatap layar LCD,


"Dari mana saja?"


Aku bertanya pada wanita usia 40an itu......maksudku, pada ibuku.


"......Hah? Aku ke toserba beli kopi dan manju."


"Kalau cuma itu, kurasa agak telalu lama."


"Berisik. Palingan juga baru dua menit."


Tidak, kurasa aku sudah menunggu lebih dari 15 menit. Tapi, ibuku yang kekanak-kanakan bersikeras mengatakan baru dua menit. 


Kalimat yang mengintimidasi dan ekspresi cemberut di wajahnya menunjukkan sisa-sisa mantan berandalan. Ibu menyalakan mesin minitruk dan menaikkan suhu pemanas di dalam mobil.


Dia mengambil sebuah kantong dari toserba dan menawariku sebuah manju.


"Kau boleh makan satu. Makanlah sambil berterima kasih pada ibumu ini yang baik hati seperti orang suci." 


"Tapi, aku ngga punya uang."


"Aku ngga mengharapkan itu sejak awal. Kau tidak pernah membayarku sekalipun kan. Kau pikir siapa yang membayar ponsel yang selalu kau mainkan, dan untuk janji temu dengan dokter hari ini?"


Seperti biasa aku ditertawakan. Aku kehilangan kata-kata, seriusan.


Aku menggigit sepotong manju yang sudah dibelah menjadi dua, sementara uap dari daging yang gurih memenuhi hidung.


Makanan yang dibeli dengan uang orang lain rasanya enak. Menyedihkan, memalukan, perasaan negatif seperti itu telah lama hilang. Manju yang dibelikan orang tua adalah kelezatan yang terlarang. Bermain game jejaring sosial dengan uang orang tua adalah dosa.


Setelah selesai memakan bagiannya sendiri, ibuku memindahkan persneling minitruk dengan gerakan yang sudah terbiasa.


Namun, baru saja kami mulai pergi dari tempat parkir rumah sakit---


"Uwaaah! A-A-A-Apaan!?"


Mesin minitruck mati saat akan berjalan!!


Aku menjerit menyedihkan saat aku dihantam oleh getaran hebat dari segala arah. Guncangan berhenti setelah beberapa detik, tapi baik aku maupun ibuku tergeletak di dasbor.


Aku belum pernah mengalami mesin mogok sejak di sekolah mengemudi, dan sejauh yang kutahu, ini mungkin pertama kalinya ibuku, yang terbiasa mengendarai mobil bertransmisi manual, mengalami mogok......


"......Yang benar saja."


"......Cih, berisik. Dari dulu kau selalu menyebalkan."


Decak lidah dan kilatan di mata binatang buasnya seakan-akan mengatakan, 'Jangan katakan apa-apa lagi, jangan mengejekku, kubunuh kau'. Aku menutup mulutku untuk sementara waktu, karena sebuah tinju mungkin akan melayang ke arahku.


Ibu yang sekarang memfokuskan diri, dengan lancar menjalankan minitruck. Dia memutar kemudi ke arah rumah.


"......Hei, Bu."


"Apa? Jangan bilang kau tidak enak badan?"


Meski sambil merasa bersalah karena ibuku yang tidak biasanya terlihat sangat khawatir,


"Karena kita sudah jauh-jauh datang ke kota, tolong mampir ke TATSUYA!"


"Hah? Mau kulempar kau keluar jendela?"


Ketika aku menyatukan kedua tangan dan menundukkan kepala, meskipun dengan kesal ibuku mengemudikan truk menuju ke toko penyewaan, betapa baik dan manisnya dia. Meskipun kalau kubilang itu tidak cocok dengan wajahnya, aku akan dimarahi.


Setelah membeli komik dan perangkat lunak video game dengan ibuku yang membayarnya, kami meninggalkan pusat kota, diburu-buru oleh sang pengemudi yang ingin segera sampai di rumah.


Setelah sekitar 40 menit berkendara, sawah dan hutan mendominasi sebagian besar lanskap.


Musim panen padi pun hampir berakhir.


Sebagian besar sawah telah dikeringkan dan telah berubah menjadi warna tanah yang kering. Tidak ada toko-toko cabang, hanya ada beberapa toko pribadi, tempat makan dan penginapan kecil di jalan pedesaan.


Rasanya sangat dingin tanpa mengenakan pakaian luar. Bulu kudukku berdiri, kehangatan matahari yang mengintip dari balik awan, serangga musim gugur yang beterbangan dan bernyanyi dalam paduan suara, rerumputan mati yang menumpuk di pinggir jalan, pepohonan musim gugur dan dedaunan cerah yang tumbuh di sepanjang rel kereta api setempat.......pemandangan ini, perasaan ini, warna ini, semuanya membuatku nostalgia. 


"Hei! Pak tua Aizawa! Butuh bantuan buat manen padi?"


Ibuku membuka jendela pengemudi dan menyusul sebuah traktor panen saat kami melintas dan mulai mengobrol. Dia sedang berbicara dengan seorang pria tua yang tinggal di lingkungan kami, jadi dia bercakap-cakap dengan ramah.


Namun, aku membungkuk dan menyembunyikan diri sebisa mungkin.


Soalnya, aku benci ini. Aku tidak ingin mengekspos diriku yang tidak bekerja pada penduduk setempat.



Aku sudah lama tidak melihat putra Matsumoto-san!


Ah~ ia tinggal di rumah dan bukannya bekerja? Apa yang akan ia lakukan kedepannya ya?



Sangat mudah untuk membayangkan bahwa hal ini akan menjadi bahan obrolannya.


Sementara pikiranku sedang terhenti, kami sampai di rumah satu lantai yang nyaman. Ibu memarkir mobil dengan kasar di ujung taman, memutar kunci dengan hati-hati, mematikan mesin dan menarik rem tengan.


"Kau......akan menjalani operasinya, kan?"


Orang yang tadi begitu riang, bertanya dengan  merendahkan suaranya sedikit. Seolah dia sedang berusaha mengeluarkan benda asing yang ada di belakang tenggorokannya.


"Aku masih belum memutuskannya. Tolong beri aku......sedikit waktu untuk memikirkannya." 


"......Begitu."


Aku sudah siap dimarahi, tapi reaksinya ternyata sangat ringan dan membuatku bingung. Ibu membuka pintu pengemudi dan turun, lalu berjalan cepat kembali ke rumah.


Yah, luangkan waktu untuk memikirkannya---katanya.


Aroma tak sedap yang membelai hidungku adalah tembakau. Mungkin itu milik orang yang mengemudi sebelumnya. Meskipun dia terlihat dan berperilaku seperti berandalan, kupikir dia menghindari alkohol dan rokok.


Karena aku belum pernah melihatnya mengkonsumsi itu.


