Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J3 Bab 8.1
Bab 8 - Kisah Tentang Mengubah Seorang Gadis Cantik dan Anggun Di Kelas Menjadi Seorang Gal Berambut Pirang
Kemudian tibalah hari festival sekolah, Sabtu pagi---
"Ta-da!"
Ketika setiap siswa melakukan pemeriksaan akhir sebelum acara dimulai, suara Izumi yang penuh semangat menggema di seluruh ruang kelas.
Ketika semua orang menengok ke arah suara itu, kami melihat sosok Izumi yang mengenakan kostumnya.
Kostum gaya Jepang tradisional dengan tatanan kimono yang sesuai dengan konsep kafe gal pirang bergaya Jepang.
Atasannya terbuat dari kain putih dengan bordiran bunga warna-warni, sedangkan bawahannya adalah rok bergaya hakama yang memanjang dari sedikit lebih tinggi dari pinggang hingga ke kaki. Di atas segalanya, rambut Izumi berwarna pirang, sesuai dengan konsepnya.
Izumi berputar-putar di tempat untuk memamerkannya.
"Eiji-kun, bagaimana?"
"Ya. Itu terlihat bagus untukmu."
"Terima kasih! Pacarku ini sangat baik ya~aku mencintaimu!"
"Aku juga mencintaimu."
Ini adalah acara yang sudah berlangsung berkali-kali di kelas kami.
Kesampingkan tentang mereka berdua yang sedang menyampaikan cinta mereka di tengah-tengah ruang kelas, tapi mereka memang terlihat serasi.
Aku sempat khawatir mengenai kombinasi kimono dan seorang gal pirang, karena aku tidak bisa membayangkan keduanya, tapi ketika aku benar-benar melihatnya seperti ini, ternyata hal itu benar-benar cocok. Ini adalah pertama kalinya aku melihat Izumi dengan rambut pirang, tapi itu lebih cocok untuknya daripada yang kubayangkan.
Dan tidak hanya Izumi, tapi juga satu orang lainnya---
"Aoi-san, ayo cepat masuk."
"Y-Ya......"
Aoi-san mengintip dari luar ruang kelas, seperti yang dilakukannya saat mencoba kostum dulu.
Bagaimanapun, seperti waktu itu, Izumi pergi ke luar kelas dan menarik tangan Aoi-san dan masuk.
"""Oooh......"""
Semua orang di kelas berseru kagum melihat sosoknya.
Berbeda dengan kostum glamor yang dikenakan oleh Izumi, miliknya ada bunga hydrangea berwarna biru dan ungu yang terlukis di atas kain putih bersih.
Warna yang tenang namun sangat dalam. Keindahan gradasi kelopak bunga, yang berubah warna dari biru jernih ke ungu muda yang agak rapuh, sungguh memukau.
Meskipun aku sudah pernah melihatnya sekali sebelumnya saat dia mencobanya, namun tetap saja keindahannya membuatku terpesona lagi.
Di atas segalanya, ini adalah pertama kalinya dalam lima bulan, aku melihat sosok Aoi-san dengan rambut pirang seperti ini.
Mau tak mau aku mengingat kembali saat aku melihat Aoi-san di taman pada hari itu.
Saat itu, Aoi-san tidak diterima oleh semua orang di kelas seperti sekarang. Dia jarang datang ke sekolah, dia terisolasi dan terlihat seolah-olah dia berada dalam keadaan yang samar-samar setiap saat.
Namun kini, Aoi-san diterima dengan hangat oleh semua orang.
Terutama sejak ia menjadi anggota komite festival, jarak antara dirinya dan semua orang semakin dekat.
Aoi-san mengatakan bahwa dia menjadi anggota komite untuk membuatku memiliki kenangan, tapi kupikir itu lebih untuk kebaikan Aoi-san sendiri daripada aku.
Bahkan dengan rambut pirang yang sama, semuanya berbeda antara dulu dan sekarang.
Memikirkan hal ini membuat bagian belakang mataku berkaca-kaca.
"Akira-kun."
Saat aku sedang larut dalam keharuan, Aoi-san datang ke hadapanku.
"Sekali lagi, bagaimana menurutmu? Apa ini cocok untukku......?"
Aku menghancurkan sedikit rasa sakit yang menusuk dadaku.
Ini bukanlah sesuatu yang seharusnya membuat hatiku sakit, tapi sesuatu yang patut disyukuri.
