Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J2 Bab 7.2
Bab 7 - Perasaan Yang Telah Dikesampingkan
Setelah aku selesai berbicara dengan ayah Aoi-san dan kembali ke rumah---
Aku sedang duduk di sofa di ruang keluarga, menunggu Aoi-san pulang.
Ketika aku melihat jam, saat itu baru saja lewat pukul lima sore.
Saat itu sekitar pukul tiga ketika aku kembali dari kedai kopi, tanpa kusadari sudah lebih dari dua jam berlalu.
Selama dua jam ini, aku terus memikirkan kembali cerita ayah Aoi-san.
Apa yang dikatakan padaku adalah kebalikan dari apa yang kubayangkan---jika apa yang dikatakan ayahnya padaku benar, aku tidak bisa tidak bertanya-tanya apa yang telah kulakukan selama ini.
Meskipun matahari telah terbenam dan gelap, aku masih menunggu Aoi-san tanpa menyalakan lampu, tiba-tiba suara pintu depan terbuka bergema sampai ke ruang keluarga.
"Aku pulang."
Aoi-san menyampaikan kepulangannya saat dia menyalakan lampu di ruang keluarga.
Suara tenang Aoi-san yang biasanya membuatku gusar sekarang.
"Lampunya tidak menyala, jadi kupikir kamu sedang keluar."
"Ah......maaf. Selamat datang."
"......Akira-kun, ada apa?"
Aoi-san duduk di sampingku dan menatap wajahku dengan ekspresi khawatir.
Aku ingin tahu seperti apa penampilanku sekarang, hingga membuatnya terlihat begitu cemas. Aku minta maaf karena membuatnya khawatir, tapi aku merasa tidak bisa menyembunyikan emosiku sekarang.
"Aku bertemu ayah Aoi-san hari ini."
"Eh......."
Aoi-san kehilangan suaranya karena terkejut.
"Aku mendapat telepon darinya setelah Aoi-san keluar dan kami mengobrol."
"......Begitu ya. Apa yang kalian bicarakan?"
Aku mendongak dan menghadap Aoi-san.
Aoi-san memiliki ekspresi yang anehnya tenang di wajahnya.
Aku bergumul untuk mengeluarkan kata-kata yang sulit diucapkan.
"Kupikir Aoi-san......harus tinggal bersama ayahmu."
Kedengarannya seperti aku mengatakan yang sangat berkebalikan, tapi inilah yang kupikirkan dari dalam hatiku sekarang.
Kenapa aku, yang selalu menentang dirinya tinggal bersama ayahnya, sampai berpikir seperti itu?
Untuk memberi tahu alasannya, aku harus menceritakan apa yang aku bicarakan dengan ayah Aoi-san.
*
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
"Tapi tolong, jangan tertawa sebelum aku selesai. Ini adalah kisah yang memalukan seorang pria yang tidak pernah bisa menjadi seorang ayah."
Mata sang ayah menunjukkan kemauan yang luar biasa untuk menceritakan kisahnya.
"Ini adalah cerita lama, jadi maafkan aku jika agak panjang."
Sang ayah mengawali ceritanya dengan mengatakan demikian, dan setelah memuaskan dahaganya dengan secangkir kopi, ia mulai menceritakannya.
"Seperti yang kamu tahu, aku bercerai dengan ibu Aoi ketika Aoi berada di kelas satu sekolah dasar. Tapi hubungan pernikahan antara aku dan ibu Aoi......sudah rusak bahkan sebelum itu."
Seingatku, Aoi-san juga mengatakan hal seperti itu.
Dia mengatakan kalau mereka sudah tidak berhubungan baik sejak dia masih di TK.
"Penyebabnya......hubungan ibunya dengan laki-laki."
Entah bagaimana, aku merasa itulah yang terjadi.
Salah satu alasan paling serius untuk perceraian orang tuanya.
"Ibu Aoi memiliki kebiasaan yang tidak terlalu baik dengan laki-laki. Kupikir itu adalah kesalahanku karena aku tidak menyadarinya sampai kami menikah, tapi setelah kami menikah dan setelah Aoi lahir, dia berkencan dengan pria lain. Ketika aku menyadari hal ini, kami mengadakan pertemuan untuk mendiskusikannya, tapi ibunya terlalu emosional untuk membahasnya."
"......"
Mengingat alasan hilangnya ibunya, aku membayangkan bahwa alasan perceraiannya pun sama.
Tapi, hanya karena itu seperti yang kubayangkan, bukan berarti aku bersimpati pada sang ayah. Jika kita hanya fokus pada alasan perceraian, sang ayah mungkin menjadi korban, tetapi itu tidak mengubah fakta bahwa ia meninggalkan Aoi-san.
Itu adalah masalah di antara mereka, bukan alasan kenapa Aoi-san harus ditinggalkan.
"Setelah itu, dia mengatakan padaku bahwa dia ingin bercerai tanpa ada diskusi yang layak. Aku mengusulkan untuk membangun kembali hubungan dengan mempertimbangkan Aoi, tapi ibunya tidak menerimanya. Aku pikir aku tidak bisa meninggalkan Aoi dengan ibunya, jadi aku ingin mendapatkan hak asuh atas dirinya, tapi......."
Sang ayah mengepalkan tinjunya erat-erat di atas meja.
