Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kimi no Wasurekata wo Oshiete [LN] J1 Bab 2.4

 

Bab Dua - Kalau Bisa Datang, Aku Bakal Datang. Itu Adalah Kalimat Dari Seseorang Yang Tidak Akan Pernah Datang




Keesokan harinya, Rabu, aku mengunjungi ruang latihan dan berharap Emi-nee mengajariku tatap muka, tapi hari ini, entah kenapa, Emi-nee mengenakan pakaian rapi dan pergi keluar di pagi hari.


Dia mulai bersiap-siap seolah memang dia akan keluar.


"Eh......kamu mau pergi ke suatu tempat?"


"Kamu belum mendengar kabar dari Masakiyo-san? Selain kelas musik, aku juga bekerja sebagai karyawan paruh waktu di Penginapan Mikumo."


Itu adalah penginapan sumber air panas kecil di daerah ini. Aku sudah beberapa kali mandi bersama Tomi-san, Emi-nee, dan Sayane, tapi aku jarang bertemu dalam beberapa tahun terakhir. Jaringan toko yang merekrut pekerja paruh waktu berada dalam jarak berkendara, jadi ini adalah satu-satunya pilihan jika kau berjalan kaki.


"Kupikir hanya kelas musik......"


"Aku juga penginnya begitu, tapi akhir-akhir ini jumlah anak yang datang untuk mengikuti pelajaran semakin berkurang. Aku bekerja paruh waktu tiga hari seminggu sambil melakukan penyesuaian agar aku tidak lepas dari peranku sebagai istri."


Bagaimanapun juga, situasi saat ini di sini juga sulit......


"Alasan aku bekerja sama dengan band ini karena aku ingin membantu Masakiyo-san, tapi juga karena aku ingin memberikan kesempatan pada anak-anak setempat untuk lebih mengenal musik. Jumlah siswa yang kumiliki semakin berkurang, bagaimanapun juga itu membuatku sedih."


"Begitu.......ya."


"Juga, aku berharap Liese punya teman. Kurasa itu adalah keinginan seorang ibu untuk menunjukkan sisi cerah putrinya pada siswa SD yang datang ke festival."


Ah, sungguh wanita yang luar biasa. Yang bisa kulakukan hanyalah menghela napas, seakan aku sedang melepaskan uap yang memenuhi sumber panas di hatiku. Aku hampir cemburu pada Tomi-san yang punya istri yang begitu berbakti.


"Emi-nee bercita-cita menjadi seorang profesional, kan? Apa kamu tidak punya perasaan itu lagi?"


"Hmm......sampai SMA, aku punya cita-cita mencari nafkah di dunia musik, tapi setelah lulus aku langsung menikah dan punya anak."


"Bagaimana, seandainya kamu tidak menikah dengan Tomi-san......?"


Emi-nee sepertinya sedikit memikirkan pertanyaanku,


"Aku tidak bisa seperti Sayane-chan. Ada banyak orang yang bisa memainkan alat musik dengan baik menurut partitur musik, tapi aku tidak punya bakat untuk menciptakan suara dari awal."


Dia tersenyum ramah dan mengangkat bahunya, seolah ingin mengatakan bahwa dia sudah menyerah.


Meskipun itu adalah kalimat yang lucu dan dangkal jika aku yang mengatakannya, itu adalah kalimat yang dalam karena Emi-nee-lah yang mengatakannya. Bahkan jika kau bekerja keras untuk memperoleh keterampilan, ada hambatan yang hanya bisa diatasi oleh orang jenius......Ini jelas berbeda dengan pria yang tidak berusaha dan menggunakan kata "biasa-biasa saja" sebagai alasan.


"Aku tidak menyesal. Soalnya kehidupan sehari-hari yang diberikan Masakiyo-san dan Liese padaku sangat menyenangkan."


Meski dia tampak sedikit malu, Emi-nee mengatakan perasaan jujurnya. Beberapa orang mengatakan bahwa menikah dengan orang yang kau cintai dan tinggal bersamanya seumur hidup bahkan lebih membahagiakan daripada mewujudkan impian.


