Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J3 Bab 3.2

Bab 3 - Reuni




Beberapa jam kemudian, kami bekerja sampai gerbang sekolah hampir ditutup sebelum meninggalkan ruang kelas.


Aku mengucapkan sampai jumpa pada semua orang di kelas, dan saat pulang ke rumah bersama Aoi-san, Izumi dan Eiji seperti biasa, kami saling melaporkan tentang kemajuan persiapan festival sekolah dan rencana kami untuk kedepannya.


"Ngomong-ngomong, Akira-kun, bagaimana kesanmu saat memilih camilan teh untuk dimasukkan ke dalam menu?"


Ketika percakapan terhenti, Izumi bertanya seolah dia baru ingat.  


"Kami pergi ke tiga toko pada hari Minggu yang lalu. Aku berencana untuk menyelesaikan kunjungan ke semua kedai teh akhir pekan ini dan akhir pekan depan, jadi aku akan membuat daftarnya setelah itu."


Izumi memeriksa kalender di ponselnya saat dia mendengarkan.  


"Oke. Kurasa kita masih sesuai jadwal. Aku akan meminta Hiyori untuk mengajari cara membuatnya setelah kita memutuskan menunya. Dari kelihatannya, hari Sabtu dan Minggu pekan berikutnya sepertinya tidak apa-apa."


"Hiyori yang akan mengajarinya?"


"Ya. Kamu belum mendengarnya?"


"Belum, kupikir kau yang akan mengajari cara membuatnya."


"Aku pandai kalau soal memasak, tapi aku payah kalau membuat camilan." 


"......Memangnya apa bedanya?"


Aku memiringkan kepalaku, berpikir kalau keduanya itu serupa.


Izumi kemudian komplain bahwa itu benar-benar berbeda, melambaikan tangannya di depan wajahnya.  


"Memasak itu, selama kau bisa menyesuaikan rasa dengan bumbu, kau bisa melakukannya dengan matamu, bukan? Baik atau buruk, tidak apa-apa selama menggunakan jumlah yang menurutmu tepat. Tapi saat kau membuat camilan, kau harus mengukurnya dalam gram dan kau tidak boleh membuat kesalahan, jadi pekerjaan mendetail seperti itu tidak cocok untukku......"


"Ah......begitu ya."


Yah, aku mengerti perasaan itu.


Sambil meyakinkan diriku sendiri bahwa aku mungkin tipe yang sama dengan Izumi, satu hal melekat di pikiranku.


"Hm? Tapi tempo hari, bukankah kau bilang kau membuat camilan teh dengan Hiyori?"


"Maksudnya aku membantunya. Hiyori yang bertanggung jawab membuatnya, dan aku yang bertanggung jawab memakannya!"


Meskipun kau mengacungkan jempolmu dan berkata dengan ekspresi sombong diwajahmu, aku sulit untuk bereaksi.


Nah, jika Hiyori membantu juga, aku jadi tenang.


Aku tidak tahu Hiyori pandai membuat camilan teh, tapi memang benar bahwa tidak seperti Izumi, Hiyori memiliki kepribadian yang serius dan pandai dalam pekerjaan yang detail. Daripada pandai dalam hal itu, itu lebih karena hal itu sesuai dengan kepribadiannya.


Sekali lagi, terlalu aneh kenapa Izumi dan Hiyori bisa begitu akrab meskipun kepribadian mereka sangat berbeda.


"Kalau Hiyori bersedia bekerja sama dengan kita untuk membuat camilan teh, kupikir kita akan baik-baik saja, dan pembiatan kostum juga kelihatannya tidak menjadi masalah. Formulir aplikasinya juga sudah selesai.......apa ada hal lain yang perlu kita pastikan?"


Kami berempat memikirkan apakah ada yang kelewatan.


"Apa pekerjaan paruh waktumu di kedai kopi berjalan dengan baik?"


"Bagaimana ya......aku juga baru bekerja beberapa kali."


Kupikir, nantinya juga akan mulai terbiasa, tapi ketika menyangkut diriku sendiri, aku tidak yakin.


Seperti yang kuduga, kurasa aku belum cukup menguasai cara melayani pelanggan untuk mengajarinya pada orang lain.


