Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J2 Bab 5.5
Bab 5 - Pemikiran Pada Malam Pertunjukan Kembang Api
"......Haa."
Setelah selesai mandi, aku kesulitan untuk tidur.
Sudah lewat jam 2 pagi ketika aku melihat ponselku di meja samping tempat tidur.
Alasan aku tidak bisa tidur sudah jelas, khawatir dengan pencarian rumah nenek Aoi-san, yang dilanjutkan besok. Itu, dan kupikir juga karena kegembiraan mandi dengan Aoi-san sebelumnya.......malahan kupikir itu mungkin alasan yang lebih besar.
Tubuhku lelah dan mengeluh untuk beristirahat, tapi kepalaku anehnya terjaga.
Kalau begini terus, aku tidak akan bisa tidur tidak peduli berapa banyak wakttu berlalu.
Aku memutuskan untuk mengubah suasana hatiku dengan menghirup angin malam, dan dengan tenang meninggalkan kamar tidur agar tidak membangunkan Eiji, yang tidur di sampingku.
Aku turun ke bawah dan mengambil minuman dari kulkas, lalu pergi ke dek kayu dan duduk di kursi.
Meskipun musim panas, tempat ini berada di ketinggian, dan ketika angin bertiup di malam hari, udaranya terasa dingin. Saat ini, hawa dingin dan suara serangga yang datang dari halaman seakan menjernihkan kepalaku.
"Tinggal satu minggu lagi ya......"
Sudah seminggu sejak kami datang ke vila ini.
Hanya satu minggu tersisa untuk tinggal sebelum kami pulang.
Itu berarti batas waktu pencarian rumah nenek Aoi-san.
Meskipun masih ada sekitar 30 kandidat tempat tujuan kami, tidak ada jaminan bahwa itu termasuk di antara mereka.
Seperti yang diharapkan, aku harus mulai memikirkan apa yang harus dilakukan jika kami tidak bisa menemukannya.
Jika kami tidak bisa menemukan nenek Aoi-san selama liburan musim panas---
"Apa yang akan dilakukan Aoi-san ya......?"
Aku bergumam tanpa sadar, apa yang kukatakan, dan men-tsukkomi diriku sendiri.
Apa pun yang kita lakukan, jika kita tidak bisa menemukannya, pilihannya sudah ditentukan.
Jika nenek Aoi-san tidak bisa ditemukan, satu-satunya orang yang bisa diandalkan adalah ayahnya. Untuk menyelesaikan masalah tempat tinggal dan masalah ketiadaan walinya, tidak ada pilihan selain itu.
Tapi bagaimanapun, aku ingin menghindari itu---
"Tidak bisa tidur?"
"......Eiji."
Suara yang akrab kudengar dan menenangkan bergema, dan aku berbalik.
Lalu ada Eiji dengan senyum lembut di wajahnya.
"Maaf. Apa aku membangunkanmu?"
"Tidak. Aku juga tidak bisa tidur."
Aku tidak tahu apa itu benar atau bohong, tapi kalaupun bohong, itu mungkin cara Eiji untuk bersikap baik.
Eiji menarik kursi dan duduk di sampingku, mendengarkan suara serangga tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Apa festival itu membuatmu merasa sedikit lebih baik?"
"Ya. Itu membuatku rileks lebih dari yang kupikirkan."
"Sukurlah kalau begitu. Soalnya kau terlihat sedikit tidak sabaran."
Begitulah......aku sadar aku tidak bisa menyembunyikannya.
"Sejujurnya......seperti yang kau katakan, kupikir aku sedikit tidak sabar. Tidak, bahkan sekarang pun begitu. Kadang-kadang aku tidak bisa tidur seperti sekarang memikirkan apa yang akan terjadi jika kita tidak menemukan nenek Aoi-san."
"Seperti yang kukatakan sebelumnya, bahkan jika kita tidak menemukannya, kita masih punya waktu enam bulan sampai kau pindah sekolah. Aku tidak berpikir ada alasan untuk terburu-buru, tapi......pasti ada sesuatu yang terjadi, kan."
Sial, aku tidak bisa menyembunyikan ketidaksabaranku.
Baik sekarang dan di masa lalu, dan tentunya di masa depan, kupikir aku tidak mungkin bisa menyembunyikan apa pun dari Eiji.
"Bisa kau menjaga ini di antara kita saja?"