Karena aku itu idiot, jadi aku tidak akan mengerti kecuali Emi-nee mengajariku hal ini.


"Aku mempercayakan mimpiku pada Liese! Aku ingin tahu apakah gadis itu akan mewujudkan mimpiku."


".....Kamu mengatakan sesuatu yang sedikit kuno."


"Diamlah. Aku sendiri agak malu untuk mengatakannya!"


Emi-nee tersipu dan menekan pipinya dengan jari telunjuknya. Ketika aku masih kecil, aku senang dengan tingkah lucu ini, dan aku mengaguminya sebagai seorang kakak perempuan.


"Aku yakin aku akan langsung bolos kalau Emi-nee tidak mengawasiku."


"Eh? Biarpun kamu bilang begitu, aku tetap ada shift sampai malam hari ini."


"Itulah kenapa aku akan berlatih di penginapan!"


Aku dari dulu berhutang budi padamu.


Tapi Emi-nee tersenyum dan membiarkannya, jadi aku malah dimanjakan.




Meski aku yang mengatakannya, ini menjijikan. Aku egois dan mengikutinya ke tempat pekerjaan paruh waktunya.


Ketika Emi-nee membicarakannya di Penginapan Mikumo, lelaki tua yang menjalankannya langsung setuju. Aku bisa meminjam kamar kosong yang jarang digunakan.


Oh, di sini juga ada brosurnya. Selebaran festival yang dipasang di lobi dan pintu masuk penginapan mungkin adalah perbuatan Emi-nee. Efek iklan bagi penduduk lokal dan wisatawan......mungkin saja tinggi!


"Yah, kalo Emilie si gadis maskot meminta bantuan, aku tidak bisa menolaknya."

Tln: 看板娘/Kanbanmusume, diartikan sebagai gadis cantik yang menarik pengunjung suatu usaha, jadi kuganti aja jadi maskot


Sambil berterima kasih pada kakek yang mesum dan lemput pada wanita---maksudku, pemilik penginapan, aku dibawa ke sebuah ruangan bergaya Jepang dengan luas sekitar 6 tikar tatami. Meskipun ini adalah penginapan pribadi yang sudah lama berdiri dengan luas total yang kecil, interiornya ditata dengan indah.


Ini seperti kamp pelatihan klub atletik. Tapi aku belum pernah ke kamp pelatihan.


Selain belajar dengan Emi-nee, aku punya tujuan penting lainnya.


"Apa aku boleh mengambil foto interior dan eksterior penginapan? Aku ingin menggunakannya untuk PV yang memperkenalkan daerah setempat."


"PiVi itu apa?"


"PV. Itu video iklan seperti iklan di TV."


Ketika aku menjelaskannya pada pak tua itu dengan cara yang mudah dimengerti, aku berhasil mendapatkan persetujuannya tanpa kesulitan apa pun. Dengan menggunakan kamera digital yang kubawa, aku memotret pemandangan di sekitar penginapan.


Setelah aku mengumpulkan gambar diam dan materi video, aku kembali ke ruangan kosong yang mereka pinjamkan padaku. Aku meluangkan waktu untuk mengenang hari-hari ketika aku biasa pergi ke sumber air panas, dan saat aku memilah barang bawaan yang berat yang harus kubawa dengan susah payah sepanjang perjalanan ke sini.


"Bagaimana? Kamu bisa berlatih?"


Emi-nee segera datang memeriksaku. Samue yang berwarna merah tua terlihat segar, dan aku hampir bisa merasakan pesona penampilan pelayan yang tidak biasa. Perpaduan tampilan Eropa dan gaya Jepang......Cantik.

Tln: Samue, semacam baju tradisional gitu


Hal semacam ini......pelanggan pria pastinya tidak tahan. Aku juga bisa memahami bagaimana pak tua yang menjadi pemilik itu punya sisi mesum.


"Ya, kalau aku menggunakan headphone untuk mencegah kebocoran suara, aku tidak akan mengganggu, dan area sekitar sepi, jadi menurutku aku akan bisa berkonsentrasi."


