Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J1 Bab 8.2
Bab 8 - Perasaan sebenarnya yang saling disembunyikan
Dalam perjalanan, hujan
mulai turun.
Hujan deras yang dimulai dengan hujan rintik-rintik semakin deras saat aku mendekati tempat tujuanku.
Ketika aku akhirnya tiba
di taman kanak-kanak, hujan menjadi begitu deras sampai-sampai percuma saja
menggunakan payung.
"Disini......"
Ketika akutiba di taman
kanak-kanak, aku melihat sekeliling sambil mengatur napas.
Sudah sembilan tahun
sejak aku berada di sini sejak upacara kelulusan taman kanak-kanak.
Sungguh aneh, meskipun
terkubur di dasar ingatanku dan aku tidak pernah mengingatnya, tapi ketika aku
mengunjunginya dan melihatnya, aku merasakan perasaan nostalgia.
Aku merasakan sensasi
kalau ingatanku perlahan menjadi lebih jelas.
Seprtinya hari ini
libur. Lampu-lampu mati dan tidak ada tanda-tanda siapa pun.
"Aoi-san......"
Saat berjalan di
sepanjang halaman, aku melihat Aoi-san di depan pagar yang menghadap ke taman.
Setelah mendapatkan
kembali ketenanganku setelah menemukan Aoi-san, aku menghembuskan napas berat
sekali dan membuka payung.
Aku dengan pelan
mendekat dan memegang payung di atas kepala Aoi-san.
"......Akira-kun?"
Aoi-san mendongak ke
arahku.
Dia tampak gelisah
seperti ketika kami pertama kali bertemu di taman.
"Kamu akan masuk
angin jika tinggal di tempat seperti ini tanpa payung."
Aoi-san mengangguk kecil
dan melihat lagi ke arah taman kanak-kanak.
"Apa ini taman
kanak-kanak tempat Aoi-san bersekolah?"
"Ya. Aku ingin
melihatnya untuk terakhir kalinya......."
Kata 'terakhir'
meyakinkanku kalau Aoi-san berencana untuk meninggalkan kota ini.
Pada saat yang sama, aku
yakin akan satu hal lagi.
Aku tidak berpikir itu
mungkin, tapi seperti kata Eiji, Aoi-san berasal dari taman kanak-kanak yang
sama denganku.
Kalau begitu, maka tentu
saja, aku dan Aoi-san pasti pernah bertemu.
Aku menghadapi lagi
pertanyaan yang telah kukesampingkan untuk mencari Aoi-san.
Lalu, mungkin karena aku
datang ke tempat penuh kenangan. Ingatanku yang telah tersebar di benakku dan
cerita yang kudengar dari Aoi-san terhubung dalam pikiranku.
Aku mendapat satu
kemungkinan---
Pada saat itu, ada
seorang anak perempuan di taman kanak-kanak tempatku bersekolah.
Melihat ke belakang,
gadis cinta pertamaku itu selalu sendirian, dan anehnya aku penasaran tentang
dia, jadi aku berusaha untuk berbicara dengannya, dan ketika akhirnya aku bisa
berbicara sedikit dengannya, kami harus berpisah karena ayahku dipindahkan.
Pada waktu itu, Aoi-san
selalu sendirian karena kepribadiannya yang introvert.
Pada saat itu, Aoi-san
bertemu dengan seorang anak laki-laki yang ada di sana untuknya, dan meskipun
mereka tidak berbicara atau bermain bersama, dia diselamatkan hanya dengan anak
itu berada di sampingnya.
Tidak---anak itu bukan
Aoi-san.
Aku ingat dengan jelas
sekarang.
Aku yakin bahwa nama
keluarganya adalah Shinoda.
Aku masih tidak ingat
nama belakangnya, tapi aku ingat nama keluarga yang tertulis di papan namanya.
Aku hampir berpikir
bahwa semuanya terhubung, tapi ingatanku sendiri menyangkal kemungkinan itu.
Tapi pada saat
berikutnya, aku menyadari bahwa aku telah mengabaikan sesuatu yang penting.
"Jangan-jangan......"
Itu bukan hal yang
mustahil---
"Aoi-san, boleh aku
bertanya satu hal?"
"......Apa
itu?"
"Aoi-san, ketika
kamu bersekolah di taman kanak-kanak ini, apa nama keluargamu berbeda?"
"Ya. Saat itu
sebelum orang tuaku bercerai, nama keluarga ayahku adalah Shinoda."
