Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kimi no Wasurekata wo Oshiete [LN] J1 Bab 2.1

 


Bab Dua - Kalau Bisa Datang, Aku Bakal Datang. Itu Adalah Kalimat Dari Seseorang Yang Tidak Akan Pernah Datang




【Kita bakal berpartisipasi dalam Festival Tabinagawa akhir pekan ini!】


Sedikit lewat tengah hari pada hari Senin, aku menerima pesan ini di aplikasi chatting. Pengirimnya, tentu saja, Tomi-san. Ia pasti mengirimkannya sebelum bekerja.


Aku sudah lama tidak berolahraga di luar ruangan, jadi makan malam kemarin terasa beberapa kali lebih enak, dan aku tertidur sebelum tanggal berganti.


"Lagi-lagi, orang itu sangat pemaksa......."


Aku memeriksanya dengan mata ngantuk......sejujurnya, aku punya firasat yang kuat bahwa ia mungkin merencanakan sesuatu yang merepotkan.


Festival Tabinagawa, dijelaskan secara singkat, ini adalah festival musim gugur lokal kecil di mana penduduk kota berkumpul. Kerajinan lokal dipamerkan dan berbagai kelompok tampil di panggung balai warga.


Berpartisipasi itu......sebagai penonton, bukan? Hanya datang untuk bersenang-senang......kan?


Pesannya hanya satu kata yang sederhana. Isinya hanya menuliskan sedikit detail.


Meskipun kondisi fisikku stabil, hari Sabtu dan Minggu menjelang hari kemarin menguras banyak energi dan staminaku. Menghadapi rasa sakit otot dan perasaan lelah yang kuat, aku akan tetap bertahan di rumah pada hari kerja untuk mengatasi kondisi hati yang lesu.


Aku bosan main game, jadi kurasa aku akan bermain Newfami atau 7......


Aku mengobrak-abrik lemari pakaian yang berantakan untuk mencari game retro. Saat aku membongkar-bongkar buku-buku komik dan game---aku menemukan sebuah benda persegi panjang yang besar.


Aku melemparkannya ke dalam lemari pakaian lima tahun yang lalu.


Sepotong besi tak tersentuh yang ingin kubuang berkali-kali, tapi tidak bisa.


Benda itu adalah sebuah keyboard kecil yang berdebu. Itu bukan alat input teks komputer, tapi sebuah synthesizer musik dengan keyboard.


"Apa yang kau inginkan......sekarang."


Apa sih yang dikatakan orang yang menggali itu sendiri? Aku jadi mengingat hari-hari yang menyenangkan dan penuh kepuasan, jadi aku menimbunnya dengan komik dan video game. Aku dengan seksama menguburnya kembali. Apa sih yang kulakukan......


......!


Ketika aku sedang mengumpulkan sampah, sebuah CD jatuh di kakiku. Kenapa kau tidak membuangnya saja, diriku dimasa lalu......CD itu adalah sebuah rekaman dengan label permukaan berwarna putih. Hanya ada tulisan tangan dengan kata 'demo' dalam spidol, tapi jelas itu tulisan tanganku.


Aku mengambil CD tersebut, mencoba mengayunkannya ke tempat sampah, mencoba mengayunkannya ke tempat sampah lagi, dan mencoba mengayunkannya ke tempat sampah lagi......tapi, aku melemparnya lagi ke lemari pakaian. Seperti membangun istana pasir, aku menutupi warisan negatifku dengan sampah,


"Aku punya 74 ya......."


Aku menemukan konsol yang kucari, tapi sudah kehilangan keinginan untuk memainkannya, jadi sebagai gantinya......Aku pergi tidur.




Malam itu---sekelompok orang yang berisik menerobos masuk ke rumahku.


"Ossu. Malem~"


Malem, adalah dialek dari "Selamat malam"......yah itu tidak penting. Aku terganggu oleh Tomi-san, yang tiba-tiba masuk ke rumahku tanpa menghubungiku.