"Area sekitar sepi karena tidak banyak tamu yang menginap. Lagipula ini hari kerja."


"Soalnya tempat ini hanya ramai saat libur panjang dan saat musim dedaunan musim gugur."


"Benar. Kupikir jumlahnya akan meningkat secara bertahap mulai sekitar akhir bulan ini."


Ini adalah hal yang tidak sopan untuk dikatakan, tapi itu benar adanya. Sepertinya para pria mesum setempat mungkin akan datang ke sini dengan menyamar sebagai pengunjung pemandian air panas untuk bisa melihat Emi-nee......tidak, mereka pasti datang.


"Aku ingin menggunakannya sebagai bahan, jadi tolong buat suasana melayani tamu."


Sambil mengatakan itu, aku mengarahkan kamera dalam mode video.


"E-Eh......? Aku juga masuk video? Itu memalukan."


"Aku ingin yang sedikit seksi, dan senyum dewasa, dan......oh ya, aku juga ingin saat kamu menyisir rambut ke telinga."


Sambil kebingungan, Emi-nee mulai berlutut. Meskipun sambil malu-malu, dia tersenyum berpura-pura melayani tamu sambil melihat ke kamera......dan, pandangan mataku sudah terkunci padanya. Digunakan sebagai bahan? Ini pasti untuk tontonan pribadi.


Saat rambut pirangnya yang indah disisirnya kebelakang telinganya, jari telunjukku yang menekan tombol kamera bergerak naik turun seperti memberikan penghormatan.


"S-Sudah cukup! Sudah kebanyakan, kebanyakan!"


"Tidak, sedikit lagi......! Sekitar 20 lagi......! Kumohon, Emi-nee......!"


Memangnya kau ini seorang fotografer erotis apa?


Mungkin karena merasa malu, dia mengulurkan kedua tangannya dan menutup lensanya. Aku di sini bukan untuk pemotretan gravure lho! Mari berhenti di sini saja (simpan dalam kualitas terbaik)


"Aku juga akan mengirimkan foto-foto yang telah kukumpulkan padamu nanti. Masakiyo-san bilang ia akan mengambil beberapa foto SMP-nya dan tempat-tempat lain tempat ia biasa main."


"Terima kasih! Itu sangat membantu......!"


"Tidak apa-apa. Kita tidak punya banyak waktu sampai hari festival, jadi itu pasti akan sulit."


Berbagi tugas mengumpulkan foto dan video orang-orang serta tempat-tempat di Tabinagawa......Kemarin, Emi-nee yang mengusulkannya. Aku benar-benar berterima kasih. Karena ada juga pekerjaan mengedit video, itu pasti mustahil dilakukan sendiri.


Dan jangan lupakan ini juga. Aku meletakkan keyboard di atas meja dan siap untuk pelajaran. Model yang kupinjam dari rumah Emi-nee adalah W5. Meski eksterior yang dicat hitam masih menunjukkan tanda-tanda bekas pakai, namun tetap dirawat dengan baik dan dalam kondisi baik mengingat usianya sudah lebih dari 20 tahun.


"Kalau begitu, aku akan kembali setelah aku menyelesaikan pekerjaan yang ada. Sampai saat itu tiba, tolong tinjau kembali apa yang telah kuajarkan padamu sejauh ini."


Emi-nee meninggalkan ruangan dengan lambaian kecil. Tekanan karena tidak bisa memprediksi kapan Emi-nee akan datang menemuiku. Sambil menikmati kicauan burung, aku mencurahkan perhatianku pada keyboard.


Bahkan ketika aku merasakan keinginan untuk malas-malasan, aku menahannya sambil membayangkan wajah Emi-nee yang kecewa. Dia salah satu dari sedikit sekutu yang kumiliki, dan seseorang yang benar-benar bisa kuandalkan. Aku benar-benar tidak ingin dia meninggalkanku.


Namun seiring berjalannya waktu, motivasiku menurun.