"Itu terlihat sangat bagus untukmu."
"Benarkah?"
"Ya. Sebenarnya, aku ingin melihat rambut pirang Aoi-san sekali lagi."
"Eh? Akira-kun, apa kamu lebih suka rambut pirang?"
"Tidak, kalau menyangkut menyukainya atau tidak, aku lebih suka dengan rambut hitam, tapi......."
"Tapi?"
Aoi-san memiringkan kepalanya dengan manis seperti biasa.
"Karena ini mengingatkanku saat kita bertemu."
"Begitu ya."
Aoi-san menunjukkan senyum kecil.
"Baiklah! Sekarang yang harus kita lakukan adalah menunggu festival sekolah dimulai!"
"Tidak, tunggu sebentar."
Aku meminta menunggu pada Izumi.
"Ada apa?"
"Apanya yang ada apa."
Izumi menganggukkan kepalanya berpura-pura tidak tahu, tapi aku benar-benar ingin mengatakan sesuatu.
"Kenapa aku juga berpakaian seperti gal pirang dengan kimono!?"
Aku tidak menyebutkannya sampai sekarang, tapi entah kenapa aku juga mengenakan wig pirang dan kostum.
Dengan kata lain, pertukaran yang menyenangkan yang kulakukan dengan Aoi-san sebelumnya, juga dilakukan dengan aku mengenakan kostum seorang wanita.
"Wajar saja karena konsep kafenya adalah gal berambut pirang, bukan?"
"Bagaimana mungkin membuatku mengenakan pakaian gadis itu wajar! Kenapa kau menyamakan kostum laki-lakinya!"
Tanpa pikir panjang, aku mengambil wig dan membantingnya ke atas meja.
"Su-dah-ku-bi-lang, ini adalah kafe gal pirang bergaya Jepang, jadi tidak ada masalah jika itu laki-laki atau perempuan, bukan?"
"Tidak, tidak, tentu saja ada!"
Aku tidak merasa pendapat kami bisa cocok.
Izumi bersikeras ini sebagai suatu hal yang biasa, tapi aku tidak berpikir bahwa dia menyamakan kostum untuk laki-laki.
Tidak......tapi aku tidak bisa mengatakan kalau aku tidak bersalah karena tidak memastikannya.
Ketika pembuatan kostum dimulai, ada sesuatu yang aneh, atau hilang, atau macet. Aku mencoba mengkonfirmasikannya dengan Izumi, tapi aku lupa dan akhirnya tidak bisa mengkonfirmasikannya......
Yang kulupa adalah bahwa mereka tidak membuat kostum untuk laki-laki.
"Sudah sudah, Akira, tenanglah."
Kemudian Eiji, yang juga berpakaian sebagai gal pirang, menengahi aku dan Izumi.
Ia mengambil wig yang telahku jatuhkan dan menenangkanku sambil menyerahkannya padaku.
"Eiji, kenapa sih kau terlihat sangat cocok dalam pakaian wanita itu......?"
Eiji berpakaian seperti seorang gadis cantik, sampai-sampai membuatmu akan mengira ia benar-benar seorang gadis.
Sepertiku, Eiji mengenakan kostum gaya Jepang dan mengenakan wig pirang panjang, dan bagaimana pun orang memandangnya, ia terlihat seperti seorang gadis pirang yang cantik.
Aku pernah berpikir bahwa ia akan terlihat bagus jika ia secara serius berdandan sebagai wanita, karena wajahnya yang netral, tapi ketika ia melakukan ini, ia sungguh terlalu imut, dan itu jadi masalah.
Sebagai buktinya, para gadis telah mengambil foto Eiji dari tadi sambil menjerit kegirangan.
"Itu juga terlihat bagus untukmu, Akira. Kau terlihat sangat manis lho.".
"Hentikan. Jangan memujiku lebih dari itu."
Aku tahu Eiji tidak berniat melakukan itu, tapi rasanya aneh, karena ia mengenakan pakaian seperti itu.
Apa kau mau bertanggung jawab kalau ada pintu yang tidak boleh terbuka malah terbuka lebar?
"Aoi-san, kamu juga harus memberitahu Akira-kun pendapatmu."
"U-Umm, menurutku kamu sangat manis......jadi aku ingin kita foto bersama."
Aoi-san memegang ponselnya dengan kedua tangan dan mengangkatnya ke depan wajahnya, lalu berbicara dengan nada minta maaf.