Tln: jadi, biasanya kan selamat malam itu pake konbanwa, nah si Tomi ini tadi pake oban desu/お晩です


Ibu belum pulang kerja, jadi hanya aku yang ada di rumah......


Aku membiarkannya masuk ke pintu depan, karena suara hip-hopnya mengganggu kalau ia menunggu di dalam mobil,


"Aku baru selese kerja, ayo ngeteh!"


"Nggak ngga, mau dilihat darimanapun yang kamu bawa itu sake......"


Kantong plastik Tomi-san berisi banyak sekali sake dan makanan ringan.


"Ah, kau khawatir karena aku menyetir ke sini? Itu sebabnya hari ini---"


Tomi-san menoleh dan dua orang perempuan memasuki pintu.


"Rekan perang suciku. Kita belum bertemu lagi sejak revolusi enam ratus tahun yang lalu."


"Kita baru main kemarin, bukan?"


Anak kecil itu adalah putrinya, Liese, tapi yang satu lagi jelas-jelas orang dewasa.


Dia ramping dan tinggi dengan wajah yang sangat berbeda dari orang Jepang. Rambut pirang platinumnya yang indah dan mata birunya memiliki kilau alami. Onee-san orang Inggris tetanggaku......Ini adalah gambaran yang kumiliki tentang dia.


Orang tuanya memiliki sekolah musik, dan aku dan Sayane biasa mengikuti pelajaran ketika kami masih SD.


Wanita ini, dengan suasana anggunnya yang berkesan, hampir tidak berubah sama sekali......


"Hei! Sudah lama sekali, Shuu-kun♪ Kamu tumbuh lebih tinggi sejak terakhir kali aku melihatmu ya."


"Emi-nee!"


Emilie Sterling. Orang yang dulu tinggal di sebelah sekarang tinggal di rumah yang dibeli Tomi-san. Singkatnya, dia adalah istri Tomi-san.


Dia masih Onee-san cantik yang sama, dan aku menghabiskan masa kecilku dengan cemburu padanya saat dia tinggal di sebelah rumah. Dia bukan kakak kandungku, tapi aku biasa memanggilnya 'Emi-nee' dengan cara yang akrab.


"Emilie ga bisa minum, jadi dia yang bakal nganter pulang. "


"Kenapa orang bodoh seperti Tomi-san yang dapet Emi-nee......"


"Hei, aku bisa mendengarmu lho. Gini-gini aku seniormu dalam kehidupan."


Sepertinya jiwa menggerutuku kedengeran.


"Maaf ya, Masakiyo-san tiba-tiba memaksa. Ia harus bekerja besok, jadi aku akan membuatnya pulang ngga terlalu larut."


Emi-nee juga sangat lucu saat dia meminta maaf sambil menggenggam kedua tangannya.


"Tidak, tidak apa-apa. Di sini dingin, jadi silakan masuk ke ruang minum teh."


"Baiklah, aku akan menerima kata-katamu dan masuk."


"Hei, Shuu, antusiasmu beda banget pas sama aku."


Tentu saja. Jangan samakan pria bodoh yang cuma bawa masalah dengan onee-san yang cantik.


"Dan omong-omong, aku juga menculik anak itu! Kemarilah!"


Anak itu---dilihat dari suasananya, sudah pasti itu dia, bukan?


Aku melihat ke taman yang gelap, tempat matahari baru saja terbenam, dan melihat bahwa Sayane juga sedang menunggu, tampak kedinginan. Dengan aura jutek, seperti sangat enggan.


"......Permisi."


"Anak ini, dia marah karena aku datang entah dari mana. Kalian berdua sangat mirip ya, aw!?"


Sayane yang makin muram menyenggol pelan Tomi-san dari belakang.


Sepertinya dia tidak diberi waktu untuk ganti pakaian kasualnya, dia pakai jersey SMP Tabi. Itu mungkin bukan jersey pertama yang dia kotori kemarin, tapi jersey kedua saat yang satunya dicuci. Ngomong-ngomong, aku juga punya dua jersey.


"......Sayane masih di bawah umur, jadi ngga boleh minum alkohol."