Tanpa bantuan siapa pun, motivasiku akan menjadi kosong. Jari-jariku tidak bergerak sesuai keinginanku. Meskipun aku bisa berbuat lebih banyak, aku mengetahuinya di kepalaku. Perbedaan antara apa yang ingin kulakukan dan apa yang bisa kulakukan memicu rasa frustrasi.


Guaaah? Saat aku hampir kehilangan konsentrasi, sebuah kejutan menghujani dari atas kepala.


"Shuu. Lagi ngapain?"


Saat aku berbalik, aku melihat Liese bersandar padaku dan memelukku. Dia masih kecil jadi tidak berat, tapi dampaknya luar biasa karena menghantamku dengan kekuatan yang begitu besar.


"Liese......bukannya kau sekolah?"


"Istirahat makan siang! Aku menghabiskan waktu luangku dengan menjauh dari dunia yang hancur ini."


Ketika aku memeriksa jam di ruangan, hari sudah hampir tengah hari. Aku memblokir suara eksternal dan memusatkan perhatian, jadi aku tidak memperhatikan waktu saat ini atau pendekatan Liese sama sekali.


"Aku mendengar dari mama kalau kau sedang berlatih. Serahkan tugas menjaga padaku." 


"Kalau aku malas-malasan, kau akan memukulku lagi......?"


"Hahaha~, para penjahat akan diberikan palu penghakiman seiring dengan revolusi."


Tersenyum kekanak-kanakan, Liese melangkah mundur---


"Palu penghakiman!"


"Ah!"


---Dia melompat ke arahku dengan tekad yang kuat, seperti pertaruhan hidup dan mati.


NEET yang malang ini menyerah pada benturan Liese yang melompat dan jatuh ke tikar tatami bersamanya. Kemudian, entah bagaimana......rasa kantuk yang akan mendekat hilang!


"Bagaimana? Bisa terus berlatih......eh Liese!"


Saat Emi-nee memasuki ruangan, dia melihat Liese mengangkangiku saat aku sedang berbaring!


"Maaf ya, Shuu-kun. Aku akan segera membawa Liese keluar, kita bisa latihan setelah itu."


"Guaaaaaaaaa! Perburuan penyihir tidak diperbolehkan!"


"Ya ya, ayo kembali ke sekolah♪"


Kabur dari sekolah (?) sepertinya sudah menjadi kejadian sehari-hari.


"Juga, aku mendapat kiriman dari Iyori-san. Dia mampir dengan truk dari toko gas-nya."


Di dalam tas serut yang diberikan Emi-nee padaku ada onigiri buatan tangan dengan bentuk tidak beraturan. Dulu, saat di SMP, karena tidak ada makan siang di sekolah, dia sering membuatkan onigiri dan bekal makan siang untukku meski dengan susah payah......


Setelah menyatukan kedua tangan, aku mengisi mulutku dengan onigiri untuk memuaskan rasa laparku.


"Shuu-kun......aku merasa masih terlalu dini bagiku untuk menjadi ibu mertuamu♪"


"Tolong hentikan. Kamu salah paham."


Emi-nee menggodaku dengan iseng. Sambil menggendong gadis kecil yang berjiwa bebas, dia meninggalkan ruangan untuk sementara waktu. Emi-nee juga akan istirahat makan siang, jadi kami bisa berlatih bersama sebentar.


Ya. Untuk saat ini, aku terbangun dari rasa kantuk dan mampu mengubah suasana hatiku. Saat aku sendirian, perspektifku jadi lebih sempit dan cenderung lengah. Hidup dalam kesendirian, pikiran dan tubuhku terpojok.


Mungkin Liese menyemangatiku dengan caranya sendiri?


Dia adalah anak SD yang baik hati yang dibesarkan oleh orang tua yang baik hati......Tidak ada kesalahan dalam membesarkannya.


"Aku tidak ingat memintamu menjemputku. Liese menyukai kebebasan."


Kupikir aku mendengar suara Liese dari luar jendela,


"Selalu saja, jangan menghilang seenaknya! Selain aku, ngga ada yang bakal mencarimu!"


