Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Kimi no Wasurekata wo Oshiete [LN] J1 Bab 1.3

 

Bab Satu - Gadis Yang Tidur Dengan Jersey Masa SMP-nya




"Yosh! Dua base!"


Matahari sore dipenuhi dengan teriakan-teriakan yang konyol dan penuh semangat. Taman ini adalah tempat yang kumuh tanpa peralatan bermain, dan hampir tidak bisa disebut sebagai lahan kosong.


Tomi-san, menggunakan gudang bata merah yang dikelola kota sebagai net belakang, berlari melewati padang rumput dan batu-batu, dan kemudian melakukan pose kemenangan.


Ini aneh sekali, bukan? Bukankah normal untuk langsung pulang ke rumah setelah memancing?


Ia hanya mengambil batu datar sebagai pengganti base dan meletakkannya dengan cara yang sama seperti berlian bisbol. Tomi-san, yang melakukan pukulan dua base, menginjakkan kaki kanannya di atas batu sebagai pengganti base.


Tepat di belakangnya, ladang sayuran dan rumah pribadi......juga parit yang mengalir dengan lembut.



Ada sekelompok orang bodoh yang bermain kickbase di lahan kosong yang seharusnya disebut sebagai tempat dengan kondisi yang buruk lho.



Peraturannya hampir sama dengan bisbol, tapi kickbase adalah di mana tim yang bertahan menggulirkan bola sepak dan tim yang menyerang menendang bola untuk memajukan base. Jika bola ditangkap tanpa pantulan atau jika bola dipukul sebelum mencapai base, kau keluar......aku juga tidak peduli itu.


Dua dari kami sudah dewasa, satu orang berulang tahun bulan ini. Dan fakta bahwa kami bermain kickbase, bukan bisbol, menambah kesan surealis.


"Tempat ini dulunya disebut...Orléans, Tanah Suci Orléans."


"Tempat ini dari dulu itu tanah terlantar di pedesaan. Aku tidak pernah membawamu ke luar negeri, bukan?"


Kelihatannya ini tampak seperti Orléans bagi Liese. Padahal belum pernah ke luar negeri.


Penendang tim penyerang adalah aku. Pemain bertahan adalah Sayane. Sekilas, pembagian tim antara anak laki-laki dan perempuan kelihatannya lebih menguntungkan anak laki-laki, yang memiliki kekuatan lebih besar......


"Oi, Shuu! Jangan menendangnya sekeras mungkin! Buatlah tendangan itu terlihat bagus!" 


"Tidak......itu adalah perintah yang cukup sulit."


Meski menerima perintah dari Tomi-san yang berdiri di atas batu, tapi kalau mempertimbangkan dengan tenang kesulitannya cukup tinggi.


Di area yang seharusnya menjadi outfield, ada kebun milik orang dan rumah-rumah penduduk. Strategi yang umum adalah mencari celah di pertahanan lawan untuk mencetak potensi hit atau mencoba mendapatkan infield single melalui ground ball.


Karena itu, tidak ada keuntungan bagi tim laki-laki.


"Kalau bolanya masuk ke dalam kebun atau rumah, kau harus berlutut dan meminta maaf lho?"


Sayane mengeluarkan serangan mental. Anak ini sangat membenci kekalahan.


Sebenarnya, aku mengingat saat-saat ketika bola masuk ke dalam rumah penduduk dan aku meminta maaf sambil mengambil bola tersebut. Aku juga ingat pernah masuk ke dalam kebun tanpa sepengetahuan orang tua yang keras kepala dan akhirnya diomeli.


Aku ditoleransi karena masih kecil, tapi sekarang memang sulit......


Dengan tatapan tajam yang membuat pembunuh pun pucat, Sayane menggelindingkan bola dengan gaya bowling.


"Apa!?"


Tanah yang tidak rata dengan batu dan rumput membuat jalur yang tidak teratur bagi bola. Tendangan yang kuberikan melewatkan inti bola dan dengan lemah terguling ke arah Sayane.


Sayane menangkapnya tanpa kesulitan dan melakukan lompatan besar ke arahku saat aku berlari ke bebatuan di base pertama.


Tanpa ragu sedikit pun,


"......Out."


"Uwah......! Sakitnya......!"


Lemparan penuh tenaga menghantam punggungku!