".......Ngga perlu diberi tau pun aku udah tau. Ulang tahunku......belum tiba."


Sayane mengalihkan pandangannya dariku dan dengan sopan masuk ke rumah. 


Saat kata "ulang tahun" disebutkan---udara yang berat mengalir di antara kami berdua. Ini seperti menyentuh tumor......kami berdua harus berhati-hati dalam membicarakannya. Kalau tidak ingin memperburuk keadaan.




Kami berlima bersulang bersama di sekitar kotatsu di ruang minum teh.


Ini bukan pertama kalinya kami minum bersama Tomi-san dan Emi-nee. Setelah mereka beranjak dewasa, mereka beberapa kali datang untuk minum-minum. Saat itu aku dan Sayane minum jus.


Hari ini, Emi-nee dan Sayane sedang mengobrol dengan koktail non-alkohol di tangan mereka.


Liese, yang diletakkan di pangkuan Sayane, sedang,


"Mhn-mhn."


Dia mengunyah kamaboko keju dengan sepenuh hati. Gadis yang ngga bikin bosan untuk dilihat ya.


"Mau lagi? Liese-chan, mau lagi?"


"Ngga perlu. Aku mau zunda-nya juga."


"Kamu mau zunda dango juga? ini, a~a."

Tln: Zunda dango, bisa liat dimari


Memangnya kau ini ibunya Liese? Jangan terlalu sering memberi makan anak orang lain.


Sayane......Tidak, Loliyama-san tidak menyembunyikan wajahnya yang gembira dan menyuapi Liese. Apakah ini keibuan atau pedofilia, aku harus mengambil perspektif pihak ketiga untuk melihat ambang batasnya.......kah?


"A~h, lama ngga ketemu ya, Sayane-chan♪ Aku melihatmu di TV, kamu sudah menjadi wanita yang cantik ya♪"


"Y-Ya, terima kasih. Lama tak jumpa, Emilie-san."


"Itu jersey SMP Tabi, kan? Aku juga alumni situ, bikin nostalgia~♪"


"Ini satu-satunya pakaian santai yang ada yang bisa kutemukan......S-Sebenarnya, aku biasa pakai piyama yang lebih modis."


Pembohong. Dari dulu kau ngga terlalu peduli dengan yang kau pakai kaya gadis desa biasa.


Dia tampaknya agak lebih baik sejak tinggal di Tokyo, tapi di kampung halamannya, dia adalah gadis jersey SMP Tabi.


"Liat! Aku beli album terbaru! Lagu kedua 'Yuki Ai' dan single 'miss' juga bagus~♪......Tapi tapi, aku akan senang kalau kamu memainkan lebih banyak tune hard rock♪"


"Terima kasih banyak. Mengenai lagu, aku akan mendiskusikannya dengan produser saat aku kembali ke kantor."


Emi-nee sangat senang ketika topik tentang musik muncul. Dia memutar lagu-lagu yang telah dia unduh dan video klip yang diunggah di SNS SAYANE di ponselnya. Ini adalah topik yang tidak akan pernah kusentuh, tapi ekspresi Sayane yang keras sedikit melunak.


Aku berbanding terbalik. Aku mencoba menahan kabut yang menggenang di wajahku.


"Jadi! Kau sudah baca pesanku tadi pagi?"


Tomi-san, setelah menghabiskan sekaleng birnya, memulai pembicaraan.


Dokter tidak menyarankan untuk sering minum alkohol. Aku tidak berniat untuk hidup lama, jadi aku meneguk shochu kalengan kualitas rendah, jenis yang disukai para gadis.


Selain sakit kepala dan mual lebih dari seminggu yang lalu, aku tidak mengalami gejala yang berarti. Kadang-kadang aku hampir lupa kalau aku ini penyakitan.


"......Aku ngga menerima apa pun lho?"


"Pesannya udah dibaca lho."


Seharusnya aku tidak ceroboh membuka pesannya.......


"Yah, aku ngga keberatan kalau hanya ingin main."


"Ha ha ha!"


Entah kenapa, Tomi-san mulai tertawa terbahak-bahak.