Tidak, hanya sekali, jejak yang terbaring di kedalaman ingatanku yang samar-samar. Aku tidak tahu kapan itu terjadi. Kurasa itu terjadi ketika aku masih sangat kecil saat ayahku meninggal karena sakit.


Saat itu, ibu menangis seperti hujan lebat dengan kelopak matanya yang bengkak.


......Yah, jangan paksakan diri untuk mengingatnya.




Aku kembali ke kamarku yang penuh dengan game dan komik dan menutup tirai, meskipun hari masih sore. Aku berguling ke tempat tidur dan membaca dengan teliti komik yang baru saja dibeli.


Setelah selesai membaca komiknya, aku akan bermain game sampai pagi hari ini.......sambil memikirkan pola tindakanku yang biasa pun, ada kekosongan yang tersembunyi dalam hobiku membuang-buang waktu.


Kenapa aku mempertahankan ketenangan yang aneh sekarang?


Mungkin karena aku merasa jengkel dengan gacha game jejaring sosial yang tidak menghasilkan karakter rare, mencium bau rokok, atau mengenang masa lalu yang jauh. Mungkin karena aku bernostalgia dengan kampung halamanku.


Apakah aku berpikir bahwa ini adalah masalah orang lain? Apakah aku dimabukkan oleh objektivitasku sendiri?


Bahkan jika aku menjalani operasi, hanya sekitar 30% kemungkinan aku akan bertahan dalam 5 tahun. Kelihatannya penyembuhan total hampir tidak mungkin dilakukan, dan jika tidak ada tindakan yang dilakukan, aku bisa meninggal dalam waktu enam bulan hingga satu tahun.


Yang kulakukan hanyalah makan tanpa bekerja, menghabiskan waktu dengan game dan internet, membuat kotoran dan tidur meski tidak melakukan apapun yang melelahkan. Tidak perlu rawat inap atau operasi yang bisa memperpanjang hidupku.


Itu hanyalah membuang-buang uang orang tuaku yang bernilai untuk orang yang tidak berharga yang tidak bekerja atau memiliki romansa.


Pria pengangguran berusia dua puluh tahun yang tertutup.


Namanya Matsumoto Shuu.


Ia tidak memiliki impian, tujuan, hobi yang ia tekuni, dan bahkan tidak membayar pajak minimum, keberadaan yang bisa menghilang kapan saja dan begitu saja tanpa jejak.


Bahkan jika mereka memperpanjang hidupnya, bahkan jika ia tidak kambuh, itu hanya akan memperpanjang kehidupan yang tidak berarti ini.


Karena itu---tidak masalah kapan pun aku mati.


Bagaimanapun, itulah akhir dari perjalanan sampah yang lari dari masa mudanya.

******




"Hari ini aku baik-baik saja......ya."


Keesokan harinya---aku terbangun di kamarku yang remang-remang meski masih sore.


Tidak ada perubahan besar pada kondisi fisikku, dan aku bangun kesiangan, sama seperti rutinitasku yang biasanya. Sekitar seminggu yang lalu, segera setelah aku bangun tidur, aku mengalami sakit kepala hebat dan mual, yang membuatku menjalani pemeriksaan medis lengkap.


Secara naif aku mengira bahwa hal ini disebabkan oleh tekanan mental karena aku akan mulai bekerja di sebuah pabrik di mana aku menerima tawaran pekerjaan melalui koneksi tetangga.


Ketika aku berkonsultasi dengan dokter saat pemeriksaan kesehatan sebelum aku akan bekerja, aku disarankan untuk mengunjungi rumah sakit umum di kota, yang kemudian membuahkan hasil kemarin. Namun, di tengah semua itu, pihak pabrik juga menolak mempekerjakanku.


"Shift malam, sistem tiga shift, empat puluh jam lembur......ini akan memperpendek usiaku......"


Alasan konyol untuk seseorang seperti diriku yang sudah diberi tahu sisa waktu hidupku. Terkurung di rumah selama setengah tahun juga mengasah kebiasaanku melarikan diri.


Kenapa juga aku harus diikat selama sembilan jam sehari. Kenapa juga aku harus bekerja lebih dari lima hari dalam seminggu? Bahkan pada hari libur, aku harus melakukan perjalanan bisnis dengan kolega dan pergi minum-minum, dan aku juga tidak berpikir aku bisa menemukan pekerjaan di perusahaan putih.


Mereka juga akan menggali lebih dalam tentang alasan putus kuliahku, dan jika aku jujur tentang gaji dan liburan yang menarik, aku tidak akan diterima. Bahkan jika bekerja itu demi kehidupan yang normal......aku tidak mengerti artinya.


Bagiku, tidak ada artinya aku hidup.


Ketika aku melangkah ke dapur, ada semangkuk nasi goreng di atas meja, ditutupi dengan bungkus plastik. Sebagian besar hidangan yang dimasak oleh ibuku adalah makanan yang kelihatan akan disukai oleh pria. Atau lebih tepatnya, dia sendiri menyukainya.


Butir-butir nasi yang dibungkus dengan telur keemasan dan rasa gurih dari nasi goreng dengan kecap asin menggugah selera. Nasi goreng yang dibuat oleh berandalan adalah hukum yang sangat lezat......tidak diragukan lagi.


"Iyori-san, kutaruh susunya disini ya-"


Suara pria paruh baya yang tidak asing terdengar dari ambang pintu. Kenalan orang tuaku. Ia mungkin mengira kehadiranku di dapur sebagai ibuku, tapi di siang hari dia sedang pergi bekerja, jadi pada dasarnya dia tidak ada.


Nah, dalam kasusku, aku akan berpura-pura tidak ada di rumah. Sudah menjadi sifat alami seorang NEET untuk ingin terlibat dengan penduduk setempat sesedikit mungkin. Aku berkamuflase dengan pemandangan dapur dan menahan napas.


Kalau ia menemukanku, pasti akan jadi merepotkan. Cepatlah pulang. Tinggalkan botol susu yang kau antar dan pulanglah.


"Ah, Shuu-kun ya! Kau sudah besar ya!"


Mata kami bertemu. Uwah, aku ketahuan. Dapurnya terlihat jelas dari pintu masuk, jadi aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja dan pergi ke pintu depan.


Aku menyalami paman itu yang terlihat lebih tua dari yang kuingat, dan memberinya salam singkat.


"Kudengar dari Iyori-san kalau kau kuliah di Tokyo, tapi apa kau sedang pulang sekarang?"


"Tidak......aku keluar. Aku kembali ke rumah sekitar enam bulan yang lalu."


Ia membalas tersenyum kecut, seolah sudah bisa menebak.


"Ah......begitu ya. Padahal itu universitas yang terkenal yang bahkan orang desa pun pernah mendengar tentangnya. Tapi, kau masih muda dan tidak ada salahnya untuk beristirahat di rumah!"