Yang benar saja......kau akan meninggalkan penampilan ini sebagai kenangan?
"Oke~. Kalau begitu kalian berdua berdiri berjejer~♪"
Izumi dan Eiji tidak sabar dan berdiri berdampingan dengan Aoi-san.
Dengan begini, Izumi mengambil banyak sekali foto sebelum festival sekolah dimulai.
Aoi-san mengatakan bahwa dia akan menggunakannya sebagai wallpaper layar siaganya sebagai kenang-kenangan, tapi kumohon, tolong jangan lakukan itu......tapi melihat Aoi-san yang begitu gembira, aku tidak bisa mengatakannya.
Kalau Aoi-san senang, aku akan tahan dengan setidaknya satu sejarah hitam dalam hidupku.
Setelah itu, pada pukul sepuluh, dimulainya festival sekolah dengan diumumkan di pengumuman sekolah dan festival akhirnya dimulai.
Kafe gal pirang bergaya Jepang, yang merupakan presentasi kelas kami, dibuka pada saat yang sama, dan kami segera bersiap untuk menyambut para pelanggan.
Ngomong-ngomong, festival sekolah berlangsung dari pukul 10:00 hingga 17:30.
Shift akan berlangsung selama satu setengah jam untuk satu tim yang terdiri dari delapan orang, dengan rotasi lima kali.
Tim pertama dimulai dengan aku dan Aoi-san yang merupakan anggota komite, Izumi dan Eiji, ditambah empat teman sekelas kami. Pekerjaan dibagi di antara kami berlima di bagian depan, dan tiga orang di bagian belakang.
Aku dan Aoi-san memutuskan untuk tidak bekerja shift pada hari kedua, tapi bekerja tiga jam berturut-turut.
Kami memutuskan untuk mengambil sistem shift ini karena ini adalah yang paling sulit untuk memulai pekerjaan seperti ini, jadi akan lebih baik kalau aku dan Aoi-san, yang sudah terbiasa melayani pelanggan, untuk berada di sini untuk sementara waktu sejak awal.
Pelanggan mulai berdatangan, dan aku meninggalkan Izumi dan Eiji yang bertanggung jawab atas urusan belakang sementara aku dan Aoi-san di bagian pelayan.
Setelah beberapa saat, pelanggan dari masyarakat umum juga berdatangan dan tiba-tiba mulai ramai.
"Izumi, satu set matcha dan matcha latte."
"Oke♪"
"Akira, bagaimana situasi di depan?"
"Jumlah orang yang membawa keluarga mereka ke sini jauh lebih banyak daripada yang kukira. Akan seperti ini sampai setelah makan siang."
"Mengerti! Masih ada banyak ruang juga♪"
Kemudian Aoi-san, yang mengambil pesanan, juga datang ke bagian belakang.
"Izumi-san, dua set matcha."
"Oke oke♪ Ngomong-ngomong, Aoi-san, bagaimana reaksi pelanggan?"
"Mereka semua mengatakan rasanya lezat dan mereka memakannya dengan senang hati."
"Semua usaha yang kita lakukan untuk membuatnya sepadan ya!"
Seperti kata Izumi, sejujurnya sangat menyenangkan melihat pelanggan makan dengan senyuman di wajah mereka.
Ketika aku bekerja paruh waktu di tempat kerja Aoi-san, aku merasa senang ketika pelanggan mengatakan betapa enaknya makanan yang mereka pesan atau mengucapkan terima kasih atas hidangannya, tapi sekarang aku merasa jauh lebih puas dari itu.
Aku yakin yang lainnya merasakan hal yang sama, dan alasannya adalah karena kami sendiri yang membuatnya.
Karena hasil dari semua orang yang bekerja sama dihargai dalam bentuk senyuman di wajah pelanggan.
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
"Baiklah, aku akan kembali ke depan, urus yang disini."
"Serahkan padaku!"
Kemudian, di tengah-tengah shift, giliran kerja Izumi dan Eiji berakhir dan mereka berganti ke tim berikutnya untuk melanjutkan menjalankan bagian tersebut.
Kafe menjadi lebih ramai saat makan siang, tapi kami berhasil menjaga agar kafe tetap berjalan dengan lancar, dan saat hampir pukul 13:00 ketika kami melewati puncak---
Tepat sebelum shift-ku dan Aoi-san berakhir.
"Selamat data---"
Aku berhenti sejenak ketika melihat wajah seorang pelanggan baru.
