Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J5 Bab 5.7

Bab 5 - Pantai, Baju Renang Dan Glamping. Hari Pertama




Saat itu sekitar pukul 20.30 setelah selesai makan malam---


Perut kami sudah kenyang, dan setelah istirahat sebentar, kami memutuskan untuk mandi. 


Tenda kami dilengkapi dengan kamar mandi pribadi, dan seperti yang terlihat di brosur saat check-in, ada juga fasilitas pemandian air panas untuk dua hingga tiga orang yang bisa disewa secara pribadi. Jika masih tersedia, bisa digunakan dengan harga terjangkau. 


Karena akan memakan waktu terlalu lama jika kami berlima harus bergantian menggunakan kamar mandi, kami mencoba bertanya ke resepsionis, dan kebetulan fasilitas pemandian sedang kosong. Jadi, para gadis memutuskan untuk menggunakannya. 


Mumpung ada kesempatan, kami juga memesan untuk besok, dan besok aku serta Eiji yang akan menggunakannya.


Setelah selesai mandi, aku dan Eiji duduk di dek kayu, memegang minuman dingin sambil menikmati angin malam, menunggu para gadis kembali sambil bercakap-cakap ringan. 


Sudah lama sekali sejak kami terakhir berbicara hanya berdua seperti ini. 


"Bagaimana kehidupanmu di sekolah yang baru?"


Eiji tiba-tiba bertanya di saat yang terasa sedikit mendadak. 


Tidak, sebenarnya bukan mendadak---sejak kami bertemu kembali, ia bisa saja bertanya kapan saja. 


Ia memilih bertanya sekarang, mungkin sebagai bentuk perhatian dari Eiji.


Andaikata hidup di lingkungan baru tidak berjalan dengan baik, atau ada hal-hal yang sulit diucapkan, Eiji akan mendengarkan tanpa membuat yang lain khawatir.


Itu adalah cara Eiji menunjukkan bahwa kalau aku butuh seseorang untuk mendengarkan atau tempat untuk curhat, ia siap membantu.


Seperti biasa, Eiji terlalu keren. Kalau aku perempuan, mungkin aku sudah jatuh cinta padanya dan bersaing dengan Izumi sekarang.


"Untuk itu, sebenarnya aku ingin mengucapkan terima kasih."


Bagiku, tidak ada momen yang lebih tepat dari sekarang.


"Kalau aku harus langsung ke intinya, semuanya berjalan lancar berkatmu."


"Begitu ya. Syukurlah." 


Eiji tersenyum lega.


"Seperti yang pernah kukatakan sebelumnya, dulu setiap kali pindah sekolah, aku selalu menyerah pada segalanya."


"Ya, aku sudah pernah mendengar ceritanya beberapa kali."


"Baik menjaga hubungan yang sudah ada, maupun membangun hubungan yang baru, aku selalu berpikir bahwa karena pada akhirnya semuanya harus ditinggalkan, tidak ada gunanya berharap sejak awal."


Tapi itu hanya asumsi sepihakku.


"Setelah menghabiskan waktu bersama Aoi-san, Izumi, dan teman-teman di kelas, aku menyadari bahwa ada hubungan dan perasaan yang tidak perlu aku tinggalkan. Bahkan aku sampai berpikir bahwa alasan aku tidak bisa mempertahankan hubungan itu adalah karena aku sudah menyerah sejak awal."


Sekarang aku bisa melihat itu sebagai pengalaman yang berharga.


Mungkin karena pernah menyerah, aku justru bisa menyadari betapa pentingnya hal tersebut.


Tapi---


"Aku bisa berpikir begitu bukan karena siapa pun, melainkan berkat dirimu, Eiji."


"Karena aku?" 


Eiji yang jarang terkejut kali ini tampak heran.


Sepertinya ini benar-benar di luar dugaan Eiji.


"Karena kau mengingatku saat aku kembali ke kota itu."


Lebih dari enam tahun telah berlalu---


Kami bersekolah di taman kanak-kanak yang sama saat itu.


Saat aku pindah rumah ketika akan masuk SD, dan kemudian kembali di pertengahan tahun pertama SMP, enam tahun lebih waktu telah berlalu, tapi Eiji tetap mengingatku. 


Ketika kami bertemu lagi, Eiji menyambutku dengan santai, seolah wajar saja, mengatakan 'Selamat datang kembali'. Aku tidak akan pernah melupakan ekspresinya saat itu.


