Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J1 Bab 7.1

Bab 7 - Yang Dinamakan Mendukung Seseorang




Beberapa hari telah berlalu sejak saat itu, dan hanya tersisa satu minggu lagi di semester satu---


Setelah satu setengah bulan upaya yang konsisten untuk meluruskan kesalahpahaman tentang Aoi-san, dia menjadi jauh lebih akrab dengan kelas dan tidak lagi terisolasi seperti sebelumnya.


Itu berkat usaha Aoi-san dan kerja sama Izumi, tapi mungkin juga karena itu adalah semester pertama tahun pertama, sebelum hubungan di kelas sepenuhnya terjalin.


Kesan terhadap para guru tergantung pada hasil ujian, yang akan segera dibagikan untuk semua mata pelajaran.


Aku sekarang merasa deg-degan, karena, tergantung pada hal itu, tujuan awal kami sebagian besar akan tercapai.


"Akira-kun, maaf membuatmu menunggu."


"Ah. Kerja bagus."


Satu hari sebelum hasil tes diumumkan, aku sedang menunggu di luar kedai kopi.


Sepulang sekolah, Izumi mengajakku pergi ke tempat kerja paruh waktu Aoi-san untuk bermain, dan aku tidak punya alasan untuk menolak, jadi aku memutuskan untuk ikut dan akhirnya tinggal sampai jam tutup lagi.


Hanya untuk memperjelas, itu bukan karena aku ingin melihat sosok Aoi-san dalam seragamnya lagi. Bukan karena seragamnya memiliki rok panjang yang kusukai, dan bukan karena aku ingin merangkak ke dalam rok panjangnya.


Didepan kedai.


"Kalau begitu, ayo kita pulang?"


"Ya."


Kami mulai berjalan berdampingan.


"Tanpa disadari, sudah hari terakhir semester satu ya."


"Ya. Rasanya......semuanya terjadi begitu cepat ya."


"Sungguh."


Satu setengah bulan yang lalu, sebelum aku bertemu Aoi-san, aku tidak pernah berpikir kehidupanku akan seperti ini.


Rasanya aneh, seperti sesuatunya baru saja terjadi, seperti sudah lama terjadi.


"Kita juga memiliki rencana untuk liburan musim panas, jadi kuharap kita bisa bersenang-senang."


"Benar......"


Kami sedang dalam perjalanan pulang sambil mengobrol santai.


Ketika kami sudah dekat dengan rumah.


"Hmm? Lampu di rumah menyala......."


Apa aku lupa mematikannya?


Tidak, dari awal kami tidak pernah menyalakan lampu di pagi hari.


Kalau begitu, Hiyori mungkin datang berkunjung.


Sambil berpikir seperti itu, kami masuk kerumah dan menuju ruang keluarga.


"Hiyori, jika datang, setidaknya hubungi aku---!?"


Segera setelah aku melangkah masuk ke dalam, pemandangan yang kulihat menghentikan langkahku.


"Akira, selamat datang."


Orang yang duduk di sofa bukanlah Hiyori, melainkan ibuku.

 

Dia melambaikan tangannya ke arah kami sambil mengembangkan senyum yang familiar.


"Ibu......kenapa?"


Keringat dingin menetes di punggungku.


"Aku khawatir apa Akira baik-baik saja, jadi aku datang."


khawatir katamu......baru sepuluh hari atau lebih sejak Hiyori datang untuk mengunjungiku.


Hiyori bilang akan mengatakan kalau aku baik-baik saja pada orang tua kami. Bahkan jika dia tidak bisa menghentikan ibu pulang, maka seharusnya Hiyori akan menghubungiku.


Jika tidak ada kabar darinya, apa Hiyori menceritakan tentang Aoi-san?


"Akira, ada apa?"


"Ah, tidak......bukan apa-apa."


"Benarkah? Kalau begitu, aku akan senang jika kau memperkenalkanku pada wanita muda di sebelahmu."


Aku tidak bisa melihat perasaan yang sebenarnya dari ibu yang tersenyum lembut.


......Tidak, tidak mungkin Hiyori mengkhianatiku.


Bahkan jika pihak lain itu orang tua kami, Hiyori bukanlah tipe orang yang akan mengingkari janji yang sudah dibuatnya.


Jika demikian, ini adalah hal yang tidak diduga oleh Hiyori. Setidaknya sampai aku mendengar alasan kenapa ibu datang, tidak perlu bagiku untuk menceritakan semuanya dengan jujur. Situasinya berbeda dengan yang terjadi saat Hiyori datang.


......Apa yang harus kulakukan?


Seberapa banyak yang diketahui ibu?


Bagaimana aku menjelaskan situasi ini dengan benar?


Jika sampai ketahuan bahwa aku tinggal bersama Aoi-san, tidak akan ada masa depan.


