Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J2 Bab 2.1

Bab 2 - Reuni Setelah Sembilan Tahun




"Kalau begitu, aku akan menghubungimu lagi."


"Ya. Hati-hati di jalan."


"Kalian berdua juga!"


Ketika matahari hampir terbenam, kami kembali ke kota kami dan Aoi-san dan aku mengantar Eiji dan Izumi di halte bus.   


Kami bermain-main sampai waktu tutup pada pukul 17:00, dan sudah lewat pukul 18:00 ketika kami kembali ke halte bus terdekat. Matahari mulai terbenam, tapi masih cukup terang karena saat ini musim panas.


"Ayo kita pulang juga?"


"Ya."


Setelah sosok mereka berdua tidak terlihat lagi, kami meninggalkan halte bus.   


Ini tidak jauh dari rumahku, tapi daerah ini berlawanan dengan arah ke sekolah dan tempat Aoi-san bekerja paruh waktu, jadi tempat ini agak jauh dari lingkup kehidupan sehari-hari kami.


Jalan yang kami lalui sekarang ini juga merupakan jalan yang jarang kami gunakan jika kami tidak memiliki urusan seperti ini.


"Sepertinya aku kelelahan bermain. Tubuhku terasa sedikit lemas."


"Aku juga. Kupikir aku akan langsung tidur hari ini."


"Akan merepotkan kalau menyiapkan makan malam setelah kita sampai di rumah, ini sedikit lebih awal, tapi mari kita makan dan pulang. Kemudian kita bisa mandi dan tidur kapan pun kita mau."


"Benar juga. Ayo lakukan itu."


"Aoi-san, apa yang ingin kamu makan?"


"Benar juga......"


Saat aku mengeluarkan ponsel untuk memeriksa apa ada toko yang bagus di dekat sini, aku menerima pesan dari Izumi. Sebelum aku sempat bertanya-tanya apa itu, notifikasi berbunyi lebih dari sepuluh kali secara beruntun.


Aku membuka aplikasi pesan, berpikir bahwa dia berniat menggangguku.  


"Ap......Ini!?"


Apa yang muncul di layar bukanlah pesan, melainkan gambar.


Apa yang Izumi kirimkan padaku adalah foto Aoi-san dalam baju renangnya.


Foto Aoi-san sendirian dan foto dirinya bersama Izumi. Tentu saja, ada juga foto aku dan Aoi-san, dan bahkan beberapa foto berbahaya yang jelas-jelas diambil secara diam-diam.


Sepertinya dia selesai mengirim fotonya, lalu ada satu pesan di akhir foto.


"Gunakan itu untuk lauk hari ini♪"


Ini bukan urusanmu!


Tapi terima kasih. Aku percaya padamu!


Astaga......aku ingin cepat-cepat pulang, mengunci diri di kamar, menarik selimut sampai ke atas kepalaku dan melihatnya dengan seksama.


Aku akan menjaga dengan baik foto ini selama sisa hidupku. Tidak, bukan hanya selama sisa hidupku. Mari jadikan ini pusaka keluarga Akamori selama ratusan tahun yang akan datang, dan wariskan pada anak cucuku.   


Meski aku sendiri yang mengatakannya, aku begitu bersemangat sampai-sampai membuat sumpah yang bodoh. 


"Akira-kun, ada apa......eh?"


Aku lupa kalau Aoi-san ada di sampingku dan sedang menengadah ke langit, lalu dia tiba-tiba mengintip ke dalam ponselku.


Gawat---pikirku, dan mencoba menyembunyikan ponselku, tapi sudah terlambat.


"Apa ini......foto-foto hari ini?"


"Bukan seperti itu! Izumi sendiri yang mengirimkan ini padaku, bukannya aku memintanya---!"   


Kedengarannya seperti alasan yang buruk, tapi apa yang kukatakan bukanlah kebohongan.


Tapi, masalahnya adalah ada maksud tersembunyi didalamnya, dan itu sepertinya tidak mungkin membuktikan kalau kami tidak bersalah.


"Aku akan segera menghapusnya!"


Seperti yang kuduga, karena yang bersangkutan sudah melihatnya, aku tidak bisa diam-diam menyimpannya.


Di permukaan, aku berpura-pura tenang seolah mengatakan, "Dasar si Izumi itu, mengambil foto diam-diam, benar-benar anak yang merepotkan ya," tapi di dalam hatiku, aku meneteskan air mata seperti bendungan yang jebol dan akan menghapusnya.