"Tentu saja. Aku berjanji untuk menyimpannya untuk diriku saja."
Bagaimanapun, aku tidak bisa menyimpannya untuk diriku sendiri lebih lama lagi.
"Sebenarnya......aku bertemu dengan ayah Aoi-san."
"Ayah Aoi-san?"
Di samping Eiji, yang biasanya begitu tenang tapi tidak biasanya memiliki ekspresi terkejut sekarang, aku mulai menjelaskan detail insiden itu.
Soal aku bertemu dengan ayah Aoi-san dalam perjalanan pulang dari kolam renang bersama Eiji dan Izumi.
Soal ayah Aoi-san datang menemuinya karena ibunya memintanya untuk membawa Aoi-san, tapi ia tidak bisa menemuinya karena Aoi-san sudah pindah dari apartemen dan ia mencarinya di lingkungan sekitar sejak saat itu.
Soal ia sudah menikah lagi dan memiliki keluarga baru dan menyarankan Aoi-san untuk tinggal bersamanya.
Juga soal Aoi-san diminta untuk memberi jawaban selama liburan musim panas dan jika dia tinggal bersamanya, dia harus pindah ke sekolah karena ayahnya tinggal di luar prefektur.
Setelah memberikan penjelasan yang panjang, aku menghela napas.
"Jadi hal seperti itu terjadi ya......."
Seperti yang diperkirakan, Eiji tampaknya kehilangan kata-kata.
"Bukannya aku ingin menyembunyikannya darimu. Aku belum pernah membicarakannya dengan Aoi-san sejak saat itu, dan karena......Aoi-san sepertinya tidak berniat memberitahunya, aku tidak bisa menceritakannya sendiri."
"Ya. Aku mengerti keadaannya."
"Kupikir alasan kenapa Aoi-san tetap diam tentang ayahnya dan terus mencari neneknya mungkin karena dia tidak berniat untuk tinggal dengan ayahnya. Tapi itu dengan asumsi bahwa dia akan menemukan neneknya, jadi jika dia tidak menemukannya, kupikir dia harus bergantung padanya......."
Dunia tidak cukup baik bagi anak di bawah umur untuk terus hidup tanpa wali.
Jika neneknya tidak bisa ditemukan dan ayahnya tidak bisa diandalkan, dalam skenario terburuk, dia mungkin harus menghabiskan waktu di tempat yang tepat, seperti anak-anak di panti asuhan yang dikunjungi Aoi-san sebagai bagian dari kegiatan sukarelawan.
Dengan lingkungan di sekitar Aoi-san membaik, aku ingin menghindari hal itu.
"Bisa aku bertanya satu hal?"
"Ya. Apa itu?"
"Apa salah bagi Aoi-san untuk berada dalam asuhan ayahnya?"
"Eh......?"
Eiji bertanya dengan ekspresi yang sangat serius.
"Aku akan menyampaikannya sebagai pihak ketiga, secara objektif dan berdasarkan situasinya, jadi tolong tenang dan dengarkan aku......"
Mungkin karena aku menunjukkan penolakanku dengan jelas.
Eiji mengawali ceritanya dengan mengatakan demikian, mendesakku untuk tenang sebelum melanjutkan.
"Sang ayah menampakkan diri pada Aoi-san yang ditinggalkan oleh ibunya dan mengatakan bahwa ia akan merawatnya. Jika kau melihat situasinya saja, itu bukan cerita yang buruk bagi Aoi-san. Tentu saja, aku tahu ada masalah dengan keluarga baru, tapi kupikir ada lebih banyak keuntungan untuk masa depan Aoi-san. Karena dengan ayah kandungnya, bukan hanya masalah tempat tinggalnya yang akan terpecahkan, tapi semua masalah dengan walinya juga akan terpecahkan."
"Aku tahu itu......."
Misalnya, persetujuan orang tua atau wali saat melanjutkan ke pendidikan tinggi, atau penjamin saat menyewa kamar setelah lulus dari SMA, atau masalah lain yang datang dengan menjadi anak di bawah umur akan terpecahkan.
Tapi tetap saja, aku---
"Kau tidak yakin ya."
"Ya......."
Aku tidak berniat menyembunyikan perasaanku dengan Eiji sebagai lawan bicaraku sekarang.