"Umm......Akira-kun kan ya?"
"Ya......ah!?"
Aku buru-buru melepas wigku ketika aku ingat kalau aku jadi gal berambut pirang.
"Maafkan saya......bukan hobi saya untuk berdandan seperti wanita."
"Jangan khawatir. Aku sudah mendengar dari Aoi bahwa konsepnya memang seperti itu."
"Maaf......."
Tidak masalah pada saat ini aku merasa malu.
Kami menelepon ayah Aoi-san setelah mendiskusikannya dengan Aoi-san, tentu saja ia tahu.
Namun aku gusar, bukan karena aku terlihat berpakaian seperti seorang wanita, tapi karena sang ayah bukan satu-satunya yang muncul.
Di samping sang ayah ada seorang wanita dan di kakinya ada seorang anak laki-laki.
"Bisa kamu mengantar kami ke tempat duduk kami?"
"Ya. Silakan lewat sini."
Aku menunjukkan mereka ke tempat duduk mereka tanpa bisa memahami situasinya.
Tidak, bukan berarti aku tidak memahami situasinya sama sekali.
Mengetahui apa yang terjadi pada Aoi-san dan ayahnya, tidak sulit bagiku untuk menebak siapa mereka.
Hanya saja, aku terkejut karena aku tidak tahu kenapa sang ayah mereka membawa mereka ke sini.
"Boleh aku memesan dua set matcha?"
"Ya. Mohon tunggu sebentar."
Aku bergegas ke tempat Aoi-san di bagian belakang.
"Aoi-san---"
Ketika aku membuka tirai, aku melihat Aoi-san tepat di depanku.
Dia mungkin baru saja akan kembali ke depan.
Kebetulan sekali, pikirku, sambil menenangkan diri.
"Aoi-san, ayahmu baru saja datang. Tapi---"
Sejenak aku kehilangan kata-kata, tidak tahu harus berkata apa.
Kemudian Aoi-san dengan lembut memegang lengan bajuku dan menganggukkan kepalanya.
"Tidak apa-apa. Aku tahu kok."
"Kamu tahu?"
"Maaf mengagetkanmu. Aku juga mengundang keluarga ayah."
Ya--- yang bersamanya adalah pasangan pernikahan ulang ayahnya dan anaknya.
Tapi kenapa Aoi-san mengundang keluarga ayahnya juga?
"Aku tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata, tapi......kupikir aku ingin bertemu dengan mereka."
Nada bicara Aoi-san sangat tenang.
Meski tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata, Aoi-san memiliki perasaan yang jelas dalam dirinya.
Kini, setelah dia bersatu kembali dengan ayahnya dan berpisah dengan ibunya, wajar saja jika pandangan Aoi-san terhadap keluarganya berubah. Hanya Aoi-san sendiri yang tahu apa yang ada di dalam hatinya, tapi melihat matanya yang tanpa ada keraguan, kupikir tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Di atas segalanya, aku senang bahwa Aoi-san tampaknya berusaha untuk maju.
"Begitu ya."
Jam baru saja menunjukkan pukul tiga belas dan shift-ku dan Aoi-san akan segera berakhir.
"Pergilah ke meja ayahmu, Aoi-san. Aku akan membawa pesanannya."
Lalu, Aoi-san memberikan kekuatan ke tangan yang memegang lengan bajuku.
"Aku ingin Akira-kun ikut bersamaku juga."
"Eh---?"
Itu adalah kata yang tidak kuduga.
"Tidak apa-apa......kalau aku berada di sana juga?"
"Maaf ya. Aku tahu ini mengejutkanmu. Tapi, aku juga ingin memperkenalkan Akira-kun ke keluarga ayah."
Aoi-san menatap langsung ke mataku.
Ini mungkin pertama kalinya Aoi-san meminta padaku dengan begitu jelas.
Dibandingkan dengan sebelumnya, Aoi-san menjadi lebih terbuka mengenai perasaannya. Namun, meskipun dia telah mengungkapkan perasaannya kedalam kata-kata, dia tidak pernah memintaku untuk melakukan sesuatu yang tidak mungkin.
Namun sekarang, Aoi-san mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata, karena dia tahu bahwa hal itu tidak mungkin.
Hal itu sudah cukup bagikuuntuk memahami kekuatan perasaan Aoi-san.
"......Mengerti. Aku akan ikut bersamamu."