"I-Itu benar. Aku berpikir untuk meluangkan waktu dan mencari pekerjaan juga."


"Meskipun di sekitar sini, hanya ada penginapan dan pabrik. Juga, kalau kau ngga punya mobil sendiri, sulit untuk bekerja di pinggiran kota."


Bagaimanapun sulit mengatakan kalau aku NEET yang mengurung diri......di sisi lain, bahkan jika aku berbohong, kemungkinan besar akan terbongkar melalui ibuku, jadi aku tidak punya pilihan selain memberi tahu tentang situasiku saat ini.


Mata sayu dan berawan, janggut yang belum dicukur, rambut yang hampir menyentuh bahu, dan baju tidur yang kotor......aku yakin kalau aku bisa mengekstrak kaldu kental NEET dari diriku sendiri.


Ngomong-ngomong, paman itu sudah pensiun dan sekarang bekerja antara bertani dan mengantar susu.


Orang-orang yang berusia paruh baya ketika aku masih kecil sudah memikirkan kehidupan kedua mereka ya......


"Apa kau tetap berhubungan dengan anakku? Apa ia tahu kau ada di rumah?"


"Tidak, kurasa ia tidak tahu. Ia orang yang berisik dan usil, jadi kalau bisa tolong jangan katakan padanya."


"Aku mengerti! Kalau kau tidak sibuk, bermainlah bersamanya saat kau sudah tenang! Tapi anaknya yang sedang dalam puncak kenakalannya itu merepotkan ya! Ia adalah cucuku yang lucu, dan aku memanjakannya sebagai seorang kakek! Begitulah~"


Ia mulai berbicara tentang cucunya yang tercinta, dan aku berubah menjadi memaksakan diri untuk tersenyum.


Setelah beberapa menit mengobrol, paman pengantar susu pun menaiki motornya ke alamat pengiriman berikutnya.


Aku tiba-tiba kelelahan.......mengobrol selama lebih dari satu menit itu bagaikan neraka bagi NEET hikikomori.......Di Tokyo, tidak ada interaksi dengan tetangga, tapi penduduk setempat di sini bisa memulai berbicara dengan mudahnya. Suram.




Setelah menata susu botol yang kuterima di kulkas, aku menyalakan TV sebagai pengganti musik latar untuk makan siang.


Namun, pada saat ini, hanya tayangan ulang drama atau variety show yang ditayangkan. Saat aku mengganti saluran secara acak, perhatianku tertuju pada berita hiburan pada acara yang ditayangkan.


Aku benar-benar lengah. Aku tidak menyangka bahwa wajah dan nama yang sangat kukenal, yang seharusnya sudah terputus dari kehidupanku, ada di layar LCD.


『---Sungguh~ Saya terkejut dengan keputusannya istirahat dari industri. Diumumkan bahwa itu karena masalah mental atau emosional......namun apa yang sebenarnya terjadi dengan dia yang sedang naik daun ya.』


Itulah kata-kata dari presenter dalam laporan spesial. Aku terkesiap, mataku terpaku pada layar dan tanganku yang sedang memagang sendok benar-benar berhenti bergerak.


Aliran lagu dan nyanyian yang terus menerus memaksa gendang telingaku untuk tergerak.


Hal ini membuat kesadaranku yang tertidur bangun.


『---Ada kemungkinan bahwa dia sedang berjuang dengan perbedaan musik dengan label-nya. Dia masih seorang mahasiswa, jadi mungkin dia belum beradaptasi dengan industri musik profesional? Saya juga berpikir demikian.』


『---Dibandingkan dengan masa-masa indie-nya, belakangan ini, banyak penggemar yang merasa bahwa dia tampak sedikit lelah. Bagi kami juga, sayang sekali kami tidak bisa mendengar suara merdunya.』


Aku merasa jengkel dengan para komentator yang hanya berspekulasi dan membuat teori-teori khayalan. Itu adalah ruang hampa di mana orang-orang yang tidak tahu apa-apa hanya mengatakan apa yang mereka inginkan karena mereka dibayar.


Tapi itu juga tidak ada hubungannya denganku. Tidak mungkin ada. Lucu sekali jika orang luar merasa jengkel. Aku tidak peduli. Aku......lari dari "orang itu". Namun, dia muncul seperti ini.


Aku bisa melihat dan mengingat wajah dan kenangan yang terekam......di mataku, di telingaku, di ingatanku.


Video penyanyi-penulis lagu dengan nama panggung SAYANE yang tampil di sebuah panggung besar telah menjadi sebuah pencapaian sejak dia melepaskan tanganku. Dan itu adalah sesuatu yang tidak diketahui olehku yang sudah menjadi orang luar. 


Tur live solo di kota-kota besar, 10.000 orang menghadiri konser gratis di tujuan wisata......penonton yang antusias dimabukkan olehnya sebagai seorang profesional.


"......"


Aku mematikan TV secepat kilat sambil memegangi kepalaku.


"Hei, kau baik-baik saja? Wajahmu terlihat pucat."


Saat aku menyadarinya, ibuku berdiri di pintu masuk dapur. Dia mengenakan kemeja kerja polos dan topi jala, yang berarti dia masih dalam jam bekerja.


Aku sedang menonton TV dan tidak menyadari bahwa dia ada di sini. 


"Tidak, kondisiku baik-baik saja. Aku hanya memikirkan sesuatu."


"Haa......jangan mengagetkanku, anak bodoh. Aku sudah repot-repot ke sini karena mengkhawatirkanmu lho."


"Ahaha......maaf. Apa ibu datang untuk memeriksaku karena khawatir?" 


"Kalau itu, kau tahu......kau mungkin akan pingsan saat aku tidak ada, kan? Aku bisa dengan mudah datang menemuimu saat makan siang atau waktu istirahat."


Ibu menghembuskan napas lega. Sebuah truk yang digunakan oleh perusahaan gas lokal diparkir di bahu jalan di depan rumah kami. Pekerjaan ibu adalah mengganti gas propana di daerah ini dan menjual parafin.


Satu-satunya toko gas kecil di daerah ini, jadi mereka bisa fleksibel dengan jam kerja mereka sampai batas tertentu (meskipun mereka hanya memiliki seorang manajer dan rekan kerja yang patuh pada ibu).


"Ah, ngomong-ngomong, aku mendengar tentang hal ini di rumah Kanno-san saat pergi ke sana untuk mengganti gas---"


Ibu menepukkan tangannya seolah mengingat sesuatu.


"Kudengar gadis itu sudah kembali ke rumah orang tuanya."


"G-Gadis itu.....siapa?"


Aku punya firasat buruk. Itulah yang dikatakan oleh naluriku.


"Apa kau tidak menonton berita hiburan? Kelihatannya dia sedang rehat."


Aku baru saja menontonnya. Variety show yang terlihat ramai dengan edisi tentang dirinya. 


