Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J2 Bab 7.1
Bab 7 - Perasaan Yang Telah Dikesampingkan
"Kalau begitu, aku berangkat."
"Ya. Hati-hati di jalan."
Di pagi hari beberapa hari setelah kembali dari vila, aku mengantar Aoi-san di pintu masuk.
Hari ini adalah hari kegiatan sukarelawan yang diselenggarakan oleh sekolah.
Sejak kunjungan pertamanya ke panti asuhan pada semester pertama, Aoi-san secara teratur berpartisipasi dalam kegiatan sukarelawan.
Biasanya Izumi berpartisipasi dengannya, jadi aku hanya ikut serta ketika aku punya waktu atau ketika aku ingin. Kalau bisa, aku ingin berpartisipasi lagi hari ini, tapi aku akan tinggal di rumah dengan tenang.
Karena aku belum membuat kemajuan pada PR musim panasku karena mencari rumah nenek Aoi-san.
Tidak, tidak baik untuk menyalahkan pencarian rumah nenek Aoi-san. Aku punya waktu untuk melakukannya jika aku mau, dan ada juga cara untuk menyelesaikannya sebelum pergi ke vila seperti yang dilakukan Hiyori. Bahkan, Eiji juga menyelesaikannya sebelum pergi ke vila, dan Izumi serta Aoi-san menyelesaikannya sedikit demi sedikit sebelum tidur.
Dengan kata lain, situasiku saat ini adalah situasi yang tercipta oleh diriku sendiri.......
Seperti yang diharapkan, dengan sisa waktu kurang dari dua minggu, aku tidak punya waktu untuk berpartisipasi dalam kegiatan sukarelawan.
Setelah mengantar Aoi-san pergi, aku mengurung diri di kamar dan mengerjakan PR-ku.
"......Haa."
Alasan kenapa aku terus terusan menghela napas bukan karena PR-ku tidak ada kemajuan.
Alasannya, tidak lain adalah karena aku benar-benar tidak tahu dimana nenek Aoi-san berada.
Aku selalu mencoba memikirkan cara untuk menemukannya sejak kami kembali, tapi aku belum mendapatkan ide yang bagus.
Untuk berjaga-jaga, aku meminta wanita yang kutemui ketika aku mengunjungi rumah nenek Aoi-san untuk memberi tahuku jika ada seseorang yang tahu sesuatu tentang neneknya dan memberinya detail kontakku, tapi sejujurnya, kurasa aku tidak bisa mengandalkannya.
Aku mencari cara lain yang mungkin ada, jika kita mengandalkan seorang pro dalam mencari seseorang, meskipun kemungkinan ditemukannya tinggi, biayanya juga tinggi, dan tidak mungkin kami siswa SMA mampu membayarnya.
Aku berpikir untuk mengandalkan pemerintah, tapi kalau seperti itu, begitu aku memberi tahu mereka keadaannya, Aoi-san kemungkinan besar akan mendapat perlindungan dengan cara yang tepat, dan jika aku mengandalkan layanan publik, aku merasa itu akan menjadi pilihan terakhir.
Dengan kata lain, aku diingatkan bahwa semakin aku memikirkannya, semakin tidak efektif cara yang tersisa.
"Kalau begitu......hanya ada satu cara untuk menyelesaikan masalah tempat tinggal Aoi-san, ya."
Entah sudah berapa kali. Ayah Aoi-san muncul dalam pikiranku.
Ayah Aoi-san mengatakan bahwa ia menginginkan jawaban selama liburan musim panas.
Liburan musim panas tinggal kurang dari dua minggu lagi, yang berarti Aoi-san segitulah batas waktu yang dimiliki Aoi-san untuk menjawab ayahnya.
Sejak hari pertama kami bertemu ayahnya, dia belum pernah membicarakan sekali pun tentang masalah ini.
Apa yang dipikirkan Aoi-san tentang hal itu sekarang setelah kami belum menemukan neneknya, ya?
Juga, apa Aoi-san sudah berkontak dengan ayahnya sejak saat itu?
Mungkin aku perlu membicarakannya dengannya sekali saja.
Segera setelah aku berpikir begitu.
"Eh---?"
Tiba-tiba, nada dering ponselku berdering.
Ketika aku memeriksa layar, itu dari ayah Aoi-san.
Terkejut dengan waktunya, aku menarik napas dalam-dalam dan mengangkat telepon.
"......Ya. Ini Akira."
