Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J2 Bab 7.4
Bab 7 - Perasaan Yang Telah Dikesampingkan
Suatu sore, dengan hanya beberapa hari tersisa dari liburan musim panas---
Aku bersama Aoi-san ada di kedai kopi tempat dia bekerja paruh waktu.
Kami tidak datang bermain ke tempat kerja paruh waktu Aoi-san seperti biasanya, tapi Aoi-san sendiri yang memilih tempat ini sebagai tempat pertemuan kami untuk memberikan jawaban pada ayahnya.
Aku dan Aoi-san menghadap ayahnya di tempat duduk yang selalu kami gunakan bersama Eiji dan yang lainnya.
"Kedai kopi yang bagus, ya."
"Aku bekerja paruh waktu di sini."
Aoi-san tersenyum dengan tenang, seolah dia telah memilah perasaannya.
Tidak, mungkin terlihat seperti itu karena akulah yang sudah memilah perasaanku sendiri.
Aoi-san menarik napas dalam-dalam sebelum masuk ke urusan utamanya.
"Aku mendengar cerita ayag dari Akira-kun."
"Begitu ya. Kalau begitu, bisakah aku mendengar jawaban Aoi?"
Aoi-san mengangguk dengan tegas.
"Aku......tidak akan tinggal dengan ayah."
Mata dan kata-katanya dipenuhi dengan kebulatan tekad yang jelas.
"Aku tahu ayah peduli padaku dan aku senang mengetahuinya. Tapi aku ingin terus menjalani kehidupan yang kujalani sekarang sedikit lebih lama lagi. Sampai Akira-kun pindah sekolah, tentu saja, jadi aku tahu aku harus berpikir bagaimana kedepannya. Tapi........"
Aoi-san mengungkapkan keinginannya dengan tenang tapi tegas.
"Aku menyukai kehidupanku sekarang. Aku bisa berteman untuk pertama kalinya, aku bertemu dengan orang-orang yang kuanggap berharga bagiku, aku mengalami banyak kesulitan dan aku yakin akan ada lebih banyak lagi di masa depan......tapi aku yakin saat inilah saat dimana aku paling bahagia. Karena itu......aku tidak ingin melepaskan kebahagiaan ini, jadi aku tidak bisa tinggal bersama ayah."
"......Begitu ya."
Ayahnya mengangguk sambil menggigit kata-katanya.
"Maafkan aku."
"Kamu tidak perlu meminta maaf. Kupikir kamu harus menghargai saat ini ketika kamu merasa bahagia."
Mungkin karena Aoi-san telah mengungkapkannya dengan kata-kata tanpa ragu-ragu.
Sang ayah tampak tenang dan sepertinya menerima perasaan Aoi-san.
"Aku senang aku bisa bertemu dengan ayah. Meski aku tidak bisa tinggal bersama ayah, mulai sekarang, bisakah aku mengobrol dengan ayah jika ada sesuatu atau jika aku punya masalah?"
"Ya. Tentu saja."
Sembilan tahun bukanlah waktu yang singkat, dan kupikir itu telah membawa perubahan besar dalam diri mereka.
Tapi, hal itu seharusnya tidak menjadi alasan orang tua dan anak tidak bisa berkumpul bersama.
"Aoi, boleh aku bertanya padamu?"
"Ya."
"Seperti yang Aoi juga katakan sebelumnya, apa yang akan kamu lakukan setelah Akira-kun pindah sekolah? Jika kamu tidak memiliki rencana apa pun, aku bisa menyewa kamar untukmu dan membayar sewanya."
"Tentang itu, aku sebenarnya bertanya-tanya apa aku bisa tinggal dengan nenek."
"Nenek?"
"Ya. Aku sudah mencarinya sepanjang musim panas dan aku menemukan rumahnya......tapi dia tidak tinggal di sana lagi. Aku bertanya pada tetangga dan mereka mengatakan bahwa dia telah kembali ke rumah orang tuanya, tapi aku tidak bisa menemukannya."
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
Sang ayah kemudian membuat gerakan seolah sedang berpikir.
"Kalau rumah orang tua nenek, aku pernah kesana."
"Benarkah?"
"Ya. Aku datang untuk menyapa mereka sebelum aku menikahi ibumu. Mungkin aku ingat."
Sang ayah kemudian mengeluarkan ponselnya dan mulai mencarinya.
Setelah beberapa saat, informasi lokasi peta dikirim ke Aoi-san.
"Aku cukup yakin di situlah tempatnya. Kamu bisa berkunjung ke sana."
"Terima kasih......Akira-kun, kita berhasil."
"Ya. Terima kasih, ayah!"
Aku tidak menyangka akan mengetahui di mana nenek Aoi-san berada dengan cara seperti ini.
Tapi sekarang semuanya mungkin akan berjalan dengan baik.
Aku merasa seperti akhirnya kami memiliki secercah harapan.
"Ketika kamu bertemu nenek, tolong sampaikan salam dariku juga."
"Ya. Mengerti."
"Dan satu hal lagi---aku butuh nomor rekening bank Aoi."
"Rekening bank?"