Aku baru saja menontonnya, topik yang sama persis---



"Tentu saja itu Sayane-chan dari keluarga Kiriyama."



Ah, aku jadi ingin menghilang dari dunia ini sesegera mungkin.


Setelah bertahan sekian lama, yang menantiku adalah permainan hukuman yang akan berlangsung selamanya.

******




Boom-boom♪ Dodd-dodd♪


Berisik......


Don, bobon, bup, zun zun♪



......Berisik!!!



Aku bangun dengan tidak menyenangkan dalam arti yang berbeda dari ketika aku bangun dengan sakit kepala dan mual beberapa hari yang lalu. Suara bass nada rendah yang berirama yang keluar dari woofer menggetarkan udara dingin dan kering dengan keras.


Jam masih menunjukkan pukul delapan pagi. Aku biasanya masih tidur, jadi aku sangat mengantuk...... 


Aku mengintip sekilas ke luar kamar melalui tirai. Ada sebuah mobil minivan keluarga diparkir di bahu jalan di depan rumahku. Sepertinya ini adalah jenis mobil yang disukai oleh para pemuda berandalan. Mobil ini pasti juga sumber dari musik hip-hop ringan yang akan mengejutkan orang-orang tua di lingkungan sekitar.


Dan, aku kenal seseorang yang sepertinya menyukai mobil dan musik seperti ini!


"Hei! Shuu~!"


Seorang pria bertubuh besar, sang pengemudi, keluar dari mobil. Hentikan itu, jangan panggil namaku keras-keras. Kau mengganggu tetangga dan membuatku malu. Cepat pulanglah.


"Shuu-kun~ Ayo main~"


Aku benar-benar jengkel.......jangan terbawa suasana dan melambaikan tangan atau semacamnya.


Aku menutup tirai agar si pria hip-hop itu tidak menyadariku, tapi, 


"Ini Masakiyo! Maaf mengganggu!"


Oioioi, barusan......di depan pintu, ada kata-kata 'Maaf mengganggu'---


"Oh, Masakiyo ya! Mobilmu berisik banget! Jangan terlalu bersemangat hanya karena kita berada di pedesaan! Sudah kubilang kan kalau saat ini kita harus mengendarai mobil ramah lingkungan dan minitruk!"


"M-Maafkan aku, tapi ini sudah jauh lebih kalem sejak aku punya anak perempuan! Aku akan menjual Land Cruiser dan membeli Alphard!"


"Seriusan!? Lain kali bawa juga anakmu!"


Obrolan antara ibu dan pria hip-hop itu bergema di rumah satu lantai ini. Kedengaran seperti percakapan nostalgia.....bukan itu, aku merasa ini akan merepotkan. Suruh ia pergi, suruh ia pergi, Bu!


Tapi---


"Hei, anak bodoh. Masakiyo ada di sini."


Pintu kamarku terbuka dengan suara gemuruh yang bisa saja disalahartikan sebagai sambaran petir.


"Sepertinya ia ingin bermain denganmu, bagaimana? Kalau kau tidak enak badan, aku akan menolakkannya."


"......Badanku tidak ada masalah, tapi aku sedang tidak mood---"


"Kelihatannya ia akan tetap berada di depan rumah sampai kau keluar kamar lho? Kau akan mendapat uang setara 20 hari kerja tambahan."


Uwah......Seriusan?


"Sekalian, pergilah dan potong rambut panjangmu yang jelek itu. Aku akan memberikan kembaliannya."


"......Mau gimana lagi. Mungkin aku akan pergi main sesekali!"


Keteguhan hati pria hip-hop itu lebih besar daripada keteguhan hatiku. Ini sama sekali bukan karena ibuku memberi lima ribu yen. Aku bukan NEET murahan yang akan tergoda dengan uang.


Di tempat pangkas rambut terdekat, biaya potong rambut itu seribu lima ratus yen......aku tidak bisa menyangkal bahwa orang miskin sepertiku sangat menyambut kembalian tiga ribu lima ratus yen itu.


Baca novel ini hanya di Musubi Novel


Aku membasuh wajah kotor baru bangun tidurku, mencukur jenggot dan berganti pakaian dengan salah satu dari sedikit pakaian kasual yang pantas kukenakan di depan umum. Bagaimanapun, aku baru berusia 20 tahun. Apa ini membuatku terlihat seusiaku?


"Berjemurlah di bawah sinar matahari sesekali dan bersihkan badanmu yang apek itu."


"......Yaa. Aku pergi."


Meski aku meninggalkan rumah sambil menghela napas, tapi ibuku yang mengantarku sambil membaca koran di ruang keluarga dan tersenyum, terlihat agak senang.


Mungkin karena sudah lama sekali aku tidak pergi main dengan seseorang......ya.


Aku mendekati mobil yang diparkir di bahu jalan dan mengetuk jendela samping pengemudi. Ia membalasnya dengan semacam isyarat 'naik ke kursi penumpang', jadi aku pun naik ke kursi penumpang.


Seperti yang kuduga, di dalam mobil sangat berisik. Si pria hip-hop yang terdengar seperti berandalan dengan handuk di lehernya mengecilkan volume untuk memulai percakapan.


Ia masih pria besar yang sama dengan rambut pendek. Ini masih merupakan tampilan yang lebih kalem daripada di masa lalu, tapi kesan abang berandalan masih ada di sana.


"Lama tak bertemu, Tomi-san."


"Lama ngga ketemu ya, Shuu! Ini mendadak jadi aku minta maaf, tapi---"


Aku merasa nostalgia dengan cara bicaranya padaku yang lebih muda darinya dengan aksennya yang sangat kental, meskipun ia berbicara dengan sopan pada ibuku. Aku merasakan kalau aku telah kembali ke kampung halamanku semakin kuat.


Setelah mengucapkan salam singkat, ia segera memindahkan persneling ke D, dan mobil mulai melaju.


"Ayo kita jalan-jalan!"


Kota Harusaki Distrik Tabinagawa---bekas kota Tabinagawa.


Kami memulai perjalanan mengelilingi daerah setempat, yang dibangun di atas mata air panas dan alam.




Toyotomi Masakiyo......Senior di kampung halamanku yang kupanggil 'Tomi-san'. Ia adalah tetangga yang biasa bermain denganku ketika aku masih SD, dan usia kami terpaut sekitar delapan tahun.


Sudah sekitar tujuh tahun sejak kami bertemu seperti ini. Kami biasanya bermain di sekitar area setempat setiap hari, tapi Tomi-san menjadi sibuk dengan pekerjaan dan komitmen lainnya, jadi kami terpisah.


"Tomi-san, kamu itu sudah kerja kan, apa tidak apa-apa main dari pagi hari? Apa mungkin kamu shift malam?"