Aku merasa gugup hal yang mendadak ini, tapi aku tidak punya alasan untuk menolak.
"Terima kasih."
Aku dan Aoi-san menuju ke tempat duduk mereka dengan set matcha untuk dua porsi di tangan kami.
"Maaf membuat Anda menunggu."
Setelah Aoi-san menyerahkan pesanannya pada ayahnya dan aku menyerahkan pesanan pada istrinya, kami mengambil tempat duduk di seberangnya.
Aoi-san duduk di depan ayahnya dan aku duduk di depan istrinya, sementara anak laki-laki di pangkuannya melirik ke arah kami sambil memeluk ibunya dan bersembunyi.
"Terima kasih telah mengundangku hari ini."
"Tidak. Aku yang seharusnya berterima kasih ayah sudah datang."
Aoi-san dan ayahnya saling bertukar kata dengan senyum lembut di wajah mereka.
Dibandingkan dengan saat mereka pertama kali bertemu lagi, cara mereka berinteraksi satu sama lain tampak jauh lebih seperti keluarga.
"Aku akan memperkenalkan mereka. Ini adalah istriku, Yukari."
"Senang bertemu denganmu. Terima kasih telah mengundang kami juga."
Yukari-san membungkuk dengan sopan.
"Dan ini adalah anak kami---adik laki-laki Aoi, Aoshi."
"Aoshi-kun......."
"Ditulis dengan Ao dari Aoi dan Kokorozashi."
Tln : Kanji nama Aoi-san itu 葵, dan kanji adiknya 葵志
Fakta bahwa namanya memiliki satu kata dari Aoi-san tentunya merupakan ungkapan perasaan ayahnya sendiri.
Bahkan, jika di masa depan ia tidak pernah bertemu dengan Aoi-san lagi, ia tidak akan pernah melupakan dia. Ia ingin memastikan bahwa ia tidak pernah lupa, bahkan meski hanya untuk sesaat pun, bahwa ia memiliki dua orang anak.
Hanya sang ayah yang tahu apa yang sebenarnya ia pikirkan, tapi itulah yang kurasakan
"Aoshi, sapa Onee-chan."
Ketika Yukari-san mendorongnya, mata Aoshi-kun bertemu dengan mata Aoi-san sejenak.
Tapi ia langsung mendekatkan wajahnya ke dada Yukari.
"Maafkan aku. Anak ini sangat pemalu."
"Jangan khawatir tentang hal itu."
Kurasa ia tidak memahami situasinya, dan ia akan mengerut jika dikelilingi oleh orang-orang yang lebih besar darinya.
"Silahkan tehnya dinikmati sebelum menjadi dingin."
"Ya. Terima kasih."
"Dan, tentang puding di menunya......kami membuatnya dengan meniru puding matcha dari Kagetsu, yang biasa dibelikan oleh ayah."
"Puding Kagetsu?
"Ya. Kami tidak bisa membuat rasanya persis sama, tapi aku ingin memakannya bersama ayah lagi."
"Begitu ya......"
Sang ayah mengambil mangkuk dan sendok yang berisi puding matcha dan membawanya ke mulutnya.
Setelah mengangguk-angguk sambil menikmatinya, ia tersenyum puas.
"Memang, mungkin rasanya tidak sama dengan puding di Kagetsu. Tapi bagiku, yang ini rasanya jauh lebih enak."
Aku yakin itu adalah perasaan sebenarnya dari sang ayah.
Saat itu Yukari-san juga mengambil puding di sebelahnya.
"Kamu juga mau, Aoshi?"
Aoshi-kun meraih puding di tangan Yukari-san.
"Ini puding matcha, jadi mungkin tidak cocok untuk lidah Aoshi, tidak apa-apa?"
Yukari-san memberikan puding dan sendok yang ada di tangannya pada Aoshi-kun, yang secara mengejutkan, memakannya sampai habis. Tidak terlihat kalau rasanya tidak sesuai seleranya, dan ia melihat mangkuk yang kosong seolah itu masih kurang.
"Aoshi-kun, kamu mau lagi?"
Aoi-san bertanya dengan lembut, dan Aoshi-kun menganggukkan kepalanya dengan malu-malu.
Aoi-san kembali ke bagian belakang dan segera kembali dengan dua puding matcha di tangannya.
Satu untuk Aoi-san, dan ketika dia menyerahkan yang satunya lagi pada Aoshi-kun, ia kembali melahapnya.