Tiba-tiba, Aoi-san meraih tanganku.


"K-Kurasa......kamu tidak perlu menghapusnya, kan?"


"Eh......? Apa tidak apa-apa?"


Meskipun dia mengatakan seperti itu, wajahnya merah padam dan tatapannya berenang.   


Tidak peduli bagaimana aku melihatnya, sepertinya dia malu.......  


"Tapi Aoi-san, kupikir kamu mungkin malu meninggalkan foto seperti ini."


"Aku malu. Itu memalukan, tapi......itu kenangan, bukan?"


Tiba-tiba, aku teringat apa yang telah kami bicarakan ketika kami menuju ke kolam renang pagi ini.


Eiji mengatakan kalau ia ingin membuat kenangan bersamaku, karena ini adalah musim panas terakhir kehidupan SMA kami bisa bersama. Izumi dan Aoi-san juga sama-sama mengatakan kalau mereka ingin membuat kenangan serta mencari rumah neneknya.


"Kamu tidak perlu menghapusnya, tolong berikan padaku juga."


"Aoi-san, apa kamu ingin foto dirimu sendiri?"


"Bukan itu......aku ingin foto saat Akira-kun dan aku bersama."


Aoi-san menundukan kepalanya, dengan wajahnya yang merah padam sampai-sampai sepertinya uap akan keluar dari kepalanya.


"B-Begitu ya. Aku menegrti. Aku akan segera mengirimkannya!"


Aku dengan terburu-buru menyimpan foto-foto itu dan mengirimkannya ke Aoi-san.


"Kurasa itu sudah semuanya."


"Ya. Terima kasih. Aku akan menjaganya."


Meskipun sambil terlihat malu-malu, Aoi-san mengembangkan senyuman dan terlihat puas.   


Rasanya, aku juga jadi ikut malu saat melihat Aoi-san yang malu-malu seperti itu dan aku tidak bisa melihat matanya secara langsung.


Baca novel ini hanya di Musubi Novel


Wajahku pasti memerah sekarang, tapi tolong anggap saja itu karena matahari terbenam.


"Jadi, apa yang akan kita makan malam ini!?"


"B-Benar juga. Apa ya."


Saat aku mencoba menerbangkan rasa malu ini dengan kembali ke percakapan yang sebelumnya.


Tiba-tiba Aoi-san menghentikan langkahnya dan melihat ke sekeliling.


"Ada apa?"


"Apartemen yang dulu kutinggali berada di dekat sini."


"Eh? Begitukah?"


Saat kami dengan asyik berjalan dan mengobrol, kami menemukan diri kami berada di daerah pemukiman yang tenang.


Meskipun banyak rumah terpisah yang relatif baru berjejer di jalan, beberapa kompleks apartemen juga tertangkap mata kami.


Pada hari upacara penutupan, Eiji membuatku teringat kalau Aoi-san dan aku berasal dari taman kanak-kanak yang sama.


Aku berpikir, fakta bahwa kami bersekolah di taman kanak-kanak yang sama berarti rumah kami tidak jauh satu sama lain, tapi sepertinya itu lebih dekat daripada yang kubayangkan.


"Rasanya sudah lama sekali ya, meskipun baru dua bulan yang lalu......."


Aoi-san bergumam pada dirinya sendiri sambil melihat sekelilingnya.





Melihat sosoknya seperti itu, aku teringat saat aku bertemu Aoi-san.


Sebagai seseorang yang mengetahui situasi Aoi-san pada saat itu, tidak sulit untuk membayangkan bagaimana perasaannya saat dia menatap pemandangan ini. Perasaannya pasti tidak positif. 


Aoi-san sedikit menunjukan ekspresi sedih di matanya.


"Selagi kita di sini, ingin mampir sebentar?"


Ketika aku menanyakan hal itu, Aoi-san menggelengkan kepalanya sedikit.


"Tidak. Karena rumahku sekarang adalah rumah Akira-kun."


"Begitu......"


Lalu aku berpikir ketika aku melihat Aoi-san tersenyum setelah mengatakan itu.   


Aoi-san telah melalui banyak hal, dan banyak hal yang telah terjadi di antara kami.


Tapi, kupikir sudah cukup bahwa dia tersenyum seperti ini sekarang.