Itu pertama kalinya aku merasa bahagia karena ada seseorang yang tidak melupakanku.


"Aku berterima kasih pada semua orang. Tapi pada akhirnya, Eiji, semua ini berkat dirimu."


"Begitu ya......sebagai sahabat, aku akan sedikit berbesar hati kali ini." 


Sesuai dengan kata-katanya, dia mengatakannya dengan bangga, hal yang tidak biasa bagi Eiji.


Sepertinya dia sengaja tidak merendah untuk menghargai perasaanku.


Aku yakin hubunganku dengan Eiji tidak akan pernah berubah, apa pun yang terjadi di masa depan.


Bahkan jika kami harus berpisah lagi, atau jika ada sesuatu yang membuat kami terputus kontak untuk sementara waktu, meskipun kami bertemu lagi sepuluh atau dua puluh tahun kemudian, aku yakin kami akan tetap menjadi sahabat sampai mati.


Aku merasa hubungan ini adalah sesuatu yang tak akan pernah berubah.


"Ada sesuatu yang ingin kutanyakan, boleh?" 


"Apa itu?" 


"Soal Aoi-san, setelah kejadian itu."


Aku merasa ini adalah saat yang tepat untuk bertanya.


"Kau tidak bertanya langsung pada Aoi-san?"


"Tentu saja aku sudah bertanya. Sekarang, Aoi-san mulai banyak bercerita padaku, tapi aku berpikir mungkin ada hal-hal yang hanya bisa dilihat atau dirasakan oleh orang yang berada di dekatnya."


"Begitu ya. Kalau begitu---"


Setelah mengatakan itu sebagai pembuka, Eiji mulai bercerita tentang bagaimana Aoi-san di sekolah.


Meskipun di tahun kedua SMA dia tidak lagi sekelas dengan Izumi dan Eiji, dia tampaknya bisa bergaul dengan baik bersama teman-teman baru di kelasnya. Dia mulai aktif bergabung dengan kelompok-kelompok, dan bahkan berhasil menjalin banyak pertemanan.


Yang paling mengejutkan, Aoi-san menjadi perwakilan kelas.


Dia tidak mencalonkan diri, melainkan direkomendasikan oleh teman-temannya. Awalnya dia ingin menolak, tapi ketika mengetahui bahwa Izumi juga menjadi perwakilan kelas, dia merasa bisa banyak berdiskusi dengannya dan akhirnya menerima tugas tersebut.


Bahkan dalam pertemuan para perwakilan kelas, Aoi-san tampaknya bisa bergaul baik dengan anggota lainnya.


"Aoi-san benar-benar berubah, ya......" 


Aku tidak hanya terkejut, melainkan benar-benar terperangah.


Meskipun aku sudah merasakan perubahan dalam diri Aoi-san, mendengar semua ini membuatku semakin menyadari betapa besar perubahan itu.


"Iya, dia berubah begitu drastis sampai sulit dipercaya," 


Lalu, Eiji menoleh, seolah sedang berpikir sejenak.


"Aku dulu berpikir, pada dasarnya manusia tidak bisa berubah."


"Dulu berpikir begitu?"


Jarang sekali Eiji menutup kalimatnya dalam bentuk lampau.


Melihat ekspresiku yang penuh tanda tanya, Eiji melanjutkan dengan hati-hati memilih kata-katanya.


"Kepribadian yang terbentuk selama lebih dari sepuluh tahun sejak seseorang mulai memahami dunia, tidak mudah untuk berubah. Semakin tua, semakin sulit pula untuk berubah. Itulah sebabnya aku dulu berpikir bahwa pada dasarnya manusia tidak bisa berubah."


"Sebelumnya, Izumi juga mengatakan hal yang mirip. Apa kalian berdua pernah membahas hal seperti itu?"


"Tidak, kami belum pernah. Tapi pandangan kami tentang hal-hal seperti ini memang mirip."


Seperti yang diduga dari pasangan yang dikagumi semua orang, sepertinya mereka memang memiliki kesamaan.


Terlepas dari itu, karena aku cukup mengenal Eiji, aku bisa memahami apa yang ia maksud.


Supaya tidak disalahpahami, perlu dijelaskan bahwa Eiji bukan mengatakan bahwa tidak bisa berubah itu buruk.