『Ini ayah Aoi. Apa tidak apa-apa aku menelpon sekarang?』
Suara ayahnya melalui telepon terdengar sangat tenang.
"Ya. Ada apa?"
『Aku ada di sekitar tempatmu sekarang. Aku minta maaf ini sangat mendadak, tapi apa kita bisa bertemu dan berbicara? 』
Ini benar-benar mendadak. Ia tidak memikirkan keadaanku sama sekali, ya.
Maksudku, kenapa ia menghubungiku.
"Maaf, tapi Aoi-san sedang keluar untuk urusan sekolah."
『Tidak, bukan begitu. Maaf membuatmu salah paham.』
"Salah paham?"
『Bukan Aoi yang ingin aku ajak bicara, tapi Akira-kun.』
Untuk sesaat, aku tidak meragukan kalau aku salah dengar.
"Denganku......?"
『Aku ingin tahu apa kita bisa bicara berdua saja.』
Keheningan menyelimuti telepon.
Aku tidak tahu tujuan sang ayah, tapi tidak ada alasan untuk menolak undangan tersebut.
Sebaliknya, mungkin agak nyaman untuk bisa berbicara dengan ayahnya saat Aoi-san tidak ada.
Daripada terus bermuram durja tanpa mengenal ia, lebih baik menanyakan semuanya padanya.
Seperti yang dikatakan Hiyori dan Eiji, buat keputusan setelah mengetahui situasi pihak lain.
"Aku mengerti. Mari bicara."
Aku menjawab dan memutuskan untuk menerima undangan ayahnya.
PR-ku benar-benar di menghilang dari pikiranku.
*
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
Setelah menerima telepon dari ayah Aoi-san, aku segera pergi ke tempat pertemuan.
Tempat yang ia tentukan adalah kedai kopi yang kami bertiga kunjungi pada hari kami bertemu ayah Aoi-san.
Ketika aku tiba di kedai kopi, aku melihat ayah Aoi-san duduk di belakang dekat jendela, tempat duduk yang sama seperti terakhir kali. Aku mengatakan pada pegawai kedai yang mencoba mengantarku ke tempat duduk kalau aku punya janji dengan seseorang dan pergi ke tempat duduk di mana ayah Aoi-san sedang menunggu.
"Maaf membuat anda menunggu.
"Aku juga, maaf karena mendadak meneleponmu."
Ia sepertinya tidak memiliki permusuhan, seperti yang ia tunjukkan dengan senyuman lembut.
Namun demikian, aku tidak bisa santai sementara aku tidak mengetahui maksud ayahnya yang sebenarnya.
Aku memesan es kopi ke pegawai kedai yang datang untuk mengambil pesanan dan kembali menghadap sang ayah.
"Jadi, ada urusan apa?"
Aku tidak berniat berbasa-basi.
Aku menunjukkan niatku untuk memulai urusannya sesegera mungkin.
"Aku bertanya-tanya bagaimana keadaan Aoi setelah itu."
Penyelidikan tentang Aoi-san, ya.
Yah, aku tahu sebagian besar akan seperti itu.
"Bukankah akan lebih cepat untuk menanyakannya secara langsung padanya daripada bertanya padaku?"
"Ya, tapi......kami belum membuat kontak sama sekali sejak saat itu."
Tidak ada kontak sama sekali---?
Dengan kata lain, Aoi-san tidak pernah menghubungi ayahnya sejak dia bertemu dengannya lagi?
Kupikir dia membicarakan sesuatu tentang tinggal bersama dengan ayahnya, tapi jika mereka benar-benar tidak berhubungan, maka aku bisa membayangkan kenapa ayahnya meneleponku.
"Aku ingin tahu apa aku bisa memintamu untuk membujuk Aoi."
Yah, kukira akan seperti ini.
Ia tidak bisa berhubungan dengan baik dengan putrinya, yang sudah lama tidak ditemuinya, dan setelah ia mendapat masalah, ia meminta bantuan dariku, orang yang dekat dengan putrinya, teman sekelas dan teman sekamar.
Nah......aku bisa memahami kecanggungan berhadapan dengan putrinya yang belum pernah ia temui selama sembilan tahun.
"Meskipun dia dirawat di rumah Akira-kun sekarang, itu tidak akan bisa berlanjut selamanya. Jika memikirkannya ketika itu terjadi, akan lebih baik bagi Aoi untuk tinggal bersamaku lebih awal. Jika Aoi mengkhawatirkan hal itu, bisakah kamu memberinya dorongan untuk tinggal bersamaku?"