Itu adalah bola yang lembut untuk anak-anak, tapi rasa sakit yang luar biasa menghantamku begitu keras sampai-sampai seluruh punggungku mati rasa.


"Aku belum lupa ekspresi kemenangan yang kau tunjukkan saat kita memancing."


Dengan sikap seorang ratu, Sayane menatapku dari atas dan mengatakan itu. Siapa yang menyangka bahwa rasa frustrasi dari wajah sombong saat memancing akan terus bergema......Dia benar-benar gadis yang gigih seperti biasanya.


Aku ingin membalasnya, tapi kurangnya latihan fisik yang biasa kulakukan mulai mempengaruhiku. Kelelahan yang terakumulasi dari bersepeda dan memancing terasa sebagai beban yang menumpuk di bagian bawah tubuhku.


"Hei, hei, Shuu! Jangan bercanda!"


Aku tidak bercanda......Meski aku melakukannya dengan serius, beginilah keadaannya.


"Liese! Tunggu! Yang lembut ke Papa! Ah!"


"Kau tidak punya pilihan, rakyat jelata. Perang suci akan segera berakhir."


Tomi-san tanpa ampun dihantam wajahnya dengan bola. Aku ingin tertawa, tapi di babak pertama tendangan, aku sudah kelelahan......dan itu sangat tidak keren sampai-sampai membuatku menangis.


Pertandingan berlangsung dengan cepat. Matahari mulai terbenam dan aku hanya ingin segera menyelesaikannya dan pulang ke rumah. 


Baca novel ini hanya di Musubi Novel


Aku mendapat tekanan dari sang penendang Sayane, seperti, "Lakukan dengan serius,". Anak ini tidak menganggap ini sebuah permainan. Dia ingin memojokkanku, dan keyakinannya yang kuat bahwa dia tidak pernah ingin kalah mendorongnya.


"Kau berpikir kau hanya ingin mengakhirinya dengan nyaman dan mudah, bukan?"


Dia langsung ke intinya dan aku meneguk ludah tanpa sadar.


"......Aku benci bagian dari dirimu itu."


Sayane, sambil mengerutkan kening, berseru frustrasi.


Seorang wanita yang menerima "tantangan" menuju puncak yang jauh. Seorang pria yang melarikan diri dari "tantangan" kecil. Bahkan dalam permainan seperti ini, aku tidak percaya bahwa aku disadarkan akan perbedaan yang jelas.


Bola yang kulempar tanpa susah payah menghilang ke kejauhan.


Dengan homerun besar yang memadatkan kemarahan Sayane.


"Uwahh~, aku ingat rumah itu ada Cerberus di dalamnya."


Tomi-san bergumam cemas, alisnya berkerut membentuk angka delapan.

Tln: å…«, angka 8 dalam b jepun


"......Bolanya, aku akan pergi mengambilnya."


Sayane dengan cepat menyembunyikan ekspresinya yang begidik, dan berjalan menuju rumah tempat bola itu menghilang. Meskipun dia berusaha mempertahankan sikap acuh tak acuh, namun kegalauan yang mengendap di kedalaman matanya, tidak bisa disamarkan.


Namun demikian, karena dia tidak ingin aku menyadarinya, Sayane tidak mematahkan ketenangan yang sudah dia buat. 


Bagian belakang sosoknya itu perlahan-lahan menjadi jauh dan menghilang ke dalam rumah.


Aku tidak berhak untuk khawatir, tapi hatiku gelisah. Di rumah itu, ada hal yang dia tidak bisa hadapi---


"Kyaaaaaaaaaa......!!"


Lolongan anjing yang tak henti-hentinya dan jeritan Sayane bergema.


Bagaimanapun......ini seperti yang sudah diduga. Rumah itu dihuni oleh pasangan lansia, dan sudah diketahui oleh masyarakat sekitar bahwa seekor anjing campuran yang enerjik (dinamai Cerberus) dipelihara di kebun. Aku masih jelas ingat ketika Sayane masih kecil, rok kesayangannya digigit oleh anjing itu, dan dia menangis sambil merengek-rengek.


"Siapa yang akan menolongnya di saat-saat seperti ini ya~? Lagi-lagi, itu akan menggigit pakaiannya lho?"


Pria 30an itu, menyeringai dan mengangkat ujung mulutnya. Seolah-olah ia tahu semua apa yang kupikirkan.