"Aku tidak bisa mempercayai seorang ayah yang meninggalkan putrinya sendiri selama sembilan tahun dan kemudian membuat keluarga baru untuk dirinya sendiri dan hidup bahagia. Jika ia tidak mendengar kabar dari ibu Aoi-san, ia akan membiarkan Aoi-san sendirian bahkan sekarang. Aku tidak berpikir Aoi-san bisa bahagia hidup dengan seseorang seperti itu......tidak peduli ia adalah ayahnya."
"Aku mengerti."
Aku yakin karena itu adalah Aoi-san, dia sangat berhati-hati tentang ayah dan keluarganya.
Dia tidak mampu mengatakan apa yang ingin dia katakan, terus berpura-pura kuat, dan pasti akan kelelahan suatu hari nanti. Mengingat kepribadian Aoi-san, yang cenderung pemalu dan enggan, masa depan itu lebih jelas daripada api.
"Aku mengerti perasaanmu, tapi kurasa kau tidak perlu bersikap negatif sampai segitunya."
"Kenapa kau berpikir begitu?"
"Aku tidak berniat memihak ayah Aoi-san. Namun, dari sudut pandang netral, kupikir itu salah bagi kita yang tidak tahu apa-apa tentang ayah Aoi-san untuk merasa tidak suka yang berlebihan. Tentu saja, banyak orang akan merasakan hal yang sama sepertimu jika mereka hanya mendengar tentang situasinya. Tapi apa yang kita lihat hanyalah satu aspek dari situasi keluarga yang rumit."
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
Eiji terus berbicara dengan nada tenangnya yang biasa.
"Mungkin ada keadaan yang tidak diketahui olehmu maupun Aoi-san. Tidak, seharusnya ada. Tidak adil bagi sang ayah kalau kita menolaknya tanpa melihat hal itu, bukan?"
Eiji ada benarnya.
Lebih tepat dikatakan bahwa aku hanya melihat satu aspeknya, atau hampir tidak ada sama sekali.
"Kalau kau peduli pada Aoi-san, kau harus mencari tahu orang seperti apa ayahnya tanpa memasukkan emosimu. Artinya, kupikir akan lebih baik bagimu untuk melihatnya lebih netral daripada Aoi-san."
Mencari tahu orang seperti apa ayah Aoi-san, ya......meski ada perbedaan kata dengan saat aku berkonsultasi dengan Hiyori, bagian pentingnya sama.
"......"
Aku mengerti.
Hal seperti itu, aku mengerti.
Namun......aku sepertinya tidak bisa menjaga keseimbangan antara akal dan emosiku.
"Tapi, aku memikirkannya---"
Kelembutan kembali ke nada suara Eiji, yang sudah berbicara dengan tenang sampai saat itu.
"Aku ingin kau bertindak sesuai dengan hatimu, tanpa mengkhawatirkan apa yang baru saja kukatakan."
"Sesuai dengan hatiku?"
"Apa yang baru saja kukatakan adalah pendapat objektif, bukan dari hati. Aku hanya berbicara tentang menimbang keuntungan dan kerugian. Tapi kau menggalaukannya karena kau menggunakan hati."
Karena menggunakan hati......ya.
"Kau merasa galau dan bermasalah karena kau peduli pada Aoi-san. Jika kau tidak peduli tentangnya, kau tidak akan terganggu. Aku ingin kau mengabaikan detailnya dan bertindak sesuai keinginamu, dan kau telah melakukannya sampai sekarang."
"Eiji......"
"Jika kau tidak bisa melakukan apa pun tentang hal itu sebagai akibatnya, aku akan berada di sana untuk membantumu."
Dengan kata-kata itu, aku merasa seakan-akan dengungan di hatiku menjadi tenang.
Aku tidak pernah merasa begitu senang telah berkonsultasi dengan Eiji seperti yang kulakukan sekarang.
"Terima kasih. Berkatmu, aku bisa sedikit mendinginkan kepalaku."
"Benarkah? Senang mendengarnya."
Eiji tersenyum tenang seperti biasa.
"Jadi, apa yang kau dan Aoi-san bicarakan?"
"Pertama-tama, dia bertanya padaku apa yang harus dilakukan dan aku bilang aku akan menghormati perasaan Aoi-san. Aku bilang dia bisa berkonsultasi denganku jika ada sesuatu, tapi kami belum berbicara sejak saat itu.......aku bertanya-tanya apa dia tidak mempercayaiku."