"Kalian akan melakukan sesuatu di atas panggung. Hari ini adalah pertemuan untuk itu."


Bentar bentar.


"Aku sudah melakukan pendaftarannya. Aku anggota asosiasi lingkungan, dan komite untuk Festival Tabinagawa."


"Jangan seenaknya daftar!"


Uwah, aku kecolongan. Idiot, yang benar saja.


Baca novel ini hanya di Musubi Novel


Kalau diingat-ingat, ia punya semangat 'Aku cinta kampung halamanku'. Ia punya penampilan yang sangat lokal, tapi aku tidak menyangka ia akan mengkhianati perkiraanku.


"Tentu saja, Sayane juga! Emilie dan Liese juga akan bekerja sama!"


"Cih......dasar Kiyo bodoh, sudah waktunya aku memukulmu, ya?"


Aku sangat setuju dengan sentimen decakan lidah Sayane. Bagi kami, kami akan kembali lagi ke tempat yang memiliki perasaan yang mendalam. Sejujurnya, tidak dapat dihindari bahwa perasaan campur aduk akan berputar-putar.


Entah ia menyadarinya atau tidak, Tomi-san mendorong kami untuk berpartisipasi......dan membuat kami terlibat.


Kami berdua, yang belum pernah berbicara langsung sama sekali sejak dimulainya sesi minum-minum, mengadakan pertemuan. 


"Emi-nee! Tolong bujuk Tomi-san!"


"Eh? Aku juga cukup bersemangat tentang hal itu. Aku sangan suka Festival soalnya."


"Tidak, aku juga ngga membencinya lho?"


"Hei, kau terlalu lembut pada Emilie."


"Soalnya aku tahu kalau Masakiyo-san tidak akan mendengarkan kalau aku bilangin."


S-Seriusan.......sulit bicara tegas pada Emi-nee yang senyumnya sangat menyilaukan. Karena hubungan yang kami miliki sebagai tetangga, kami sudah saling mengenal lebih lama dari Tomi-san, bahkan lebih lama lagi.


Aku mencoba melirik ke arah Sayane yang mungkin bisa jadi bala bantuan, meskipun aku enggan,


"Ya, ayo bersihkan mulutmu dengan lap, ya? Jus? Kamu mau? Liese?"


Apa si yang anak ini lakukan! Jangan malah ngelap mulut Liese!


Aah......aku lupa kalau Sayane, meskipun orangnya terlihat keras, dia ternyata kikuk......


"Hei, hei, apa-apaan keriuhan ini?"


Sepulang kerja, ibuku pulang ke rumah dan memutar bola matanya. Dia terkejut dengan kepadatan penduduk di ruang minum teh, di mana lampu biasanya dimatikan dan tidak ada yang menunggunya.


"Ah! Iyori-neesan! Selamat datang!"


"Kau terlalu panas, enyahlah."


"K-Kejamnya......tapi, aku juga suka dengan Iyori-neesan yang tegas!"


Tomi-san yang punya rasa bawahan yang luar biasa membalas ibu dengan greget.


"Terus juga ada Sayane-chan dari keluarga Kiriyama dan......Emilie tetangga sebelah! Terus yang lagi makan......anak Masakiyo sama Emilie ya! Udah gede! Udah tumbuh banget ya!"


"Liese hanyalah marionette Mama. Hidup adalah tarian gila."


"Oh, kedengaran seperti anak Emilie."


Aku tahu kau juga berpikir begitu, kan bu?


"Liese, aku juga papamu, kan~?"


"Kau orang yang punya banyak kepribadian."


"Setidaknya buat aku jadi orang biasa......"


Bertahanlah, Tomi-san. Tetaplah kuat.


"Halo, Iyori-san♪ Lama tak jumpa~♪"


"......Maaf mengganggu."


Emi-nee memeluknya sambil melambaikan tangannya ke udara, dan Sayane dengan tenang menyapa. Karena wilayahnya kecil, kebanyakan dari kami saling kenal, dan Emi-nee adalah tetangga kami, jadi dia juga berteman baik dengan ibuku.