"Kau......apa kau bahkan sudah tidak ingat lagi hari-hari dalam sepekan? Hari ini Sabtu, jadi pabrik kami libur."


"Sejujurnya, aku tidak terlalu merasakan hari-hari dalam sepekan akhir-akhir ini. Itulah sisi negatif dari tinggal di rumah sepanjang waktu ya......"


Kalau dipikir-pikir, ibuku juga sedang bersantai saja hari ini. Jadi itu karena sekarang akhir pekan dan mereka libur ya.


Pabrik suku cadang mobil tempat Tomi-san bekerja adalah subkontraktor lokal yang terkenal. Ia mengatakan bahwa ia pada dasarnya libur pada hari Sabtu dan Minggu, kecuali selama musim sibuk.


"Bagaimana kamu tahu kalau aku berada di sini?"


Aku bertanya pada Tomi-san, yang sedang menyetir, sambil melihat keluar jendela ke arah pemandangan yang sepi.


"Ha ha ha! Sudah jelas karena ayahku memberitahuku. Pedesaan ini kecil, jadi kau tidak boleh ceroboh membicarakan rahasia dengan tetanggamu."


"Haa......"


"Mungkin semua rumah tujuan pengiriman ayahku sudah tahu kalau kau adalah seorang NEET."


Baca novel ini hanya di Gahara Novel


Tomi-san tersenyum lebar. Pak tua dari toko susu itu, padahal aku sudah memintanya untuk tidak memberi tahu anaknya. Pria itu adalah ayah Tomi-san, jadi aku tidak ingin bicara terlalu banyak.


Aku meremehkan kekuatan komunitas di pedesaan. Seperti penyakit menular, rumor menyebar dengan cepat.


Namun sekarang, setelah pembicaraan meluas dengan kisah pengangguranku, kurasa keteganganku telah terangkat. Aku sedikit khawatir, apa aku akan bisa berbicara pada jarak yang sama seperti sebelumnya.


Bagaimanapun, sambil menyembunyikan fakta bahwa aku sedang sakit, mobil berkeliling di sekitar kota tua saat kami saling menceritakan situasi terkini.


"Hmm? Apa di sana memang area kosong?"


Ketika kami mendekati sebuah daerah yang jarang kukunjungi baru-baru ini, aku menunjuk ke sebuah lahan terbuka. Kalau ingatanku dari masa kecilku benar, seharusnya ada sebuah rumah di sana.


"Ah, rumah nenek Uetani? Dia meninggal sekitar setahun yang lalu, dan keluarganya menghancurkannya karena tidak ada yang tinggal di sana lagi. Tanah ini dijual sekarang."


"......Begitu ya."


"Anak-anaknya tinggal di wilayah Kanto, jadi mau bagaimana lagi. Tidak banyak pekerjaan di sekitar sini dan sebagian besar anak muda pergi ke kota."


Tidak ada pekerjaan penuh waktu yang layak dan upah minimum di daerah ini berada di angka 700-an yen, jadi bisa dimaklumi. Semakin jauh mobil melaju, semakin banyak tempat yang muncul yang berbeda dari apa yang kuingat dari beberapa tahun yang lalu.


Toko sepeda yang memperbaiki ban kempes, restoran yang menjual gyoza jumbo, dan tempat karaoke yang tampaknya menjadi tempat yang berharga bagi penduduk untuk bersantai......semua bangunan ini sudah tidak hidup lagi dan menjadi bangunan kosong.


"Kalau mencari pekerjaan, mungkin jadi pengurus pemakanan lebih baik? Dengan jumlah lansia yang terus meningkat, itu adalah industri yang sangat menguntungkan kan?"


Tomi-san tertawa sambil bercanda, tapi ini bukan hal yang bisa jadi bahan tertawaan.......aku bisa merasakan bahwa kami berada di garis depan masalah sosial yang serius. Ketika aku melihat sekeliling kota, ada lebih banyak orang tua yang berjalan-jalan daripada anak-anak.


Di pusat Kota Harusaki, fasilitas umum berkembang dengan baik dan terdapat stasiun kereta Shinkansen juga.


Kota lokal Tabinagawa digabungkan ke dalam Kota Harusaki sebagai hasil dari peleburan, tapi kereta api hanya beroperasi satu kali dalam satu jam, ada banyak salju dan hanya ada sedikit fasilitas komersial atau rumah sakit, jadi tidak heran jika kota ini tidak populer di kalangan anak muda.


Sejak penutupan supermarket Lidl Star dan Uzue, belanja bahan makanan jadi tidak praktis.


Populasi distrik ini kurang dari 1.000 orang dan usia rata-rata penduduknya mencapai akhir lima puluhan......Pemandian air panas dan dedaunan musim gugur yang khas lebih disukai oleh generasi senior.


"Tapi, aku suka kampung halamanku ini. Aku menikah di sini, membangun rumah baru di sini, dan aku ingin membuat kota ini lebih hidup."


Orang ini baru berusia dua puluh delapan tahun dan sudah membeli rumah sendiri.


Bagiku---menikah, memiliki anak, dan membeli rumah sendiri adalah dunia yang tidak kukenal.


"Kupikir wisatawan datang ke sini dengan caranya sendiri. Dedaunan musim gugur dan pemandian air panasnya cukup terkenal."


"Itu benar, tapi aku ingin melihat lebih banyak anak muda yang tinggal di sini secara permanen. Karena itu aku aktif berpartisipasi dalam asosiasi lingkungan dan menyelenggarakan acara-acara di kota."


"Kenapa, kamu bisa melakukannya sejauh itu?"


"Soalnya, aku lahir dan dibesarkan di sini. Aku yakin kau akan sedih melihatnya kehilangan vitalitasnya dan semua kesenangan serta kenangan yang kau miliki di sana akan hilang."


Aku ternggelam dalam perasaan kuatnya. Berapa banyak anak muda yang bisa berpikir seperti ini di zaman sekarang ya.


Seorang pria yang mencoba melawan konsep arus zaman yang tak terelakkan......meski ada juga orang bodoh yang pergi ke Tokyo untuk melarikan diri dari kampung halamannya.


"Kalau kau tidak sibuk, kau juga harus ikut membantu. Kami seriusan kekurangan anak muda."


"Yang benar saja."


Aku menolak dengan kecepatan cahaya. Karena itu jelas tidak mungkin.


"Ngomong-ngomong, berapa umur putrimu sekarang?"


"Dia berusia sembilan tahun tahun ini, jadi dia kelas tiga. Kau pernah bertemu dengannya sebelumnya, kan?" 


"Kira-kira ketika aku masih SMP. Saat itu dia masih bayi, begitu ya......dia sudah sembilan tahun sekarang ya......"


"Yah, aku berusia 19 tahun ketika aku menikahi istriku! Dan kami langsung bikin anak, jadi begitulah."