"Aku sudah membayar tunjangan ke rekening ibumu sampai saat ini......tapi sejauh yang kudengar dari Akira-kun, akan lebih baik mentransfer uangnya langsung ke rekening Aoi mulai sekarang, kan. Aku akan melakukannya sesegera mungkin, dimulai dengan transfer bulan ini."
"Aku baik-baik saja, kok. Aku tinggal di rumah Akira-kun, jadi aku tidak perlu membayar sewa rumah, dan aku punya pekerjaan paruh waktu jadi aku bisa menabung sedikit demi sedikit."
"Aku ingin kamu menerimanya, bahkan jika kamu tidak membutuhkannya sekarang. Pasti akan tiba saatnya di masa depan Aoi ketika kamu akan membutuhkannya. Sampai hari itu, kamu bisa menjaganya agar tidak tersentuh dan menyimpannya."
"Tapi......"
Aoi-san masih mencoba untuk menahan diri.
"Aoi-san. Kamu harus menerimanya."
Aku tahu itu bukan tempatku untuk ikut campur.
Tapi sekarang setelah aku mengetahui perasaan ayahnya, aku ingin dia menerimanya.
"......Terima kasih."
Setelah itu, Aoi-san dan ayahnya mengobrol ini itu untuk sementara waktu.
Meskipun kubilang mengobrol ini itu, separuhnya tentang kondisi akhir-akhir ini dan separuh lainnya obrolan ringan. Mungkin masih perlu waktu untuk mengisi kekosongan sembilan tahun mereka berpisah, tapi tidak perlu khawatir. Masih ada banyak waktu untuk itu.
Setelah selesai mengobrol, kami memutuskan untuk sampai sini saja untuk hari ini dan bangkit dari tempat duduk.
"Aku akan berbicara sebentar dengan manajer, jadi kalian berdua tunggu di luar dulu."
"Ya."
Ayahnya dan aku pergi ke luar kedai seperti yang diminta Aoi-san.
Ayah Aoi-san kemudian menundukkan kepalanya secara tiba-tiba dengan cara yang anehnya formal.
"A-Ada apa tiba-tiba!?"
"Akira-kun, tolong jaga Aoi untukku."
Sang ayah mengatakan itu dengan kepala tertunduk.
Aku sudah menemukan beberapa kesempatan ketika orang-orang menundukkan kepala mereka.
Tapi aku belum pernah melihat orang yang menundukkan kepalanya dengan begitu penuh perasaan sebelumnya.
Aku merasa seolah-olah aku dipercayai olehnya sebagai seorang pria, terlepas dari orang dewasa atau siswa SMA.
"Ya. Aku akan melakukan apa pun yang bisa kulakukan."
"Terima kasih. Jika ada masalah, kamu bisa menghubungiku kapan saja."
Sang ayah mendongak dan mengulurkan tangan kanannya dengan raut wajah lega.
Aku balik menjabat tangannya.
"Boleh aku menanyakan sesuatu?"
"Apa itu?"
"Apa kamu menyukai Aoi, Akira-kun?"
"Eh......?"
Aku tidak menyangka ayahnya langsung bertanya padaku.
Kupikir ia sedang bercanda, tapi ekspresinya sangat serius.
Karena itu, aku tahu aku juga tidak bisa menghindarinya.
"......Sejujurnya, aku tidak tahu. Tapi aku menganggap dia berharga."
"Begitu ya. Terima kasih."
Tapi, jawaban ini mungkin tidak seperti yang diharapkan sang ayah.
"Maaf membuat kalian menunggu......ada apa, kalian berdua?"
Aoi-san keluar dari kedai dan memandang kami secara bergantian dengan ekspresi penasaran.
"Tidak, bukan apa-apa."
"Ya. Bukan apa-apa."
"Begitukah? Tidak apa-apa sih kalau begitu."
Aoi-san berdiri di depan ayahnya dan tersenyum.
"Kalau begitu, aku akan pamit di sini. Aoi, jaga dirimu."
"Ya. Sampai jumpa lagi, ayah."
Sampai jumpa lagi---kata-kata itu adalah janji untuk bertemu lagi.
Sang ayah tampak bahagia dan berkali-kali menoleh ke belakang saat ia meninggalkan tempat ini.
Aku dan Aoi-san mengantarnya sampai punggungnya tidak terlihat lagi.
"Sekarang, ayo kita pulang juga?"
"Ya."
"Masih ada waktu, ingin mampir ke suatu tempat?"
"Benar juga......ke suatu tempat untuk menghabiskan waktu sampai makan malam dan kemudian makan dan pulang ke rumah?"
"Tentu saja, tapi tidak biasa bagi Aoi-san untuk mengatakan sesuatu seperti itu, ya."
"Pada hari kita pergi ke kolam renang, kita berbicara tentang makan malam dalam perjalanan pulang, tapi kita melewatkannya karena kita bertemu ayahku, bukan? Bagaimana kalau menebus waktu itu?"
"Ya. Kalau begitu, mari kita lakukan itu."
"Ya."
Kami pergi ke gedung stasiun untuk menghabiskan waktu.
Dan begitulah liburan musim panas berakhir.
Lanjut min
ReplyDeleteSemangat TLnya
Mulai berani nih
ReplyDeleteMantap, dapat restu camer
ReplyDeletesemangat minn aku padamu
ReplyDelete