Pada saat yang sama ketika
aku merasakan guncangan yang menusuk ke seluruh tubuhku, aku teringat kembali
nama anak itu.
"Aoi......"
Tanpa sadar aku memegang
mulutku sendiri, dan menggumamkan nama gadis itu.
Ya---nama gadis itu
adalah Shinoda Aoi.
"......"
Terkejut, nostalgia dan
berbagai perasaan sekaligus membanjiri, membuatku kehilangan kata-kata.
Aku berharap dia
baik-baik saja di suatu tempat. Kupikir akan seperti sebuah drama jika kami
bisa bertemu lagi suatu hari nanti, di suatu tempat, tapi ternyata kami sudah
bertemu lagi.
Yang seperti ini adalah
takdir, bukan?
Setelah banyak emosi
mengalir di kepalaku, satu perasaan meluap.
Aku masih ingin Aoi-san
tetap tinggal.
"Aoi-san, ayo kita
pulang."
Ketika aku memanggilnya,
Aoi-san menggelengkan kepalanya.
"Aku tidak bisa
pulang......"
"Kenapa?"
"Aku tidak bisa
membebanimu lebih dari ini......"
Perasaan yang meluap
terdengar begitu lemah sampai hampir tenggelam oleh suara hujan.
"Kamu tidak
membebaniku. Aku tidak pernah berpikir seperti itu satu kalipun."
"Ya. Aku tahu kamu
berpikir begitu, Akira-kun. Tidak hanya Akira-kun......tapi Eiji-kun dan
Izumi-san, aku juga tahu kalau mereka tidak menganggapku membebani
mereka."
"Kalau
begitu......"
"Tapi, aku tidak
bisa."
Aoi-san menggigit
bibirnya dengan ekspresi sedih.
"Aku tahu kalian
semua berusaha demi aku, dan aku tahu itu adalah kebaikan kalian, meski begitu
aku masih berpikir aku membebani kalian. Aku tidak bisa mengembalikan apapun,
tapi terus menerima, dan bahkan jika kalian mengatakan tidak apa-apa, aku tidak
bisa......terus menerimanya."
Ah, jadi begitu ya.
Dengan kata lain,
ini adalah masalah bagaimana Aoi-san menerimanya.
Dia bersyukur. Tapi
lebih daripada itu, dia berpikir bahwa dia membebani kami.
Aku tidak pernah
berpikir bahwa niat baik kami menyiksa Aoi-san tanpa sepengetahuan kami.
Tidak, itu
salah---Aoi-san telah berulang kali mengatakan 'Aku minta maaf karena
merepotkan kalian,' dan juga menunjukkannya dalam sikapnya. Dia bahkan mencoba
membalas budi dengan memberikan tubuhnya.
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
Aoi-san seperti
itu sejak awal, kami hanya tidak menganggapnya serius.
Aku yakin ini mungkin
akibat dari tidak bisa saling menunjukkan bagian terdalam dari hati kami ketika
kami begitu dekat satu sama lain.
Itu tidak berarti aku
bisa menyalahkan Aoi-san. Mengingat perasaan dan kepribadian Aoi-san, dia pasti
tidak bisa mengatakan hal seperti itu pada seseorang yang membantunya dengan
niat baik.
Kata-kata yang Eiji
katakan, "Tidak selalu pihak lain akan membicarakannya," terlintas di
kepalaku.
Tidak peduli seberapa
berharganya atau seberapa bersyukurnya kau, pasti ada hal-hal yang tidak bisa
kau ungkapkan dengan kata-kata.
Meski begitu, Aoi-san
mengatakannya.
Kalau begitu aku harus
mengatakan apa yang tidak bisa kukatakan.
Berkat pertemuan dengan
Aoi-san, aku mengerti, apa yang ada di dalam hatiku.
"Meskipun begitu,
aku ingin bersama Aoi-san."
"Akira-kun..."
Mungkin kata-kata yang
coba kukatakan kejam.
Meski merasa bersalah,
aku masih memintanya untuk tetap bersamaku.
Tapi bukan seperti itu.
Bukan seperti itu yang
ingin kukatakan pada Aoi-san.
"Bukan hanya demi
Aoi-san. Aku ingin bersama Aoi-san."
Perasaanku yang
sebenarnya, yang tidak bisa kukatakan pada Eiji maupun Izumi.
Semua emosi yang telah
menyakiti hatiku entah sejak kapan.