Ada cara berpikir yang menganggap bahwa berubah itu luar biasa, tapi di sisi lain, ada juga keindahan dalam tidak berubah. Intinya adalah cara pandang dan cara menerima masing-masing individu, dan Eiji sebenarnya tidak sedang membicarakan soal baik atau buruk.


Sekarang, ketika aku memikirkannya, mungkin itulah maksud dari apa yang Izumi katakan sebelumnya.


"Tapi, ketika aku melihat Aoi-san, aku merasa bahwa aku harus mengubah pandanganku."


Perubahan Aoi-san tampaknya cukup besar hingga bahkan bisa mengubah pandangan Eiji.


"Meski aku masih berpikir bahwa pada dasarnya manusia tidak bisa berubah, jika seseorang bisa berubah, itu berarti mereka memiliki alasan yang sangat penting bagi diri mereka. Dan bagi Aoi-san, alasan itu adalah janjinya denganmu, Akira."


"......"


"Dari hatiku, aku benar-benar menganggap itu hal yang luar biasa."


Eiji melanjutkan dengan nada yang dalam.


"Keinginan untuk berubah demi seseorang bisa saja dianggap sebagai bentuk ketergantungan, bukan?"


"Memang, begitu seseorang mencari alasan dalam diri orang lain, itu bisa saja dianggap demikian."


"Tapi Aoi-san berbeda. Dia justru ingin berubah untuk mengatasi ketergantungannya. Hanya segelintir orang yang benar-benar bisa mewujudkan keinginan untuk berubah. Sebagian besar akan kehilangan semangat seiring berjalannya waktu dan akhirnya mencari-cari alasan untuk membenarkan ketidakmampuan mereka untuk berubah."



---Hanya sedikit orang yang bisa benar-benar mengambil tindakan.


---Banyak yang mencari alasan untuk membenarkan ketidakmampuan mereka untuk berubah.



Itu mungkin adalah sesuatu yang pernah dirasakan oleh hampir semua orang setidaknya sekali dalam hidup mereka.


Baca novel ini hanya di Musubi Novel


Besok, lusa, atau karena waktu yang tidak tepat---begitulah kita menunda, dan akhirnya tidak melakukan apa pun. Bahkan, kita melupakan penyesalan karena tidak melakukannya dan berpura-pura seolah-olah itu tidak pernah terjadi.


Tentu saja, aku juga pernah mengalaminya. Mungkin Eiji dan Izumi juga pernah.


Justru karena itu, aku tidak bisa menahan rasa hormat terhadap Aoi-san.


"Kupikir itu adalah sesuatu yang luar biasa, dan di saat yang sama, aku merasa iri."


"Iri?"


Itu adalah kata yang jarang terdengar dari Eiji, yang biasanya memiliki tekad kuat.


"Setidaknya, hubungan antara aku dan Izumi tidak membawa perubahan satu sama lain. Kami menjaga hubungan dengan saling menghormati, jadi kami mungkin menyesuaikan diri dengan satu sama lain, tapi tidak akan berubah. Kami tidak percaya bahwa hubungan yang memaksa salah satu pihak untuk berubah demi yang lain adalah sesuatu yang baik. Hubungan kami, baik atau buruk, bersifat setara---dan itu adalah hal yang tepat bagi kami. Tapi, aku tetap merasa iri dengan hubungan seperti yang kalian berdua miliki."


"Kalian tidak meragukan hubungan kalian, tapi tetap merasa seperti 'rumput tetangga lebih hijau'?"


"Benar. Rasanya persis seperti itu." 


Eiji sedikit senyum.


"Mungkin pertemuan kalian berdua memang ditakdirkan."


"Takdir, ya......"


Aku mulai berpikir, apakah pasangan benar-benar bisa memiliki pemikiran yang serupa? Karena apa yang Eiji katakan barusan mirip dengan apa yang Izumi pernah katakan juga.


Izumi pernah bilang bahwa pertemuan kami bukanlah takdir atau keajaiban, justru karena itu kami perlu berusaha untuk tetap bersama.


"Pertemuan yang cukup kuat untuk mengubah diri sendiri jarang terjadi seumur hidup. Ada orang yang mungkin tidak pernah mengalaminya sekalipun. Tapi kalian berdua beruntung bisa bertemu, jadi aku juga berpikir bahwa ini termasuk dalam kategori takdir atau keajaiban."


Mendengar Eiji, bukan hanya Izumi, mengatakan hal itu membuatnya terasa lebih meyakinkan.