Sepertinya teman sekelasnya, Yousuke, datang mencari Liese. Emi-nee menyerahkan Liese, dan keduanya kembali ke sekolah sambil bertengkar lucu.


Baca novel ini hanya di Musubi Novel


Aku merasakan sensasi yang aneh. Adegan itu......entah bagaimana mirip dengan aku dan Sayane dulu.


"Tunggu aku......Sayane."


Aku akan menunjukkannya padanya. Kehidupan sampah berakhir ketika terbakar. Saat terbakar, aku akan berhamburan sambil bersinar lebih terang dari siapapun di dunia ini.


Jadi, tunggu. Aku akan menyeretmu keluar ke festival.


Aku terus menekan tuts keyboard. Memastikan untuk mengerahkan seluruh beban pada suara yang mengenai gendang telinga. Aku lapar, ngantuk, dan lelah. Aku memiliki banyak keinginan seperti ini sampai sekarang.


Aku tidak peduli kalau jariku robek. Bahkan jika aku mati sekarang......apa itu menjadi masalah? Aku tidak peduli jika aku mati dalam enam hari, tapi setidaknya selama lima hari ini, izinkan aku membakar hidupku sepenuhnya, Tuhan.


Agar di akhir, aku bisa tertawa dan mati.




Setelah pelajaran selesai, saatnya mengedit di rumah.


Pagi-pagi sekali, aku berkeliling di sekitar daerah ini, mengumpulkan bahan sambil membagikan selebaran pada siswa SD, SMP, dan SMA. Mulai sekitar pukul sepuluh pagi, aku mengikuti latihan di rumah keluarga Emi-nee. Lalu, sepulangnya malam hari hingga menjelang pagi, aku berada di depan komputer......Hingga hari festival tiba, hari-hariku akan terus berputar dalam siklus seperti ini.


Tiga jam tidur. Manga, anime, game......Menghapus rutinitas harianku sebelumnya yang melampaui ruang dan waktu.


Sesekali, Ibu mengintip ke kamarku dan berkata, "Orang sakit harus cepat tidur!" dengan nada khawatir, tapi aku hanya berpura-pura patuh. Begitu Ibu pergi, aku kembali duduk di depan komputer.


Malam darmawisata sekolah saat kami menipu pengawas terasa mirip dengan ini. Beberapa menit sebelum Sabtu, sehari sebelum festival Tabinagawa, aku masih terpaku pada layar edit video di tengah Jumat malam. Menggosok mata yang lelah akibat cahaya biru dan memegangi kepala yang pusing.


"Sesuatu yang penting hilang......"


Tidak ada cuplikan lokasi yang seharusnya menjadi akhir PV. Ya, memang ada, tapi......ini bukan musimnya.


Tempat itu adalah tepian sungai Tabinagawa. Pada bulan Oktober ini, barisan pohon sakura dan ladang lobak sudah sepenuhnya di luar musim, jadi video yang kurekam hanya menampilkan tepian sungai yang biasa dan tidak menarik.


Kalau begini tidak ada artinya. Daya tariknya bagi orang-orang yang tidak mengetahui tentang Tabinagawa terlalu lemah.


Haruskah aku meminjam sesuatu dari penduduk setempat yang diambil pada musim semi, atau haruskah aku memikirkan alternatif lain?


Selain tidak punya waktu untuk merasa bingung, video ini mungkin sudah tidak berfungsi lagi sebagai PV.


Jangkauan promosi yang bisa tersebar dalam satu hari tidaklah signifikan. Bahkan jika dipasang di situs web festival atau dibagikan melalui media sosial orang biasa.


Tetap saja.......aku akan melakukannya. Aku tidak ingin berakhir dengan tidak melakukan apa pun.


Hanya ini yang bisa kulakukan sekarang dan selalu begitu......setidaknya itulah yang ingin kucapai.


Saat sedang menggali folder lama di komputer,


"Aku juga tidak bisa menghapus ini......ya."