"Kalian sudah minum-minum sejak hari Senin? Kalian masih muda, ya."


"Kami sedang mengadakan rapat untuk Festival Tabinagawa! Kami baru saja memikirkan apa yang akan kami lakukan.


"Hee, sudah waktunya untuk itu ya. Aku hampir tidak pernah pergi ke sana akhir-akhir ini, jadi lupa."


Kurasa ada banyak warga yang seperti ibu. Soalnya, pertunjukan dan pamerannya ditujukan untuk para manula, atau lebih tepatnya biasa saja.


"Sejujurnya, festivalnya punya gambaran bahwa hanya orang paruh baya dan orang tua yang datang, tapi tahun ini kami ingin menarik anak muda! Itu sebabnya kami akan ikut serta!"


"Yah, aku tidak keberatan dengan ide itu. Semangat."


Tomi-san menjawab, "Ya!" dengan penuh motivasi. Menurut standar daerah ini, bahkan orang seperti ibuku, yang berusia sekitar empat puluhan, akan digolongkan sebagai anak muda, dan pasti ada beberapa generasi orang tua yang tidak tertarik dengan perayaan yang biasa dan sederhana. Tomi-san ingin agar generasinya ikut serta dalam festival ini, termasuk generasi ibu.


Ibu yang belum makan malam juga melemparkan dirinya ke dalam kotatsu dan memasukkan makanan ringan dalam jumlah besar ke dalam mulutnya. 


"Hmm? Apa itu? Iyori-san juga minum alkohol? Aku punya gambaran kalau kamu tidak banyak minum."


"Ngga........Yah, ada kalanya aku pengin mabuk."


Sambil mengelak, Ibu membuka tutup kaleng bir,


"Ga enak......"


Saat dia menyesapnya, dia menjulurkan lidahnya dan mengerutkan kening dengan tegas. 


Kalau memang ngga enak, sebaiknya jangan diminum.


"Mengenai acaranya, ada taiko, tarian, shamisen, akapela, paduan suara......biasanya ada banyak hal semacam ini. Festival ini diadakan hari minggu depan, jadi akan lebih realistis kalo kita berlatih di sekitar waktu ini, bukan?"


Tomi-san yang sekarang sudah mulai minum sake mengusulkan sebuah rencana dalam suasana hati yang sedang mabuk. Aku minum sekaleng shochu keduaku, iri melihat Emi-nee menuangkan untuknya ke dalam cangkir.


"Itu ngga realistis, bukan? Tidak realistis bagi seorang amatir untuk melakukan ini hanya dalam waktu seminggu.......Ditambah lagi, kurasa hanya ada sedikit waktu yang bisa kita gunakan untuk berkumpul dan berlatih."


Aku mengatakan argumen yang lumayan.


"Kalau begitu, mau bikin pertunjukan solo Sayane?"


"Aku minta maaf. Tapi dilarang menyanyikan lagu dengan nama SAYANE tanpa izin."


"Benar juga. Kau seorang profesional sekarang, kau pasti memiliki segala macam kontrak yang merepotkan dan sebagainya."


Kalau dia tampil di sebuah pertunjukan live saat sedang hiatus, para penggemar pasti akan sangat kesal.


"Kalo gitu mau bikin band?"


......Begini jadinya ya.


"Sebuah band......?"


Kami bisa melakukannya. Gagasan tentang masa depan yang sukses muncul dengan mudah di benakku.


Aku sendiri---terlepas dari kata-kataku, jauh di lubuk hatiku, aku sangat menginginkannya. Aku telah jauh dari Sayane, mengisolasi dari TV dan media internet, tapi sekarang aku ingin mengalaminya lagi.


Aku ingin dekat dengannya, mendengarnya bernyanyi.


Kalau aku ditakdirkan untuk mati, akan menyenangkan untuk mendengarnya untuk terakhir kalinya.


"Aku ngga keberatan kalau itu sebuah cover. Mari kita buat Sayane menyamar, dan memeriahkan festival ini dengan musik para pemuda setempat!"