Namun, justru karena itu, aku merasa demikian.


"Kalau dibandingkan dengan Aoi-san, aku sama sekali tidak berubah."


Itu adalah sesuatu yang selalu kurasakan setiap kali melihat perubahan dalam diri Aoi-san.


"Itu tidak benar."


"Benarkah?"


"Kau tahu, terkadang kita tidak bisa benar-benar melihat diri kita sendiri."


Eiji dengan lembut menyangkal ucapanku.


"Misalnya......tadi kau bilang bahwa kau sudah tidak lagi menyerah pada hubungan manusia, bukan?"


Perkataan itu membuatku tersentak.


"Seperti Aoi-san yang berubah setelah bertemu denganmu, kau juga sudah berubah setelah bertemu denganku, Izumi, dan Aoi-san. Kita cenderung meremehkan perubahan dan pertumbuhan diri sendiri, tapi dari sudut pandangku, kau sudah berubah drastis sejak kita bertemu lagi. Aku yang mengenal dirimu dulu dan sekarang lebih baik dari siapa pun, bisa menjamin itu."


"Eiji......"


"Jadi, kau tidak perlu terlalu khawatir."


Aku mungkin tidak bisa sepenuhnya yakin apakah diriku benar-benar berubah atau tidak.


Tapi jika Eiji yang mengatakan itu, kurasa aku bisa mempercayainya.


"Terima kasih."


Hati yang sempat terasa sedikit mendung kini seolah-olah mulai cerah kembali.


"Maaf membuat kalian menunggu---"


Tepat saat percakapan kami mencapai jeda, sebuah suara terdengar di dek kayu.


Ketika aku menoleh, sosok Aoi-san yang baru saja kembali dari pemandian terlihat di sana.


Entah karena pipinya yang memerah setelah mandi, rambut panjangnya yang masih sedikit basah, atau mungkin karena suasana malam musim panas yang sulit diungkapkan dengan kata-kata, ia terlihat sangat mempesona.


Di belakangnya, ada Izumi dan Hiyori yang juga baru kembali.


"Setelah mandi, rasanya segar, tapi tiba-tiba rasa lelah datang menyerang~"


Izumi langsung duduk di kursi dan merebahkan tubuhnya di atas meja, sementara itu, Hiyori menghilang ke dalam tenda.


"Kalau sudah bermain habis-habisan seperti tadi, pasti lelah juga." 


Meskipun aku tidak terlalu lelah, tubuhku dipenuhi rasa lesu yang menyenangkan.


Rasanya benar-benar seperti menikmati musim panas sepenuhnya, dan itu membuatku merasa sangat baik.


"Ada besok juga, haruskah kita tidur lebih awal?"


Kataku sambil melirik ponselku, yang menunjukkan waktu baru lewat setengah sepuluh.


Meski masih terasa terlalu awal untuk tidur, aku tetap mengusulkan.


"Capek sih, tapi tidur sekarang terlalu cepet!"


Izumi berseru, tampaknya memaksakan diri untuk tetap bersemangat, seperti anak kecil yang menolak tidur meski sudah mengantuk.


"Kalau kau merasa belum puas bermain, aku bisa menemanimu. Ada hal yang ingin dilakukan?"


"Ada. Sebenarnya aku sudah membelinya di supermarket."


Hiyori, yang baru kembali dari dalam tenda, meletakkan sejumlah besar kembang api di atas meja sambil berkata demikian.


Ternyata Izumi dan Hiyori diam-diam telah membelinya, dan Aoi-san yang berada di sebelahku juga tampak terkejut.


Namun, matanya berbinar seperti anak kecil yang baru saja diberi mainan.


"Aku belum pernah main kembang api sebelumnya."


Benar juga, tahun lalu kami melihat kembang api yang diluncurkan ke langit, tapi kami tidak memainkanny secara langsung.


Kalau begitu, tidak ada alasan untuk tidak melakukannya sekarang.


"Baiklah, ayo kita persiapkan."


"""Oke!"""


Saat barbeque tadi tidak ada yang bergerak, tapi sekarang semua langsung bersemangat melakukannya sendiri.


Saat bermain di pantai tadi, aku sempat melihat papan pengumuman yang memberi tahu bahwa kembang api di pantai dilarang setelah pukul 22:30, sesuai dengan peraturan daerah, jadi kami hanya punya waktu sekitar satu jam.