Tln: kayanya udah disebutin tomi-san itu umurnya 28, kok ini jadi 30an yak?


Langkahku terasa berat seperti terikat ke tanah. Baik aku maupun dia, telah mengubah keadaan kami.


Tapi......anak itu tetap saja Sayane. Dia adalah Kiriyama Sayane yang dulu ada di sisiku.


Bagian di mana dia benci kalah, bagian di mana dia senang dengan anak-anak, bagian di mana dia takut pada serangga dan anjing yang galak---satu-satunya orang yang dapat mengaduk-aduk emosiku dengan cara yang kompleks sekarang dan di masa lalu hanyalah dirinya.


"Dasar selalu merepotkan orang......"


Dengan enggan, aku memperbaiki perasaanku, "Aku akan pergi dan memeriksanya" dan berlari menuju rumah di mana Sayane berada.


Pemilik rumah yang sudah tua memiliki pendengaran yang buruk, jadi aku tahu mereka tidak akan bisa membantunya.


"Ya ampun~ Anak SMP Tabi? Tadi juga sepertinya ada seorang gadis SMP ke sini ya~?"


Baik aku maupun anak itu bukan siswa SMP saat ini. Aku terlalu malas untuk mengoreksi mereka, jadi aku hanya tersenyum pahit dan menipu mereka. Aku meminta izin dengan gerakan, dan ketika aku diizinkan masuk ke tempat itu,


"Uuh......"


Sayane terus mundur sambil menghindari anjing tersebut. Aku ingin menikmati ekspresi takut pada wajahnya lebih lama, tapi anjing yang berhasil menguasai bola di dekat kakinya tidak menunjukkan tanda-tanda menghentikan ancamannya.


"Kyaa......!"


Setiap kali Sayane menjerit, bahunya bergetar.


"Aku akan mengambilnya."


Aku berjalan melewatinya dan mengambil kembali bola itu, menenangkan anjing galak yang menggigit kakinya. Anjing ini sudah sangat tua, tapi kurasa ia masih mengingat aromaku.


Kemudian, dengan menunjukkan bola pada pemilik rumah dan memberi hormat, aku cepat-cepat meninggalkan halaman mereka. Dalam diam, tiba-tiba Sayane meringkuk di punggungku,


"......Aku gadis merepotkan yang harus diperhatikan, bukan?"


Katanya, menghina diri sendiri dalam bisikan yang dia peras keluar.


"......Aku tidak bisa membawa diriku untuk memegang umpan, aku menghadapi Cerberus sendirian dan menangis......bermain gitar di sekolah tanpa disiplin apapun......"


Mungkin sudah terlambat sekarang. Bagiku, seperti itulah teman masa kecilku, seperti itulah Sayane sendiri.


"......Dan kau, muncul di depanku yang seperti itu. Selalu, kau selalu mengulurkan tanganmu dengan lembut."


---Sensasi ringan di punggungku.


Mungkin, dia meremas ujung jersey SMP Tabi yang kukenakan.



"Karena itulah, bahkan sekarang aku masih menunggumu."



Dengan tangan gemetar, dengan penuh harap. Menekan rasa angkuh.


Sebuah angan-angan yang lemah.


Apa kau bermaksud mengatakan bahwa kau bernyanyi di sekolah......karena aku mungkin akan datang setelah mendengar desas-desusnya? Kau pasti bercanda. Hentikan itu.


Kepercayaan dan keteguhan yang ambigu dan membingungkan---bisa membuat orang yang tidak kompeten merasa terhina dan salah paham.


"......Maaf ya, tadi itu sangat membantu."


Dengan lirih dan malu-malu, Sayane bergumam. Dengan volume suara yang hampir tak terdengar.


"......Jangan dipikirkan. Kau selalu seperti itu sejak dulu."


Aku merasakan denyutan panas di dadaku. Aku bingung dengan reaksinya, jadi aku hanya bisa memberikan kata-kata yang kasar dan sok keren sebagai respons.


Aku merasa perasaanku yang dulu tumpang tindih dengan kerapuhan yang terpancar dari gadis yang terkurung dalam sangkar besi ini.


"Jersey-mu......lembab. Juga bau."


"Ini salahmu, kan......"


Kau merusak mood-nya. Satu kata yang tidak penting.


Akhir Bab 1

Post a Comment for "Kimi no Wasurekata wo Oshiete [LN] J1 Bab 1.3"