Aku merasa depresi dengan waktu yang berlalu terlalu cepat ini. Rasanya beberapa teman sekelasku juga akan ada yang segera menikah. Tapi---ketika kami mengobrol seperti ini, aku merasa tenang karena Tomi-san tidak berubah.


Dia adalah abang yang menyeretku kemana-mana dengan paksa dan memiliki senyum riang di wajahnya. 


Kami berkendara ke resor ski tempat kami bermain kereta luncur saat masih kecil, dan saat kami berbicara tentang berbagai hal tentang keluarga kami, tanpa terasa, dua jam telah berlalu.


"Kamu luar biasa ya, Tomi-san. Aku sangat mengagumimu, kamu menjalani kehidupan yang solid, membangun keluarga yang harmonis sebagai seorang panutan."


Dalam perjalanan pulang ke distrik tempat kami tinggal, aku menggumamkan sesuatu seperti itu. Keluarga bahagia Tomi-san begitu berkilau bagaikan dunia lain, bersinar begitu terang dan sangat menyilaukan.


"Aku tidak berpikir begitu. Menjalani kehidupan seperti anak itu, di mana terus mengejar impiannya dan mewujudkannya, kupikir yang seperti itu juga luar biasa. Aku bahkan tidak bisa meniru hal itu."


"......"


Aku langsung tahu siapa yang dimaksud dengan "Anak itu". Karena itu, aku tidak bisa mengucapkan sepatah kata pun.


"......Ngomong-ngomong, aku tahu jalan ini. Kamu bercanda kan......?"


Detak jantungku berubah menjadi ribut. Pengin pulang, pengin pulang.


Aku telah dijebak oleh perangkap Tomi-san. Aku segera merasakannya ketika aku terlambat menyadari bahwa pemandangan di sekelilingku adalah pemandangan yang tidak asing bagiku.


Aku tahu itu. Baik jalan berkerikil ini, lokasi daerah penuh pohon lebat, maupun rumah yang dekat dengan rumahku. Taman luas dan berkerikil dengan pohon-pohon pinus yang terawat dan kolam ikan mas......traktor dan mesin pemanen gabungan yang disimpan di gudang.


"Kita akan pergi ke rumah orang tua Sayane sekarang. Meski aku belum janjian sebelumnya."


"Jangan konyol! Aku mau pulang!"


Meski aku mencoba untuk keluar dari mobil, tapi kami sudah tiba di taman. Aku meringkukkan badanku di dalam mobil dan mengawasi Tomi-san yang keluar lebih dulu.


Guncangan yang tidak wajar. Keringat berminyak mengucur dari dahiku meskipun udara di luar sangat dingin.


......Tenang. Suara tubuhku yang gemetar bergesekan dengan pakaian luarku sama sekali tidak terdengar. Ah, hentikan. Kumohon jangan ada di rumah.


Aku menggoyangkan kakiku yang tidak berhenti gemetar dan terus bertanya-tanya apa aku harus kabur saja.


Beberapa menit kemudian, Tomi-san kembali masuk ke dalam mobil. Pintu depannya terbuka, jadi sepertinya ia berbicara dengan seseorang......


"Hei, Shuu."


"......A-Apa?"


"Ibu Sayane, dia masih tetap cantik seperti biasa ya."


Orang ini delapan tahun lebih tua dariku, tapi ia benar-benar idiot.


"Aku benar-benar jatuh cinta padanya saat masih SD lho?"


"Aku tidak peduli."


"Kalau aku masih lajang, kami mungkin akan melakukan cinta satu malam."


"Nggak nggak."


"Satu-satunya saat seorang anak SMP dari Tabinagawa menjadi terangsang secara seksual adalah saat mereka melihat ibumu atau ibu Sayane."


"Hei, hentikan."


Jangan buang waktumu buat bicara omong kosong dengan wajah tenang.


"Aah! Kenapa ibuku seorang wanita tua yang terlihat seperti gorila!? Ibu Sayane! Di kehidupan selanjutnya, berkencanlah denganku!"


Memangnya kau ini aib daerah sini apa---


Teriakan Tomi-san lebih keras dari yang diperkirakan, dan kurasa ibu Sayane bisa mendengarnya saat dia keluar ke taman untuk mengantarnya. Atau lebih tepatnya, dia pasti mendengarnya. Soalnya dia tersenyum getir.


Ngomong-ngomong, dia dan ibuku adalah teman seangkatan sampai SMP.


"Anak itu ngga di rumah. Katanya dia lagi pergi ke suatu tempat."


Desahan yang lebih berat dari baja keluar. Jantungku, yang tadinya berdegup kencang seperti livehouse, anehnya mendapatkan kembali ketenangannya.


"Kelihatannya dia pergi ke suatu tempat jalan kaki, haruskah kita mencarinya? Dia tidak akan pergi sejauh itu."


"Tidak, tidak, tidak, hentikan. Sekarang masih belum siang, tapi ayo kita pergi makan di suatu tempat dan pulang. "


"Hmm, okelah."


Tomi-san menyerah karena keputusasaanku. Aku menepuk dadaku, tapi ini bukan lelucon, situasi ini......apa sih yang ingin dilakukan orang ini?


Tiba-tiba, ibu Sayane, yang berada di pintu depan, berjalan menuju mobil.


"......Aku?"


Dia datang ke sisi penumpang, jadi mungkin dia ada urusan denganku. Kupikir aku sudah menyembunyikan diri, tapi sepertinya dia bisa melihatku. Aku membuka pintu dengan pelan dan perlahan-lahan keluar dari mobil.


"Shuu-kun, lama tak berjumpa. Bagaimana kabarmu?"


"Ya, aku baik......Lega melihat Anda juga baik-baik saja."


Kami tidak pernah bertemu lagi sejak SMP. Aku sering mengunjungi rumah ini, jadi kami sudah sering mengobrol.


Dia adalah seorang wanita cantik yang anggun dengan mata sayu yang memberikan kesan lembut. Memang menyakitkan bagiku karena kedengarannya aku setuju dengan Tomi-san, tapi dia tampaknya sangat merangsang bagi anak laki-laki SMP di pedesaan.


Selain itu, penampilannya mirip......dengan Sayane. Kukira itu wajar karena dia adalah putrinya. Perbedaan yang jelas adalah bahwa Sayane memiliki mata yang lebih tajam dan kepribadian yang lebih lugas.


"Bermainlah dengan Sayane seperti dulu. Kupikir anak itu kesepian." 


"Kalau aku bertemu dengannya, setidaknya aku akan menyapanya......"


Sulit bagiku untuk mengatakan bahwa aku tidak ingin bertemu dengannya, jadi aku hanya bisa menjawab dengan cara yang kasar. Daripada karena aku tidak ingin bertemu dengannya, ini lebih seperti karena dia mungkin tidak ingin bertemu denganku.