Yang memberiku secercah harapan adalah data dari gambar dan video beberapa tahun lalu.


Aku tidak bisa menatap langsung ke sosok gadis yang familiar dan tampak nostalgia. Dengan menekan insting untuk berpaling, aku menyertakan adegan yang dipilih ke bagian akhir pengeditan.


Hanya ada satu BGM yang cocok untuk PV ini.


Satu-satunya melodi yang menghubungkan aku dan gadis itu.


"Selesai......"


Setelah menyelesaikan pemeriksaan terakhir, aku mematikan komputer untuk pertama kalinya dalam beberapa jam.


Saat aku menyandarkan punggungku di sandaran kursi dan melihat ke langit-langit, cahaya menyinari celah tirai.


Aku mengambil ponselku dan menelepon Tomi-san. Kurasa ia libur karena ini hari Sabtu, tapi apa ia sudah bangun ya?


『---Halo.』


Setelah beberapa panggilan, suara lesu kembali terdengar.


"Maaf meneleponmu pagi-pagi sekali. Kamu lagi tidur......ya?"


『---Yah......begitulah. Kalo aku tidur sampe tengah hari, Liese bakal membangunkanku, jadi ini malah pas......』


Aku ingin lihat bagaimana Liese membangunkannya.


"Boleh aku meminta perlengkapan pencahayaan untuk pertunjukan live ke dalam aula acara balai warga?”


『Kan di balai warga ada lampu yang berputar dan berubah warna?』


"Kalau hanya tipe stand saja, itu masih belum cukup. Kalau ingin membawa Sayane, aku ingin menciptakan lingkungan terbaik."


『---Ngomong-ngomong, peralatan apa aja yang diperlukan?』


"PAR light, moving light, mini blue, pin spot......dan perangkat DMX untuk mengendalikan pencahayaan, sepertinya perlu. Aku juga berpikir untuk menyewa mesin asap dari penyedia sewa di Kota Harusaki untuk menonjolkan cahaya."


Aku ingin memiliki setidaknya sebanyak ini.


Festivalnya besok, tapi jika segera mengurusnya, masih bisa tepat waktu.


『---Kalo aku sendiri setuju, tapi tidak ada anggaran tersisa di komite eksekutif lho.』


"Benar juga......Aku sempat berpikir mungkin saja......"


Meskipun sewanya satu hari, mungkin biayanya puluhan ribu yen. Kalau kami tidak bisa menggunakan anggaran komite eksekutif, kami tidak punya pilihan selain membayar dari kantong kami sendiri.


Kalau meminimalkan jumlah persewaan dan menjual konsol game dan perangkat lunak baruku......


『---Kami yang akan mengurus penyedia sewa, jadi kau utamakan urusanmu sendiri. Untuk penataan dan pengelolaan lokasi acara, aku yang lebih sering terlibat dalam acara seperti ini lebih cocok untuk menangani.』


"Eh? Bagaimana dengan uangnya......?"


『Yah, aku tidak sekaya itu, tapi kalo uang sebanyak itu, sebagai senpai-mu aku akan mentraktirmu. Akulah yang memanggil kalian semua ke panggung, jadi kalo kalian mengandalkanku, aku akan dengan senang hati bekerja sama.』


......Tolong berhenti menyerang tiba-tiba dengan kekerenanmu.


『---Aku juga mengandalkanmu, jadi kau juga bisa mengandalkanku. Itulah arti rekan sekampung kan.』


Aku akan menyesal tidak bisa menjadi pria seperti Tomi-san.


『---Emilie menunggumu, kan? Ayo pergi dan lakukan.』


"......Terima kasih, Tomi-san."


Aku mengekspresikan rasa terima kasih dengan suara kecil.


"Akhir-akhir ini, Emi-nee menunjukkan banyak ekspresi yang tidak kamu ketahui, Tomi-san."


『---Hah? Oi, oioi. Emilie apa yang aku ngga tahu?! Hei! O----』


Aku mengakhiri panggilan secara sepihak.