"Dalam banyak kasus, masalah hak asuh lebih menguntungkan ibu. Aku mencoba segala cara, tapi sayangnya aku tidak bisa mendapatkan hak asuh Aoi dan aku tidak bisa mengambilnya kembal."
Dari nada tenangnya, ekspresi sedih yang tidak bisa dibayangkan muncul.
Tidak sulit untuk membayangkan betapa ayahnya telah menderita.......
"Aku bisa saja meminta uang kompensasi pada ibu Aoi atas perselingkuhannya, tapi aku tidak melakukannya. Kalau aku melakukannya, jelas kehidupan Aoi akan jadi sulit. Aku tidak mengambilnya agar Aoi tidak hidup dengan tidak nyaman, dan aku terus membayar tunjangan setiap bulannya sesuai dengan jumlah yang diinginkan ibunya."
Setelah mendengarkan cerita itu, kesan sang ayah dalam diriku perlahan berubah.
Saat aku mulai memahami situasi ayahnya, rasa tidak suka yang kurasakan terhadap ayahnya memudar.
"Hanya saja......memalukan untuk dikatakan, hidup tidak mudah saat itu. Beban keuangan untuk tetap membayar tunjangan anak sambil mencari nafkah untuk diriku sendiri sangat besar. Aku bahkan harus bekerja dua pekerjaan sekaligus. Tapi......selama sembilan tahun terakhir, meskipun aku terus membayar tunjangan anak seperti yang dijanjikan, aku tidak pernah sekalipun diizinkan untuk melihat Aoi."
"Ha......?"
Tanpa sadar suaraku bocor.
"Anda terus membayar tunjangan anak selama sembilan tahun itu?"
"Ya."
"Meskipun dia tidak pernah membiarkan anda menemui Aoi-san?"
"Karena meskipun dia tidak pernah membiarkanku melihatnya, aku tetap ayah Aoi."
Ketika aku mendengar hal itu, aku jelas sadar.
Aku salah paham tentang sang ayah.
"Tapi suatu hari, setelah beberapa tahun hidup seperti itu, aku mengalami masalah dengan fisikku. Dokter mengatakan padaku bahwa hal itu disebabkan karena bekerja terlalu keras, jadi aku terpaksa mengambil cuti."
Kalau itu, tentu wajar.
Malah aneh kalau kau tidak jatuh sakit setelah hidup seperti itu.
"Saat itulah aku bertemu dengan istriku yang sekarang. Dia tahu situasiku dan mendukungku. Bukan berarti aku tidak merasa bersalah karena memiliki keluarga baru. Bukannya aku mencoba melupakan Aoi. Itu semua karena aku ingin bertemu Aoi. Aku hidup selama sembilan tahun hanya untuk melihatnya lagi suatu hari nanti."
Tangan yang menggenggam gelas itu lebih kuat.
Berapa banyak orang yang benar-benar bisa menyalahkan sang ayah ini?
Hubungan ibunya dengan seorang pria berujung pada perceraian, ia tidak bisa mendapatkan hak asuh putrinya, ia bisa saja mendapatkan uang kompensasi tapi ia tidak mengambilnya karena mempertimbangkan putrinya, dan ia telah membayar tunjangan anak selama sembilan tahun meskipun ia tidak pernah diizinkan untuk melihat puterinya.
Bahkan pria ini, yang berusaha mati-matian untuk memenuhi tanggung jawabnya sebagai seorang ayah, adalah seorang manusia sebelum ia menjadi orang tua.
Tidak ada alasan kenapa ia sendiri tidak boleh bahagia.
Aku bahkan merasa jijik dengan diriku sendiri karena memiliki rasa tidak suka terhadap sang ayah tanpa mencoba mengenalnya dengan baik.
"Mungkin bagi Akira-kun dan Aoi, aku terlihat seperti ayah yang buruk. Kupikir ada cara untuk bertemu dengannya jika aku mau, dan jika kamu mengatakan aku meninggalkan Aoi sendirian, seperti itulah. Tapi......aku memikirkannya dengan caraku sendiri. Mungkin terdengar seperti sebuah alasan, ya."
"Tidak, tidak seperti itu......"
"Meskipun dengan cara seperti ini, aku akhirnya bisa bertemu kembali dengan Aoi. Aku ingin mendukung Aoi sebagai seorang ayah sebanyak mungkin mulai sekarang. Jika aku melewatkan kesempatan ini, aku mungkin tidak akan pernah melihat Aoi lagi. Jadi tolong bantu aku dan Aoi untuk memulai keluarga kami lagi."
Seorang pria dewasa membungkuk pada seorang siswa SMA tanpa ragu-ragu.
Melihatnya seperti itu, aku tidak tahu harus berkata apa.
Satu hal yang aku tahu adalah bahwa orang ini tidak meninggalkan Aoi. Sebaliknya, selama sembilan tahun, ia telah berusaha mati-matian untuk menjadi seorang ayah.
Sekarang setelah aku mengetahui segalanya dan telah menerima perasaan sang ayah dengan cara ini, aku memikirkannya lagi.
---Tidak peduli bagaimana perasaanku.
---Aoi-san harus tinggal bersama ayahnya.
Tidak, bukan begitu.
Aku tahu itu sejak awal.
Tapi entah kenapa......aku membencinya.
Aku tidak tahu kenapa, bahkan setelah aku selesai mendengarkan ayahnya.
*
Post a Comment for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J2 Bab 7.2"