Sayane merenung. Kupikir dia akan langsung menolak, tapi---aku tidak tahu perasaan campur aduk apa yang ada di dalam hatinya. Aku sama sekali tidak punya hak untuk mengetahuinya.


"Aku, ingin membuat kampung halamanku, Tabinagawa, menjadi lebih hidup. Kaum muda pergi ke kota, kaum tua semakin tua dan sekarat......dan jumlah peserta festival ini menurun dari tahun ke tahun, jadi aku tidak tahu sampai kapan festival ini bisa berlanjut."


Ekspresi tenang di wajah Tomi-san, yang jarang terjadi padanya, menunjukkan kesungguhannya. 


"Kalo kita melakukan sesuatu yang menyenangkan, kupikir anak muda lainnya akan meniru kita dan jadi tertarik. Kalo ini bisa terus berlanjut......hanya itu yang bisa kulakukan."


Orang ini tidak memikirkan kepentingannya sendiri. Ia mengambil inisiatif dalam mengambil tindakan untuk orang lain, dan meskipun sedikit memaksa, ia memimpin. Hal yang sama yang mempertemukanku dan Sayane saat ini.


"Aku akan melakukan yang terbaik untuk menjalankan dan mengatur festival ini, jadi tolong bantu aku sekali ini saja. Kumohon."


Menurutku, pria yang menundukkan kepalanya untuk kampung halamannya------adalah pria paling keren di dunia.


"......Tapi, apa kita bisa tampil dengan level live dalam seminggu? Aku tidak akan bernyanyi hanya untuk bersenang-senang. Kalau tidak percaya diri, sebaiknya tidak melakukannya dari awal."


Sayane, yang telah merilekskan wajahnya yang tegang dan menghembuskan napas, dengan tenang menunjukan itu. Itu benar. Meski acara festival kecil-kecilan, Sayane punya banyak kebanggaan.


Kami tidak bisa memberikan pertunjukan yang setengah-setengah untuk memeriahkan para pemuda dan penduduk setempat.


"Ufufuu."


Tiba-tiba, senyum penuh arti melayang dari Emi-nee.


Ah, gawat. Saklarnya---


"Siapa yang mengajari Sayane-chan bernyanyi dan bermain gitar ya?"


Aku malah seperti memprovokasinya......Sayane tidak bisa menyembunyikan reaksi enggannya.


"Datanglah ke rumah kami, Sayane-chan! Aku akan menunjukkan padamu setelah sekian lama, esensi sejati dari ibu dan anak Sterling."


"......Aku tau dengan baik."


"Tidak, aku akan mendidikmu kembali karena kamu meremehkanku! Nama sang Juruselamat itu Emilie."


Emi-nee yang bersemangat berdiri dan membawa Sayane keluar. Liese pun mengejar kedua perempuan itu, meninggalkan ibuku dan kami berdua.


"......Kurasa aku akan mandi saja......"


Ibu mencoba untuk pergi dengan cepat, tapi,


"Apa yang kalian laukan! Iyori-san sama Shuu-kun juga ikut! Go go!"


"Uwah......ini parah."


Emi-nee, cepat kembalilah. Karena itu, entah kenapa, mereka membawa ibuku. 


"Oh, sudah lama aku ngga liat Emi dengan saklar menyala. Sejak SMA kali ya."


"Ketika aku dan Sayane pergi ke kelas musik, dia selalu seperti itu lho."


"Begitulah bahagianya dia. Bisa bertemu murid-muridnya setelah sekian lama."


Pipi Tomi-san juga terangkat karena bahagia.


"Ngga heran Liese tumbuh seperti itu?"


"Dalam arti tertentu, dia seperti titisan dari Emi-nee. Ngga ada sedikitpun DNA Tomi-san dalam dirinya." 


"Aku jadi khawatir tentang itu, jadi hentikan!"


Kedua pemabuk yang sedang bernostalgia itu pun mengangkat pinggul mereka yang berat dan berjalan perlahan ke luar.

******

Post a Comment for "Kimi no Wasurekata wo Oshiete [LN] J1 Bab 2.1"