Emi-nee mengalihkan perhatian dengan bercanda karena merasa canggung dengan suasana serius saat berhadapan dengan Tomi-san.


Kota ini mengerikan.


Karena tidak ada penjahat sejati, aku berakhir di posisi terbawah.


Sekarang, mari kita beralih ke pelajaran terakhir.




Pelajaran yang berlangsung hingga larut malam pada hari Sabtu itu akan segera berakhir, dan aku berakhir di rumah orang tua Emi-nee. Langkah terakhir adalah memainkan tiga lagu yang akan dimainkan selama pertunjukan sebenarnya.


Memainkan lagu cover sesuai dengan notasi saja sudah sangat sulit, jadi aku serahkan sisanya pada suasana saat pertunjukan dan berharap semuanya berjalan lancar. Kelelahan dan kurang tidur yang berulang membuat keseimbangan tubuhku goyang tidak menentu.


Sensasi nyeri di jari tangan dan lenganku terasa kebas. Sakit sekali sampai tidak kerasa sakit lagi.


Rangkaian pikiranku tidak berfungsi. Aku hanya mengikuti jejak yang telah terukir berulang kali dan memainkan nada yang telah kuulang setiap hari dengan mengandalkan instingku.


.........


Saat aku membuka mataku, ada bidadari di sana.


Ini tidak seperti aku sudah mati. Pemandangannya nyata. Ingatanku cukup kabur, tapi aku ingat saat berada di rumah orang tua Emi-nee, bersandar pada keyboard. Itu terus berlanjut hingga aku mendengar tepuk tangan Emi-nee.


Cahaya pagi yang keputihan menyinari jendela. Bayangan berbentuk alat musik mewarnai ruangan.


"......nn......"


Di tengkukku ada rasa sentuhan lembut yang sangat menyenangkan. Saat aku berbaring di sana, aku melihat wajah polos Emi-nee yang tertidur.


Saat aku berbaring di sana, aku melihat wajah polos Emi-nee yang tertidur.


Wah......Seriusan? Aku......tidur dipangkuannya.


Segera merasa malu, dan suhu permukaan wajahku melonjak. Itu pelanggaran. Terlalu lucu. Emi-nee yang tidur dengan posisi duduk ala gadis dan terlihat sangat nyaman.


Nuansa stocking dan aroma manis Emi-nee membuat jantungku berdebar kencang.


Aku tidak yakin kenapa situasi ini terjadi. Tapi......aku ingin menikmati bantal pangkuan berkualitas tinggi sekali seumur hidup ini lagi.


Maju sini, Toyotomi Masakiyo. Untuk saat ini, aku memonopoli Emi-nee yang tidak berdaya.


"......Hmm......?"


Cahaya yang bersinar sangat menyilaukan, dan kelopak mata malaikat itu berkedip-kedip saat dia bangun.


"Selamat pagi, Emi-nee."


"Selamat pagi, Shuu-kun."


Memangnya kami ini sepasang kekasih? Bukankah ini yang terbaik?


"......Boleh aku bertanya sesuatu?"


"Apa?"


"Bagaimana aku bisa sampai pada situasi tidur di pangkuanmu?"


Emi-nee tersenyum pahit sambil menutup mulutnya karena pertanyaan bodoh itu.


"Shuu-kun tertidur begitu selesai memainkan tiga lagu. Kamu pasti sangat lelah."


"Ah......kurasa begitu."


Aku tidak tidur sama sekali tadi malam, jadi aku punya firasat.


Aku minta maaf karena terlihat seperti orang yang mabuk dan menyebabkan masalah......


"Aku berencana membiarkanmu tidur di pangkuanku sampai kamu bangun, tapi sepertinya aku tertidur sebelum aku menyadarinya. Maaf ya."


"Tidak......aku terbangun dari tidur terbaik."


Emi-nee memiringkan kepalanya dengan bingung, tapi hanya laki-laki di dunia ini yang memahami perasaanku.


"Aku masih sedikit mengantuk......bisakah aku tetap seperti ini lebih lama lagi?"