Setelah berbasa-basi tentang berhenti kuliah dan sebagainya, Tomi-san dan aku meninggalkan rumah keluarga Sayane. Aku membungkuk pada ibunya, yang mengantar kami pergi.


"Kita masih punya waktu sebelum makan siang, jadi ayo mampir ke 'SMP Tabi'."


Tomi-san menyarankan itu.


Itu adalah tempat yang tidak terlalu ingin kukunjungi, tapi itu jauh lebih baik daripada tetap di rumah orang tua Sayane.


Karena, naluriku berteriak bahwa aku harus meninggalkan tempat di mana aku mungkin akan bertemu dengan anak itu sesegera mungkin.


Setelah itu, aku meminta untuk mampir ke tukang cukur lokal untuk memotong rambutku. 


Sudah lama aku tidak melihat bayanganku sendiri di cermin, tapi kulitku pucat dan rambut keritingku mulai tumbuh......aku tidak bisa melihatnya secara langsung karena jijik dan hanya membuka-buka majalah. 


Sambil berada dalam dilema seperti itu, kami mendekati Jembatan Besar Tabinagawa, yang berada di jalan menuju tempat tujuan kami.


Pada musim seperti sekarang ini, dasar sungai yang terlihat dari jembatan adalah pemandangan yang suram. Pada musim semi, akan ada hamparan bunga nanohana yang cerah dan bunga sakura berwarna pink di sepanjang tepian sungai.


"Kuberitahukan padamu karena sepertinya kau tidak mengetahuinya, SMP Tabi akan ditutup pada tahun ajaran ini."


"Eh......?"


Itu adalah fakta yang, meskipun disampaikan dengan cara yang santai dan verbal, terasa berat di dada.

******




Sekilas, bangunannya terlihat seperti penginapan kayu tua---tapi ini adalah satu-satunya SMP di daerah setempat.


Sekolah yang kami datangi adalah almamater kami, SMP Tabinagawa. Sebuah bangunan sekolah dari kayu yang berdiri di lokasi yang dikelilingi oleh sawah dan tanah kosong......maksudku lapangan, yang dipenuhi dengan jaring-jaring yang rusak dan rumput liar.


Tidak ada yang namanya kolam renang, jadi olahraga yang ada hanya sepak bola dan bulu tangkis, bahkan di musim panas.


Dari tempat parkir tempat kami memarkir mobil, aku bisa melihat gedung dan lapangan sekolah. Ruang klub prefabrikasi klub bisbol dan softball wanita, salah satu dari beberapa kegiatan klub, masih sama. Hanya dengan berjalan kaki singkat di sekitar gedung sekolah yang sudah reyot ini, aku bisa kembali mengenang masa-masa itu satu demi satu.


"Karena ini hari Sabtu, tidak ada siswa seperti yang diduga. Yah, bahkan di hari kerja, jumlah siswanya sedikit, karena itu sekolah ini akan digabungkan."


Tomi-san tertawa mencela diri sendiri. Sejak awal, tidak ada klub budaya, dan tidak ada siswa di klub olahraga di lapangan. Kegiatan klub luar ruangan adalah klub bisbol, klub atletik khusus, atau klub ski khusus musim dingin.......Bahkan di zaman kami, jumlah siswanya sedikit, jadi ada yang memiliki dua kegiatan klub pada saat yang sama.


Perasaan hampa lanskap yang akan hilang di tahun ajaran berikutnya mengalahkan perasaan nostalgia. Aku ingin tahu mana yang akan lebih cepat, dibandingkan dengan akhir hidupku......yah, yang manapun aku tidak peduli.


Kami pergi ke ruang staf, tapi tidak ada seorang pun di sana. Fakta bahwa itu tidak dikunci berarti seharusnya ada setidaknya satu orang yang datang.


"Kudengar Sugiura ada di sini, tapi kemana ia pergi ya~?"


"Sugiura itu, maksudnya Sugiura-sensei, wakil kepala sekolah? Jadi Tomi-san kenal beliau juga ya."


"Ketika zamanku, ia adalah guru wali kelas dan guru bahasa Inggris. Kalau dipikir-pikir, satu-satunya guru yang kukenal sekarang adalah Sugiura."


Aku masih siswa SMP sampai lima tahun yang lalu, tapi Tomi-san sudah 13 tahun yang lalu, jadi wajar saja.


"Disaat seperti ini, bukankah ia ada disana?"


Tomi-san sepertinya punya ide. Kemudian aku dipandu ke ruang audiovisual di sekolah,


"Oissu~. Oi, Sugiura, kau di sini?" 


Tomi-san membuka lebar pintu geser tanpa ragu. Kesampingkan kata-kata dan tindakan yang memberikan gambaran sekilas mantan berandalan, kami menemukan Wakil Kepala Sekolah duduk kelelahan di kursi.


"......Apa? Itu mengagetkan......tidak baik membuka pintu dengan tiba-tiba, kau tahu?"


Mata Wakil Kepala Sekolah sedikit melebar karena terkejut, meskipun ekspresinya sangat mengantuk. Ia memiliki garis senyum yang lebih gelap dan rambut beruban, berbeda dengan yang kuingat, tapi penampilan lesu dan cara berbicaranya tidak berubah.


Mengingat usianya yang sudah di akhir lima puluhan, kupikir ia terlihat lebih muda. 


"Uwaa, kau ngga berubah ya! Sugiura! Ini aku, aku! Alumni sekolah ini, Toyotomi Masakiyo!"


“......A-Aku mengerti. Aku mengerti......jadi berhenti memukul punggungku!”


Tomi-san yang begitu bernostalgia menepuk punggung Wakil Kepala Sekolah. Mau bagaimana lagi kalau ini disalahpahami sebagai pekerja kantoran setengah baya yang terlibat dengan berandalan.


Ruangan dengan tirai tertutup, cahaya yang memancar dari proyektor, film Barat yang dijeda di layar......sepertinya, ia sedang menonton film. Sistem audio yang dipasang di bagian depan, belakang, kiri dan kanan juga rumit, tidak heran kalau ruangan ini merupakan satu-satunya ruangan kedap suara di gedung sekolah yang terbuat dari kayu itu.


"Sugiura itu iblis pembolos ya. Kau menayangkan versi subtitle dari film luar yang ingin kau tonton pada murid-muridmu karena kau tidak mau repot-repot mengajar di kelas."


"......Jangan mengatakan sisi jelek orang lain! Itu adalah bagian dari pelajaran khusus."


"Ingat ketika kau tiba-tiba mulai berbicara tentang The Beatles dan menghabiskan seluruh waktu kelas?"


"......Itu juga merupakan pelajaran khusus. Komposisi musik hebat mereka itu yang terbaik."