Sang ayah berkata dalam satu tarikan napas tanpa ragu-ragu.
Dengan kata lain, pria ini percaya dari dalam hatinya bahwa melakukan hal itu demi Aoi-san.
Ialah satu-satunya yang bisa menyelamatkan gadis malang yang ditinggalkan oleh ibunya. Ia bermain tidak bersalah, dan dengan rasa keadilan dan kewajiban di dalam hatinya, ia ingin membuat gadis itu bahagia atas semua yang telah dilakukannya.
......Tanpa mengetahui apa yang Aoi-san pikirkan.
"Aku menolak."
"Eh......?"
Sang ayah terlihat terkejut.
"Anda harus memberitahu Aoi-san sendiri daripada meminta padaku. Selain itu---"
Aku tidak berniat mengucapkan kata-kata ini.
Namun, aku tidak bisa menahan diri karena sang ayah yang tidak mempertimbangkan perasaan Aoi-san.
"Aku menentang Aoi-san tinggal bersama anda."
Aku menatap lurus ke arah sang ayah dan mengatakan padanya dengan jelas tanpa berkedip.
Aku berani mengangkat suaraku untuk menyampaikan bahwa inilah pendapatku.
Sang ayah terlihat bingung.
"......Boleh aku bertanya alasannya?"
"Sebaliknya, aku bertanya, apa anda pikir aku akan menyetujuinya?"
Aku membalas pertanyaan itu tanpa jeda dengan sedikit jengkel.
Apa ayah ini tahu apa yang sudah dilakukannya?
"Anda meninggalkannya sendirian selama sembilan tahun dan tidak pernah datang menemuinya, dan sementara itu anda membuat keluarga baru dan hidup bahagia......dan satu-satunya alasan anda datang mencari Aoi-san adalah karena ibunya memintamu untuk menjaganya, dan jika bukan karena itu, anda akan tetap meninggalkannya sendirian sampai sekarang, bukan?"
"Itu---"
Begitu emosiku meluap, emosi itu tidak berhenti.
Meskipun pihak lain adalah orang dewasa, aku tidak berniat menahan diri.
Seorang ayah yang pernah meninggalkan putrinya kini merendahkan dirinya dan berbicara tentang melakukan sesuatu demi putrinya.
"Setidaknya itulah yang kupikirkan, dan aku yakin Aoi-san sendiri merasakan hal yang serupa. Jika Aoi-san belum memberikan jawaban, juga pada akhirnya merupakan ungkapan perasaannya. Karena itulah aku menentang ide anda membawa Aoi-san."
Sang ayah menunduk dengan ekspresi wajah yang sangat rumit.
Aku sudah mengatakan apa yang ingin kukatakan. Tidak ada lagi yang bisa kubicarakan.
Tapi, kenapa perasaanku tidak kunjung cerah, ya?
"Akira-kun......kamu benar-benar mempedulikan Aoi, ya."
Setelah beberapa saat, sang ayah mengatakan itu dengan suara yang tenang.
Ekspresinya entah bagaimana tampak sedikit puas.
"Tentu saja, dari sudut pandang Akira-kun, aku pasti tampak seperti ayah yang buruk. Sama juga dari sudut pandang Aoi, yang tidak tahu keadaannya. Apa yang Akira-kun katakan barusan tidak bisa dikatakan sebagai kesalahan. Tapi meskipun begitu......aku tidak berbohong tentang betapa aku peduli pada Aoi."
Sudah kubilang, bagaimana bisa kau mengatakan kalimat itu---
Ketika kata-kata itu hampir keluar dari tenggorokanku.
"Karena itu aku akan menceritakan semuanya padamu, Akira-ku, supaya kamu mengerti."
"Semuanya......?"
"Aku ingin kamu mendengarkan apa yang harus kukatakan sebelum kamu memutuskan apakah kamu akan meyakinkan Aoi atau tidak."
Tidak akan ada yang berubah bahkan jika kau mengatakan hal-hal indah seperti itu sekarang.
Namun demikian, aku masih mendengarkan.......
"Tapi tolong jangan tertawa sebelum aku selesai. Ini adalah kisah yang memalukan bagi pria yang tidak pernah bisa menjadi seorang ayah."
Itu karena aku merasakan kemauan yang luar biasa dari mata sang ayah yang mengatakan demikian.
*
Post a Comment for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J2 Bab 7.1"