"Dasar, kamu anak nakal yang manja. Padahal aku belum pernah melakukannya pada Masakiyo-san."


Kalimat yang baru saja dia ucapkan......sudah kuduga. Wajahku tidak memiliki seringai yang menjijikkan, bukan?


Emi-nee sangat gelisah hingga alisnya terkulai,


"......Tidak apa-apa. Ini adalah hadiah atas kerja kerasmu."


Dengan senyuman seperti seorang bunad Maria, dia perlahan-lahan mengelus kepalaku dalam posisi yang sama. Hanya dengan itu, rasanya semua usaha terasa terbayar. Aku merasakan seluruh kelelahan tubuhku sembuh.


Tapi bagian seriusnya itu sore ini. Aku memutuskan untuk mengeluarkan seluruh usaha terbaikku di sana, sebagai yang pertama dan terakhir."


"Emi-nee......"


"Hmm? Apa?"


"Aku......aku akan menemui Sayane. Aku mengalami kehidupan yang buruk saat melarikan diri darinya, tapi aku benar-benar ingin berjalan di sisinya setidaknya sekali."


"Kamu bisa kok. Shuu-kun itu murid kebanggaanku."


Aku mengagumi orang ini.


Aku mulai mengikuti kelas musik karena aku ingin lebih dekat dengan wanita asing yang tinggal di sebelah. Bukan cinta pertama......tapi akan ada saatnya kamu mengagumi orang yang lebih tua.


Tapi aku bisa mengatakannya sekarang. Orang ini adalah cinta pertamaku. Cincin perak ada di jari manis tangan kirinya. Aku pernah---menyukai Emilie Starling, wanita yang tidak bisa kujangkau lagi.


"Emi-nee......apa kamu akan merindukanku jika aku sudah tidak ada?"


Mata Emi-nee membelalak mendengar pertanyaan mendadak itu. Namun, dia tidak kehilangan ekspresi tenangnya.


"......Aku akan kesepian. Aku mungkin akan terus menangis dan menangis bahkan ketika air mataku sudah kering, dan aku akan terus menunggu di sini agar kamu bisa datang ke pelajaranku kapan saja."


"Begitu......terima kasih"


Butiran-butiran air mata yang merembes ini......tampaknya hampir jatuh dari mataku. Meskipun aku hanya sampah yang tidak berarti, ada seseorang yang akan merasa sedih jika aku menghilang dan terus menungguku kembali.


Apakah ada arti dalam hidupku?


Padahal aku tidak bisa menjadi apa pun, dan tidak ada alasan untuk terus hidup.


"......Sudah waktunya untuk pergi."


"Ya."


Saat aku mengangkat badanku, sensasi segar tiba-tiba menyentuh pipiku. Napas samar dan bibir merah muda pucat. Keheningan beberapa detik disebabkan oleh ciuman dari Emi-nee.


Itu hanya jenis skinship yang akan kau lakukan dengan adik laki-lakimu. Tidak lebih, tidak kurang.


Karena menginginkan hadiah ini, seorang bocah SD sering mengunjungi kelas ini.


Sesuatu yang tidak ia butuhkan lagi. Ini adalah pelajaran terakhir, jadi inilah akhir dari hadiahku.


"Mantra agar kamu bisa baikan dengan Sayane-chan."


"Aku jadi jatuh cinta padamu......tolong hentikan."


"Hei, kamu ngga boleh bilang hal-hal seperti itu ke wanita yang sudah menikah."


"Ini salah Emi-nee membuat seorang bujang salah paham."


Untuk sekarang, dia orang yang berharga tapi bukan orang yang kucintai. Baik aku maupun Emi-nee sama-sama memiliki orang lain yang kami cintai.


Kuharap kau bahagia.


Semoga kau bahagia selamanya bersama dengan orang yang kau cintai dan gadis kecil yang kau titipkan impianmu.


Selamat tinggal, cinta pertamaku.


Ayo pergi---ke orang yang kucintai sebenarnya.

******

Post a Comment for "Kimi no Wasurekata wo Oshiete [LN] J1 Bab 2.4"