Mungkin itu tidak cukup karena pada awalnya kami membuat porsinya kecil.
"Aoshi, katakan terima kasih pada Onee-chan."
"......"
Aoshi-kun menatap Aoi-san, masih terlihat malu.
Kemudian, alih-alih berterima kasih, ia mengeluarkan salah satu permen dari sakunya dan meletakkannya di atas meja.
"......Kamu memberikannya padaku?"
Aoi-san bertanya, dan Aoshi-kun bersembunyi lagi, mendekatkan wajahnya ke dada Yukari-san.
Ayahnya dan Yukari-san melihat dengan terkejut saat melihat mereka berdua.
"Aoshi, apa kamu benar-benar memberikan ini pada Onee-chan?"
Aoi-san dengan lembut mengambil permen yang ditawarkan di tangannya.
"Permen ini adalah favoritnya dan ia selalu membawanya saat keluar rumah. Ia sangat menyukainya, ia bahkan jarang memberikannya pada kami......."
Ia memberikan sesuatu yang sangat berharga baginya pada Aoi-san, yang baru saja ia temui untuk pertama kalinya.
"Terima kasih, Aoshi-kun."
Aoi-san membuka bungkus permen dan memasukkannya ke dalam mulutnya.
"Ya. Ini enak."
Aoshi-kun melirik ke arah Aoi-san saat dia tersenyum.
Menyaksikan percakapan mereka yang menggemaskan, aku berpikir.
Jika rasa yang berkesan bagi Aoi-san dan ayahnya adalah puding dari Kagetsu, maka suatu hari nanti, saat Aoshi-kun tumbuh dewasa dan mengenang masa kecilnya, aku berharap rasa yang berkesan bagi Aoi-san dan Aoshi-kun adalah permen ini.
Setelah itu, Aoi-san dan ayahnya serta aku melanjutkan mengobrol selama sekitar 30 menit.
Senang mereka bisa berbicara dengan santai, tapi ada banyak kesempatan untuk melakukannya di masa depan.
Aku dan Aoi-san pergi ke luar kelas untuk mengantar mereka bertiga.
"Aku pamit sekarang."
"Ya. Sampai jumpa lagi."
Sang ayah menoleh ke arahku.
"Terima kasih, Akira-kun. Rasa terima kasihku padamu tidak bisa digambarkan dengan kata-kata."
"Saya juga, terima kasih atas semua yang telah Anda lakukan."
"Untuk kedepannya juga.......tolong terus jaga Aoi."
Sang ayah menundukkan kepalanya dalam-dalam.
Di sebelahnya, Yukari-san juga menundukkan kepalanya.
Tolong angkat kepala Anda---aku menelan kata-kata itu saat akan mengatakannya.
Tentunya aku harus memahami apa artinya bagi orang dewasa untuk membungkuk.
Aku tidak hanya harus memahami alasan kenapa mereka bersikap sopan pada seorang siswa SMA, aku juga harus memahami kenapa mereka berusaha untuk bersikap sesopan mungkin dengan pikiran dan perkataan mereka, dan memutar kata-kata mereka dengan lebih sopan daripada yang diperlukan, aku harus menerima perasaan mereka dengan baik.
Aku dipercayakan dengan rasa terima kasih, rasa hormat, kepercayaan, dan yang terpenting, perasaannya.
"Tentu saja."
Untuk menanggapi perasaannya, aku menaruh ketulusan yang paling dalam pada kata-kataku.
"Selama aku berada di sisinya, aku akan melindunginya apa pun yang terjadi."
"Terima kasih......."
Dengan begini, kami melihat punggung mereka bertiga meninggalkan ruang kelas.
Kemudian, Aoshi-kun yang digendong Yukari-san menatap Aoi-san.
Saat mata mereka bertemu, Aoshi-kun dengan malu-malu setengah menyembunyikan wajahnya dan melambaikan tangannya dengan gerakan kecil.
Melihat Aoi-san melambaikan tangan dengan gembira, aku berpikir.
"Aoshi-kun, bukan hanya adik laki-laki Aoi-san tapi ia juga mirip dengan Aoi-san ya.
"Begitukah? Bagian mananya?"
"Bagian di mana ia menyembunyikan wajahnya ketika ia merasa malu."
"Eh......?"
Aoi-san terlihat terkejut dan memiliki tanda tanya di wajahnya.
"Aku tidak berniat seperti itu......."