Kami mengambil kembang api dan pemantik, lalu meminjam ember dari kantor pengelola untuk mengisi air, sebelum berjalan menuju pantai.


Pantai berada tepat di seberang jalan, dan cahaya kembang api sudah terlihat di sana-sini.


Kami memilih tempat yang sedikit jauh dari orang lain agar tidak mengganggu, dan segera menyalakan lilin yang disiapkan menggunakan pemantik api.


Angin sepoi-sepoi yang bertiup ke arah laut membuat api sedikit bergetar.


"Hiyori, sudah siap."


"Ya."


Aku memanggil Hiyori yang menunggu dengan kembang api di tangan, lalu memberinya tempat. 


Begitu ujung kembang apinya menyentuh api, cahaya cerah menerangi kami.


"Hiyori-chan, beri aku api juga." 


"Aku juga mau!" 


Aoi-san dan Izumi memegang kembang api mereka, meminta api dari Hiyori, dan Eiji juga ikut bergabung. 


Begitu api menyala di kembang api mereka, cahaya cukup terang hingga aku bisa melihat ekspresi mereka dengan jelas.


Cahaya kembang api yang berwarna-warni menerangi kegelapan malam musim panas, diiringi asap yang mulai mengepul. Aroma mesiu bercampur dengan harum laut, serta angin hangat yang menyentuh pipi, benar-benar menciptakan suasana khas musim panas.


Ditambah lagi, melihat tiga gadis cantik bermain-main seperti itu, rasanya terlalu mewah bagi seorang pria.


Saat aku duduk di pasir, terpesona dengan pemandangan itu, tak lama kemudian Aoi-san mendekat ke arahku.


"Kamu tidak ikut main kembang api, Akira-kun?"


"Aku jaga api dan ember, jadi jangan khawatir, nikmati saja."


"Tapi, kalau begitu Akira-kun sendirian......"


Aoi-san tampak sedikit khawatir.


Kemudian, seolah memikirkan sesuatu, dia merogoh tas yang berisi kembang api.


Tak lama kemudian, dia berseru pelan, "Ketemu......!" sambil berbalik menghadapku.


"Kalau pakai ini, kamu bisa tetap menjaga api sambil main, kan?"


Apa yang dia sodorkan adalah sekumpulan kembang api jenis senko hanabi.

Tln: cari aja di gugel lah ya apa itu senko hanabi


"Benar juga."


"Ya, ayo main bareng."


Aku menerima senko hanabi dari Aoi-san yang berjongkok di sampingku. 


Kami bersama-sama menyalakan ujung kembang api senko hanabi dengan lilin, dan begitu api menyala, bola api kecil terbentuk. Saat api mulai tenang, tiba-tiba terdengar suara gemeretak, disusul percikan bunga api kecil yang bertebaran.


Percikan itu, yang meletup dan menghilang, tampak seperti bunga higanbana merah yang mekar terbakar di kegelapan.


Meskipun sedikit lebih awal untuk musimnya, aku terpesona oleh keindahan yang mengingatkan pada bunga yang memiliki umur pendek itu. 


Sudah berapa lama sejak terakhir kali aku menikmati senko hanabi seperti ini ya?


"Indah ya......"


"Kembang api yang meriah juga bagus, tapi yang seperti ini memiliki pesona tersendiri, kan?"


Saat kami berbincang seperti itu, senko hanabi mulai padam dan jatuh.


Durasi yang kurang dari satu menit ini juga sangat sesuai dengan karakter senko ganabi.


"Sudah selesai, ya."


Aoi-san bergumam pelan sambil menatap bola api yang jatuh dan menghitam.


Aku mengambil sisa senko hanabi dan memberikannya pada Aoi-san.


"Bisa temani aku sebentar lagi?"


"Ya......"


Dengan begitu, kami menyalakan senko hanabi yang kedua.


Cahaya tak terhitung dari kembang api yang menerangi pantai malam itu tanpa diragukan lagi sangat indah.


Namun lebih dari itu, wajah Aoi-san yang menatap senko hanabi di sampingku sangatlah cantik, dan aku terpesona olehnya hingga mengabaikan senko hanabi itu.


Akhir Bab 5

1 comment for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J5 Bab 5.7"

  1. Lanjut dong min, gw tinggal liat vol 6-7 belum ada yng ngetl

    ReplyDelete