“Pada awalnya itu demi
Aoi-san. Aku tahu tentang situasi Aoi-san dan ingin melakukan apa pun yang bisa
kulakukan untuk membantumu, bahkan jika itu hanya sampai aku pindah sekolah.
Tapi ditengah perjalanan, itu berubah......"
"……Berubah?"
"Itu bukan demi
Aoi-san, tapi demi diriku sendiri."
"Demi dirimu?"
Aoi-san mengulangi
kata-kataku.
"Bagaimanapun, aku
akan pindah sekolah. Sampai sekarang aku hanya menganggapnya sebagai hal yang
tak terelakkan, tapi sejak aku bertemu Eiji dan Izumi dan mulai tinggal bersama
Aoi-san, aku menikmati setiap harinya dan......aku jadi tidak ingin pindah
sekolah lagi. Entah bagaimana, aku ingin kehidupan ini terus berlanjut."
Perasaan yang kukatakan
untuk pertama kalinya tanpa ampun meremas hatiku.
"Bagiku, pindah
sekolah sudah menjadi hal biasa, jadi aku sudah terbiasa berpisah dengan
teman-temanku, dan entah sejak kapan aku berhenti merasa kesepian. Aku tidak
pernah berpikir akan memiliki perasaan seperti ini. Tapi kupikir......bahwa
bisa menyadarinya pasti merupakan berkah."
Meski begitu, aku terus
melanjutkan seolah memeras kata-kataku.
"Aoi-san, kamu
bilang kamu tidak bisa membalas apa pun padaku, tapi tidak seperti itu. Aku
tidak akan merasa seperti ini jika Aoi-san tidak bersamaku. Kupikir aku akan
menyerah dan pindah sekolah lagi tanpa mengetahui apa yang benar-benar penting
bagiku. Berkat Aoi-san, aku akhirnya menyadarinya.”
Aku tahu kalau aku tidak
bisa cukup berterima kasih.
Tapi aku tidak bisa
mengungkapkannya dengan kata-kata.
"Aku sudah
mendapatkan balasan yang lebih dari cukup."
"Akira-kun..."
Suaraku bergetar ketika
aku mengungkapkan perasaanku ke dalam kata-kata.
Tapi aku harus
menyampaikannya dengan benar sampai akhir.
"Aku tahu Aoi-san
merasa berhutang. Aku tahu itu mau bagaimana lagi. Meski begitu aku, ingin
menghabiskan sedikit waktu yang tersisa bersama dengan Aoi-san. Karena itu, ini
bukan demi Aoi-san. Demi aku, tolong tetaplah bersamaku."
Satu kalimat ini adalah
perasaanku yang sebenarnya, tanpa adanya kebohongan.
"Aku membutuhkanmu,
Aoi-san."
Aku tidak berpikir itu
tersampaikan dengan baik, dan aku tahu aku mengatakan sesuatu yang sangat
egois. Namun ketika akhirnya tersampaikan, aku merasakan kesegaran seakan
pikiran burukku jatuh.
Keheningan berlanjut
untuk sementara waktu, dan aku merasa bahwa suara hujan yang kudengar sampai
tadi menjadi sangat sunyi.
"Ini pertama
kalinya, seseorang mengatakan ia membutuhkanku......"
Bersamaan dengan
kata-katanya, aku mendengar suara isakan.
Aoi-san masih
menundukkan kepalanya, jadi aku tidak tahu bagaimana ekspresinya.
"Apa aku boleh
berada disisimu?"
Suara kecilnya seperti
ditenggelamkan oleh suara hujan.
Aoi-san meletakkan
tangannya di dadaku dan bersandar padaku, dan menggenggam bajuku.
"Ya. Kumohon,
tetaplah disisiku."
Aku meletakkan tanganku
di tangan Aoi-san yang bergetar.
Entah sudah berapa lama
waktu berlalu.
Ketika kuperhatikan,
hujan berhenti dan matahari bersinar melalui celah-celah di awan.
Akhir Bab 8
Semangat min TL-nya
ReplyDeleteSemangat👌👌
DeleteUwoohhh ship sail fellas.
DeleteTerima kasih banyak kk Mayla & spaghnum atas kerja kerasnya, saya bisa menikmati novel yg penuh gula ini.
Thanks min,, lanjutt terus
ReplyDeleteMantap!!! Lanjut terus min🔥🔥🔥🔥
ReplyDeleteSedang menunggu sampai mereka jadian🥳
Akhirnya berlayar juga
ReplyDeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeleteDapat novel romance bagus lagi nih🥰
ReplyDelete