"Tidak diajak berkonsultasi bukan berarti tidak mempercayai."
"Begitukah?"
"Itu adalah sesuatu yang kusadari setelah Izumi memberitahuku---"
Eiji melanjutkan dengan kata pengantar itu.
"Kupikir Aoi-san sudah menjadi jauh lebih jujur tentang perasaannya daripada ketika kita pertama kali bertemu."
"Ya. AKu juga berpikir begitu."
Ketika kami pertama kali bertemu, dia sangat pendiam dalam segala hal yang dia lakukan dan tidak pernah mengekspresikan apa yang diinginkannya.
Tapi sekarang, dia sudah mulai mengatakan apa yang ingin dia lakukan, dan dia lebih sering berterima kasih, meskipun dia biasanya meminta maaf di penghujung hari.
Kupikir, mungkin setelah liburan musim panas, dia mulai berubah.
"Kesampingkan tentang Aoi-san yang sebelumnya, jika Aoi-san tidak mengatakan apapun tentang ayahnya sekarang, itu bukan karena dia enggan, tapi mungkin karena......dia sudah menemukan jawabannya."
Dia sudah menemukan jawabannya......?
"Kita tidak perlu mengkhawatirkan Aoi-san, dia mungkin memikirkan masa depannya sendiri dengan baik. Aku dan Izumi merasakan hal itu ketika kami melihat Aoi-san akhir-akhir ini."
"Begitu ya......jika kalian berdua mengatakan demikian, maka mungkin itu benar."
"Karena itu, Akira, jangan khawatir sepanjang waktu dan lebih santailah. Ketika Aoi-san tidak bisa lagi mengatur dirinya sendiri, orang yang paling bisa diandalkannya adalah dirimu. Jika kau terlalu khawatir dan tidak bisa diandalkan pada saat itu, itu tidak akan terlihat keren, bukan?"
"Kau benar......"
"Penting untuk membicarakannya. Aku sudah mengatakannya padamu berkali-kali sebelumnya. Tapi, tidak harus menceritakan semuanya. Terkadang penting untuk mengawasi, dan aku yakin inilah saatnya untuk itu."
Seperti kata Eiji, Aoi-san memiliki pemikirannya sendiri.
Kita harus tegas jadi kita selalu bisa membantu.
"Dan satu hal---"
Eiji melanjutkan seolah untuk menambahkan.
"Penting juga untuk menghadapi perasaan Aoi-san, tapi kau juga perlu menghadapi perasaanmu sendiri. Sudah lama seperti itu, tapi kau terlalu mengabaikan perasaanmu sendiri."
"Apa maksudmu?"
Aku tahu apa yang ingin dikatakan Eiji, tapi aku tidak berani mengatakannya sendiri.
"Tepat seperti yang kukatakan. Kenapa kau memiliki penolakan yang kuat terhadap ayah Aoi-san, meskipun kau tahu ayahnya memiliki keadaannya sendiri. Kenapa begitu, ya? Kurasa sudah waktunya kau memberi nama pada perasaanmu terhadap Aoi-san."
Eiji meninggalkan dek kayu ketika ia mengatakannya.
Aku, yang tetap sendirian, mengulangi kata-kata Eiji.
"Sudah waktunya untuk memberi nama pada perasaanku, ya......"
Bukannya aku tidak menyadarinya.
Aku menyadari hal ini ketika aku menemukan Aoi-san meninggalkan rumah pada hari upacara penutupan.
Kupikir aku mengulurkan tangan pada Aoi-san, tapi ternyata dialah yang mengulurkan tangannya padaku. Diatas segalanya, fakta mengejutkan bahwa Aoi-san adalah cinta pertamaku.
Ketika aku mengetahui tentang hal-hal itu, ada perubahan emosional yang besar dalam diriku, itu sudah pasti.
"Tapi......"
Masih belum jelas bagiku, nama apa yang harus kuberikan pada emosi ini.
Kenapa aku peduli pada Aoi-san......apa ini persahabatan atau kebaikan, apa itu keinginan untuk melindungi, kepuasan diri, rasa keadilan, atau emosi lain yang tidak diketahui? Aku masih belum punya jawaban.
Aku terus bertanya pada diriku sendiri berulang-ulang ditengah angin malam.
Hanya suara serangga yang bergema dalam kegelapan.
Akhir Bab 5
Lanjut min
ReplyDelete🥰
ReplyDelete