Aku mendapat kesan bahwa ia adalah Wakil Kepala Sekolah yang pendiam dan sulit untuk diajak bicara, namun ternyata ia adalah orang yang unik seperti ini. Bahkan sekarang setelah ia pensiun dari mengajar, ia mungkin masih suka menonton film luar dan mendengarkan musik barat di sini tanpa pengawasan orang lain. 


Bagi Wakil Kepala Sekolah, suasana SMP Tabi mungkin seperti tenpat persembunyian yang tenang.


"......Tapi, aku harus segera membereskan ruangan ini. Bagaimanapun sudah diputuskan akan segera dibongkar."


"Sekolah ini akan ditutup pada bulan Maret, kan? Bagaimana denganmu, Sugiura?"


"......Ya, aku berencana untuk pensiun. Di sekolah besar, ada banyak siswa, dan wali murid serta guru juga sangat berisik, jadi aku tidak bisa melakukan apa pun yang kuinginkan seperti ini."


"Seriusan!? Yah, itu khas Sugiura yang ngga punya motivasi ya!" 


"......Sekarang sudah bukan jamannya motivasi saja sudah cukup untuk mendapatkan kenaikan gaji. Aku ingin menjalani kehidupan di mana aku bisa mati dengan senyum di wajahku, melakukan apa yang kusukai dan berpikir 'itu menyenangkan,'."


Sebuah kehidupan dimana bisa tertawa dan mati......ya. Itu tidak mungkin bagiku. Lampu pijar yang sekarat ini tidak salah lagi akan dikubur dalam penyesalan dan keputusasaan.


Bahkan jika aku bertahan hidup melalui nasib buruk, itu adalah takdir yang tidak bisa kuubah.


"......Kamu---"


Segera setelah percakapan dengan Tomi-san selesai, Wakil Kepala Sekolah mengalihkan pandangannya ke arahku. Karena kami belum pernah berbicara secara khusus, jadi mungkin saja ia tidak tahu namaku.


"Ah, saya lulus lima tahun yang lalu."


"......Aku tahu. Matsumoto Shuu......kan?"


"Anda mengenal saya? Meskipun kita tidak pernah berbicara sebanyak itu."


Wakil Kepala Sekolah yang bangkit membuka tirai sepenuhnya, mengerutkan kening pada sinar matahari yang masuk, dan menyesap secangkir kopi yang ada di mejanya.


Ia kemudian menatap ke luar ruangan seolah-olah mengingat sesuatu, dan menghembuskan napas pelan.


"......Karena, lima tahun yang lalu, kalian sangat terkenal. Tidak hanya di sekolah, tapi banyak anak muda di Kota Harusaki pasti tergila-gila pada kalian."


Begitu ya......


"......Aku juga menonton dari jauh. Aku yang selalu menjadi penggemar The Beatles, lupa waktu dan terus mendengarkannya. Kalian memainkan lagu di tangga dari gedung olahraga menuju lapangan, kan."


Sambil berkata demikian, Wakil Kepala Sekolah membuka pintu darurat ruang audiovisual. Suara angin bertiup pada saat dibukanya pintu yang dilarang keras dibuka, kecuali untuk evakuasi ke lapangan.


"Seorang mahasiswa dan penyanyi-penulis lagu......ya. Aku berpikir dia akan pergi ke tempat yang cukup jauh, tapi......sepertinya, kalian tidak bisa lepas dari takdir pertemuan ya."


Melodi gitar akustik dan suara nyanyian yang jernih. Suaranya agak lirih, tapi nadanya tetap kuat dan menusuk, membelokkan kehendakku.


Aku tidak ingin bertemu dengannya. Aku tidak ingin mendengarnya. Padahal aku menolaknya---tapi tubuhku berdebar.


Tubuhku mulai bergerak ke arah nada dengan sendirinya.


Aku melompat ke luar ruangan dan berlari dengan cepat di jalan setapak yang sempit di sepanjang sisi bangunan sekolah. Meskipun kakiku terperanjat oleh petak-petak bunga dan tanaman, aku berlari melewatinya menuju tangga dekat gedung olahraga.


Lalu---aku bertemu dengannya.


Rambutnya yang lembut, berkibar tertiup angin musim gugur, membuat punggungnya yang indah dan ramping terlihat mempesona. Mata lugas yang memadatkan kesedihan dan perlawanan, cara kakinya disilangkan agar sesuai dengan gitarnya, ujung jari ramping yang memetik senar......bibir merah muda yang melantunkan nyanyian itu, mataku sepenuhnya terpaku padanya.


Duduk di pertengahan tangga, dia menyanyikan sebuah lagu yang, meskipun aku membencinya, terdengar sangat familiar. 


Tentu saja. Karena itu adalah lagu yang kutulis di sini dan dia menyanyikannya untukku.


"Shuu......"


"Sayane......"


Tiba-tiba berbalik, dia memberikan tatapan bingung padaku yang berada di atas tangga.


Namanya, yang kutemui lagi setelah lima tahun adalah---Kiriyama Sayane. Seorang teman masa kecil yang tinggal di sebuah rumah berjarak lima menit berjalan kaki dari rumah orang tuaku, dan seangkatan hingga SMP.


Reuni ini begitu tiba-tiba. Tentu saja, tidak ada sedikit pun suasana penyambutan, dan itu sangat canggung dan membingungkan. Seharusnya aku lari saja. Padahal aku pandai melarikan diri. Kenapa, aku datang ke sini?


Sekarang dia adalah seorang penyanyi-penulis lagu. Seharusnya aku sudah tahu bahwa Kiriyama Sayane yang berada di sisiku sudah tidak ada. Pemahamanku tidak bisa mengikuti tindakanku.


"Kenapa kau ada di tempat seperti ini?


Sayane bertanya, terlihat bermasalah.


"Aku berhenti kuliah......aku tinggal di rumah saat ini......"


"Alasannya?"


"Entah bagaimana......aku tidak punya tujuan, aku tidak melihat ada artinya, jadi aku berhenti."


"......Haa, kau tidak berubah ya. Kalau kau melarikan diri untuk kenyamananmu, kau akan jatuh ke dasar sebelum kau menyadarinya. Jika aku salah, kau bisa membantahku?"


Aku menggigit gigi belakangku, tapi aku tidak bisa membalas. Kata-katanya yang tajam tidak lain adalah argumen yang benar. 


"Konyol......kau benar-benar memiliki kehidupan yang tidak berarti dan kosong ya."


Desahan yang berat menusukku.


Tanpa menyembunyikan ekspresi kecewanya, Sayane berdiri dan berjalan melewatiku. Sayane yang merasakan situasi sekarang yang buruk, menatap dengan mata kebencian.


"Tapi aku mencintai pria sampah yang terus melarikan diri."


---Katanya, dengan sarkasme yang tajam.

Post a Comment for "Kimi no Wasurekata wo Oshiete [LN] J1 Bab 0.1 Prolog"