"Aku berniat meluangkan waktu untuk mengajak yang lainnya berlatih pada bulan November, jadi aku ingin kau sudah menguasai cara melayanai pelanggan saat itu. Tidak mungkin bagi Aoi-san untuk mengajar semua orang sendirian, jadi aku berpikir untuk mengatur agar Aoi-san mengajar para gadis dan Akira mengajar anak laki-laki, tapi dari sudut pandang Aoi-san, bagaimana Akira menurutmu?"


"Ia bekerja dengan bersungguh-sungguh dan mempelajari pekerjaannya dengan cepat jadi membuat segalanya lebih mudah bagiku. Pak manajer juga mengatakan kalau ia ingin Akira-kun bekerja lebih lama meski festival sekolah berakhir."


"Begitu ya, begitu ya. Sukurlah kamu punya junior yang bisa diandalkan ya, Aoi-san~"


Kesampingkan Izumi yang penuh dengan niat usil, aku senang Aoi-san dan pak manajer mengatakan demikian.


Tapi---


"Paling lama aku bisa bekerja itu sampai musim semi berikutnya."


Saat aku mengatakan itu tanpa berpikir, kurasa aku membuat kesalahan.


Alasannya adalah bahwa mereka bertiga menutup mulut mereka dengan ekspresi rumit di wajah mereka.  


"Maaf. Aku tidak bermaksud seperti itu......."


Terlebih, Aoi-san meminta maaf dengan nada menyesal.  


"Ah, tidak. Aku sendiri tidak bermaksud seperti itu."


Udara terasa jadi berat jadi aku melanjutkan kalimatku.


Tapi kupikir, mau bagaimana lagi kalau mereka bertiga akan bereaksi seperti itu.


Kepindahanku tidak bisa dihindari. Meskipun mereka bertiga mencoba membuat kenangan bagiku untuk alasan yang positif, namun akan terdengar menyakiti mereka kalau aku mengatakan itu.


Bagi mereka bertiga, bisa dimengerti bahwa mereka akan merasa canggung jika aku sendiri mengatakannya pada mereka.


Baca novel ini hanya di Musubi Novel


"Apa yang harus kukatakan ya......"


Tapi aku yakin sudah terlambat untuk itu.


"Sudahlah, mari kita berhenti memikirkan itu."


Kupikir, ini adalah kesempatan yang bagus untuk mengungkapkannya dengan jelas ke dalam kata-kata.


Entah aku bersungguh-sungguh atau tidak, aku tidak ingin membuat mereka bertiga khawatir lagi.


"Aku tidak akan mengelak lagi sekarang, dan kita telah membicarakan hal ini beberapa kali, tapi sejujurnya aku berpikir aku tidak ingin pindah sekolah. Kadang-kadang itu menyedihkan untuk memikirkannya, tapi aku sudah menerimanya dengan caraku sendiri."


Aku mencampuradukkan kebohongan dengan perasaanku yang sebenarnya dan terus berbicara, berpura-pura tidak ada yang salah.


Mungkin itu untuk memberitahu diriku sendiri.


"Aku senang kalian ingin membuat kenangan untukku, dan aku bersyukur atas itu. Karena itu, mari kita berhenti bersikap murung setiap kali hal semacam ini muncul. Kalau dipikir-pikir lagi, bukan berarti kita akan berpisah seumur hidup, jadi tidak perlu bersedih lebih dari yang diperlukan, bukan?"


Orang pertama yang menjawab adalah Aoi-san.


"Ya......kamu benar."


Bukannya aku berbohong pada mereka bertiga.


Bukannya aku ingin membohongi perasaanku yang sebenarnya.


Dengan mengatakan hal itu pada diriku sendiri, aku merasa aku bisa menerima perasaanku sendiri. Itu seperti pernyataan yang kubuat untuk membuatku benar-benar berpikir seperti itu suatu hari nanti, bahkan jika tidak mungkin saat ini.


"Memang, seperti yang dikatakan Akira."


Eiji mungkin merasakan perasaanku.


Ia melanjutkan dengan nada tenang, seakan-akan dengan lembut menghilangkan udara yang berat.


"Kalau kita begitu tertekan setiap kali kita berbicara tentang hal semacam ini, ide kita untuk membuat kenangan jadi sia-sia. Akira juga mengatakan ini, jadi jangan terlalu memikirkan tentang hal itu mulai sekarang."


"Ya......itu benar!"


Izumi juga mendapatkan kembali energinya, dan mengangkat suaranya dengan riang seperti biasa.


Kemudian, kami tiba di sebuah persimpangan.