Mungkin kita tidak perlu repot-repot menengok ke masa lalu yang menyedihkan yang telah berlalu. Meski, jika ada saatnya harus menengok ke belakang, bahkan jika kami tidak menginginkannya, aku yakin itu bukan sekarang.


Waktu mungkin akan menyelesaikannya, atau mungkin ketika dia sudah bisa menata hatinya dengan benar.


"Untuk makan malamnya, kamu ingin makan apa, Aoi-san?"


"Benar juga. Kurasa---"


Ketika aku bertanya lagi padanya.  


"......Aoi?"


Dengan suara langkah kaki, suara yang tidak kukenal memanggil nama Aoi-san.


Ketika kami berbalik saat mendengar suara dengan suasana yang tidak biasa, aku melihat seorang pria yang tidak kukenal.   


Ia terlihat berusia sekitar 40 tahun. Pria itu, mengenakan setelan jas dan terlihat seperti seorang pekerja kantoran yang bisa melakukan pekerjaan dengan baik, melihat Aoi-san dengan tatapan yang bisa dianggap sebagai keterkejutan atau penasaran.


......Kalau ia tahu namanya, apa ia kenalan Aoi-san?


Segera setelah aku berpikir kalau ia jauh lebih tua untuk seorang kenalan.


"......Ayah?"  


"Eh---?"   


Kata-kata yang tidak kuduga terdengar melewati telingaku. 


Pria ini, ayah Aoi-san......?


"Ternyata benar Aoi! Sukurlah......Aku sedang mencarimu. Kau sudah besar ya......."


Berlawanan dengan ekspresi lega sang ayah, wajah Aoi-san diwarnai dengan kebingungan.


"Kenapa ayah......ada di sini?"


"Aku mendapat telepon dari ibumu."


"Dari ibu?"


"Ya. Dia ingin aku membawamu, Aoi."


"Eh......?"


Mendengar kata-kata sang ayah, wajah Aoi-san berubah seolah-olah retak.


Ini adalah pertama kalinya aku melihat Aoi-san dengan ekspresi sesedih ini di wajahnya.  


"Saat aku datang ke alamat yang dia berikan padaku, aku mendengar dari pemilik apartemen kalau kau sudah pindah. Selama sebulan terakhir aku mencarimu di sekitar sini kapan pun aku punya waktu.......aku senang bisa bertemu denganmu."


Perkembangannya terlalu mendadak bagiku untuk memahami situasinya.


Tapi, entah kenapa......aku tidak bisa menahan diri untuk tidak merasakan dengungan yang aneh dan tidak menyenangkan di dalam hatiku.


"Berdiri dan berbicara seperti ini rasanya agak tidak enak, jadi mari kita pergi ke kedai kopi terdekat dan mengobrol dengan santai. Apa ia yang di sebelahmu......teman dari sekolah? Maafkan aku, tapi aku perlu bicara dengan Aoi berdua saja. Maaf."


Saat sang ayah hendak membawanya pergi.


"......Aoi-san?"


Tiba-tiba, Aoi-san meraih tanganku dan menggenggamnya dengan erat.   


Kurasa bukan imajinasiku saja kalau tangannya sedikit gemetar.


"Akira-kun......ikutlah bersamaku."


"Aku juga?"


Aku tidak mengira Aoi-san akan mengatakan hal seperti itu.


Di depan mata yang begitu berharap padaku, tidak ada pilihan menolak.


"Tolong izinkan aku ikut juga."


"Kamu juga?"


Aku berdiri di depan Aoi-san dan menghadapi ayahnya seolah untuk melindunginya.


Sang ayah menatapku dengan ekspresi seperti keterkejutan atau kebingungan.


"Aku tahu semua tentang situasi Aoi-san. Aku tahu apa yang telah terjadi pada Aoi-san dan kehidupan seperti apa yang telah dijalaninya selama dua bulan terakhir. Dan kupikir ada sesuatu yang bisa kukatakan juga pada anda."


Setelah ayahnya membuat gestur seolah ia sedang berpikir sejenak.


"......Mengerti. Kalau begitu mari kita bertiga berbicara."   


Pemahamanku masih belum bisa menyusul karena hal ini begitu mendadak.


Meski begitu, aku tidak bisa meninggalkan Aoi-san sendirian, yang jelas-jelas gemetar.

*

4 comments for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J2 Bab 2.1"