Sepertinya Aoi-san sendiri tidak sadar.
"Tapi, kamu tahu, saat ini kedua tanganmu menutupi setengah wajahmu lho."
"Eh---?"
Ya, Aoi-san menyembunyikan wajahnya yang merah padam dengan kedua tangannya ketika kami sedang berbicara.
Ketika aku mengatakannya dengan sedikit menggodanya, Aoi-san buru-buru melepaskan tangannya.
"......Akira-kun nakal."
Aoi-san menatapku dengan cemberut.
Aku merasa agak beruntung bisa melihat ekspresi yang biasanya tidak kulihat.
"Nah, sekarang shift kerja kita sudah selesai, ayo ganti baju dan melihat-lihat festival sekolah."
"Ya. Kamu benar."
Saat kami hendak kembali ke bagian belakang kelas untuk mengambil barang-barang kami.
"Kudengar kalian berdua sedang kerepotan!?"
Izumi kembali ke ruang kelas dengan ekspresi wajah panik.
Di belakangnya ada Eiji.
"Apa? Apa terjadi sesuatu?"
"Aku mendapat telepon dari seseorang yang sedang bertugas. Dia mengatakan bahwa kafe kita terlalu ramai dan mereka tidak bisa melayani pelanggan, dan ada banyak orang yang menunggu untuk masuk, jadi dia meminta bantuan."
""Eh?""
Tanpa sadar aku dan Aoi-san meninggikan suara kami.
Lalu, aku melihat ke pintu masuk dan melihat antrean pelanggan yang menunggu untuk masuk.
"Seriusan......"
Dan sudah jelas ruang kelas penuh, dan kata "membludak" adalah kata yang tepat untuk menggambarkannya.
"Maaf. Aku tidak menyadarinya karena ayah Aoi-san ada di sini."
"Akira, apa yang akan kita lakukan?"
Eiji menyerahkan keputusan padaku.
Hanya ada satu cara kan.
"Shift-ku sudah selesai tapi aku akan tetap tinggal sampai keadaan tenang. Meski aku satu-satunya yang mengurusi bagian depan tidak akan ada masalah. Untungnya aku masih mengenakan kostum, jadi segera setelah aku memakai wigku, aku akan kembali."
"Bagaimana kalau tidak mereda? Bahkan jika Akira-kun yang sudah berpengalaman tetap tinggal, jika seramai ini bahkan di siang hari, aku yakin akan semakin ramai dengan para pelanggan yang beristirahat dari sekarang sampai sore hari."
Seperti kata Izumi, aku juga mengerti itu.
"Aku akan bekerja hingga menit terakhir sebagai anggota komite."
"Aku tidak bisa membiarkan Akira-kun menanggungnya sendirian, jadi aku akan membantu juga!"
Sungguh, Izumi benar-benar bisa diandalkan selama festival seperti ini.
Aku sudah berpikir dia akan mengatakan itu, jadi aku berkata "sampai situasi mereda".
"Izumi-san, tidak apa-apa."
Kemudian Aoi-san, yang berdiri di sampingku berkata.
"Aku akan tinggal di sini dengan Akira-kun."
Meskipun begitu, Izumi menggembungkan pipinya dan tampak tidak puas.
Saat aku berniat bertanya kenapa dia terligat tidak puas seperti itu.
"Ah dasar, aku tidak peduli apa kita kekurangan tenaga atau tidak, aku tetap akan bergabung!"
Dia merajuk seperti anak kecil yang tidak ingin ditinggalkan dalam kelompok.
Apaan, kalau memang itu yangg kau inginkan, katakan saja dengan jujur.
"Soalnya, bukankah sangat sibuk dengan presentasi kelas sampai-sampai tidak punya waktu untuk berkeliling festival sekolah itu yang terbaik♪"
"Itu juga salah satu cara untuk menikmati festival. Aku juga tidak ingin ketinggalan."
"Dasar kalian ini......"
Yah, aku bodoh kalau mencoba untuk menghentikan mereka sekarang.
"Oke. Kalau begitu Izumi dan Eiji, tolong untuk urusan dapurnya. Aku dan Aoi-san akan mengurus bagian pelayanan."
"""Mengerti!"""
Dengan begitu, kami kembali ke lokasi.
Pada akhirnya, pada hari ini, kafe gal pirang bergaya Jepang ini terus ramai dikunjungi hingga akhir festival sekolah.
Post a Comment for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J3 Bab 8.1"