"Kalau begitu, aku dan Izumi akan ke arah sini."


"Ya. Hati-hati."


"Sampai jumpa lagi, Aoi-san!"


"Ya. Sampai jumpa besok."


Aku dan Aoi-san mengucapkan selamat tinggal pada mereka berdua dan pulang ke rumah.


"Sekarang, apa yang akan kita makan malam ini?"


Aku mencoba bersikap dengan sikapku yang biasa, karena aku sudah membuat udara jadi sedikit berat.


Tapi Aoi-san menunjukkan senyumnya yang biasa tanpa aku perlu mengkhawatirkannya.


"Benar juga......aku ingin makan steak hamburger yang dibuat Akira-kun setelah sekian lama."   


Aku yakin ini adalah kebaikan Aoi-san.


Aoi-san pasti memiliki sesuatu dalam pikirannya, dan mungkin ada hal-hal yang ingin dia katakan. Namun, fakta bahwa dia dengan diam menerimanya seperti ini pasti bukan karena keengganannya, tapi karena kebaikannya.


Apa yang harus dikatakan, apa yang tidak perlu dikatakan dan apa yang tidak boleh dikatakan sekarang.


Kupikir jarak hati kami sudah cukup dekat untuk bisa menilai hal-hal ini.


Eiji mengatakan padaku sebelumnya




---Pada dasarnya, orang tidak bisa saling memahami.


---Mustahil untuk saling memahami tanpa kata-kata.   


---Karena itulah penting untuk menuangkan apa yang kau pikirkan ke dalam kata-kata.




Kupikir itu benar, dan ada banyak waktu ketika aku berpikir demikian.


Namun demikian, kupikir baru sekarang aku memahami makna kata-kata itu, kurang lebihnya.


Pikiran tidak bisa disampaikan kecuali jika dituangkan ke dalam kata-kata, tapi ada juga pikiran yang disampaikan justru karena tidak dituangkan ke dalam kata-kata.


Sampai kita saling memahami satu sama lain, kita perlu melakukan banyak percakapan, dan butuh waktu untuk saling memahami. Tapi setelah kau saling memahami satu sama lain, pasti ada perasaan yang bisa disampaikan hanya dengan berjalan berdampingan.


Mungkin Aoi-san dan aku sudah sampai pada hubungan semacam itu.


......Aku akan senang jika itu yang terjadi.


"Boleh juga. Kalau begitu, ayo mampir di supermarket dan membeli beberapa bahan makanan."


"Ya. Aku menantikannya."


Karena itu, izinkan aku setidaknya merasakan sedikit kebahagiaan dalam hubungan ini.


Ketika kami hendak meninggalkan tempat itu, sambil bergumam pikiranku.


"......Aoi?"


Tiba-tiba, aku mendengar suara seorang wanita memanggil Aoi-san.


Ketika aku mengalihkan pandangan ke arah suara itu, aku melihat seorang wanita paruh baya di sana.


Warna rambut wanita itu coklat atau emas mungkin, atau apa pun itu, dan dia mengenakan kombinasi pakaian yang mencolok. Mungkin tidak sopan untuk mengatakan ini itu tentang penampilan seseorang, tapi dia terlihat berpakaian tidak cocok dengan usianya.


Tidak, daripada itu...... orang inilah yang memanggil Aoi-san, bukan?


Wajah wanita itu, yang memiliki ekspresi agak ragu-ragu di wajahnya, secara bertahap dipenuhi dengan kelegaan.


"Aoi, kan? Iya, kan!?"


Kemudian dia mendekati Aoi-san pada jarak yang sulit dipercaya bahwa dia adalah orang asing.


"Aku tidak mengenalimu karena warna rambutmu berubah. Tapi syukurlah......aku sudah mencari-carimu."


Berbeda dengan sikap wanita itu, mata Aoi-san melebar karena terkejut.


Segera setelah melihat reaksinya, firasat terburuk muncul dalam pikiranku---


"Ibu......kenapa kamu di sini?"


Kata-kata Aoi-san menegaskan hal ini.


Apa yang kupikirkan sambil menatap profil Aoi-san, yang suaranya bergetar karena kebingungan.


Mereka sering mengatakan bahwa hanya firasat buruk yang menjadi kenyataan, tapi aku tidak pernah begitu yakin akan hal itu lebih dari yang kurasakan sekarang.

*

Post a Comment for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J3 Bab 3.2"