Segala sesuatu yang telah kulakukan untuk Aoi-san akan berakhir di tengah jalan, dan dia akan kehilangan tempatnya lagi. Itu, hal yang harus kami hindari.


Pada titik ini, apa pun tidak masalah selama dia tidak mengetahui kalau kami tinggal bersama.


Kalau begitu, berenang atau tenggelam---


"D-Dia pacarku!"


Hanya ini yang mungkin bisa untuk mengelabuinya.


Susunannya adalah anak laki-lakinya yang sedang di puncak pubertas memiliki pacar, dan memanfaatkan saat keluarganya tidak ada untuk membawa pacarnya kerumah. Aku ingin mati jika orang tuaku melihatku dalam situasi seperti itu dalam kehidupan nyata, tapi aku tidak punya pilihan lain.


Ini jauh lebih baik daripada tertangkap basah tinggal bersama.


Kumohon. Terserah apa yang kamu katakan, jadi percayalah.


"Ara, benarkah? Bukankah itu bagus, Akira!"


"Y-Ya......terima kasih."


Berlawanan dengan aku yang merasa dalam bahaya, Ibu dengan mudah mempercayaiku.


Dengan polosnya bahagia dan senyuman di wajahnya yang tidak cocok untuk usianya, adalah tipikal ibu yang biasa.


"Akira juga sudah berada di usia untuk itu, jadi tidak heran kau punya pacar, ya. Tapi begitu ya~ Akira punya pacar. Ayo, jangan berdiri di sana terus, duduklah di sini dan perkenalkan dia padaku."


"Ah, ya......."


Ibu menepuk sofa dan mendesak kami untuk duduk.


Ketika aku mengirim kontak mata pada Aoi-san, dia sepertinya sudah menebak situasinya dan memberikan anggukan kecil.


Setelah memastikan itu, Aoi-san dan aku duduk berdampingan di depan ibuku.


"Bisa kamu memberi tahuku namamu?"


Baca novel ini hanya di Musubi Novel


"Ya. Namaku Sotome Aoi."


"Aoi-san, ya. Aku sudah berpikir kalau hari dimana Akira punya pacar akan datang, tapi aku tidak pernah berpikir kalau ia akan berkencan dengan wanita muda yang secantik ini. Entah kenapa aku sangat terharu."


Ibu tersenyum sambil meletakkan tangannya di dada, seolah-olah dia benar-benar bahagia.


......Hatiku sakit saat dia sebahagia ini.


Tapi, aku mengingatkan diriku kalau ada yang harus dilakukan daripada merasa bersalah dan menyesuaikan ceritanya.


"Kami berada di kelas yang sama dan begitulah cara kami akrab."


"Begitu ya. Sudah berapa lama kalian berkencan?"


"Sejak sekitar awal bulan lalu, kurasa."


"Ara, kalau begitu sekarang adalah waktu paling menyenangkan ya."


"Ya."


Serbuan pertanyaan ibu tidak terhentikan.


Kami menjawab pertanyaan yang dia tanyakan secara bergantian padaku dan Aoi-san.


"Jadi, siapa di antara kalian yang mengaku?"


"Umm......itu aku."


"Apa yang kau katakan saat mengaku?"


"Tidak, tidak, tentu saja aku tidak akan mengatakannya."


"Eh~ayolah. Ceritakan sedikit saja."


"......Aku menolak. Mana bisa aku membicarakan masalah percintaanku dengan orang tuaku."


"Jahatnya. Kalau begitu, aku akan bertanya pada Aoi-san."


Hah? Tunggu sebentar...


"Apa yang kamu sukai tentang Akira, Aoi-san?"


"Eh? Umm......"


Aoi-san terlihat kebingungan saat matanya berenang.


Karena sifatnya yang terlalu jujur, Aoi-san tidak pandai berbohong.

 

Meski dia tahu kalau dia berada dalam situasi dimana dia harus berpura-pura menjadi pacarku, dia tidak begitu cekatan sampai-sampai bisa mengatakan hal acak secara mendadak.


Namun, aku berharap di dalam hatiku agar dia bisa mengatakan terserah apa pun yang aman dan melewatinya.


Meski bukan suka sebagai pacar, tidak apa-apa mengatakan hal yang disukai sebagai teman.


"Kurasa, semuanya......"


Jawaban yang tak terduga.


Tidak, sebaliknya, itu lebih seperti bukan kebohongan daripada menyebutkan sesuatu secara spesifik.


Daripada menyebutkan hal yang disuka dengan dipaksakan, tidak akan terlalu mencurigakan jika hanya mengatakan semuanya. Aku tidak mempertimbangkan kemungkinan kalau dia akan mengatakan semuanya itu karena aku tidak memiliki satu pun hal yang bisa disukai.


Maksudku, aku mendengar jika kau menyukai seseorang, kau menyukai segala sesuatu tentang mereka. Meski, aku juga tidak tahu.


"Seperti ia yang selalu menggunakan nada lembut ketika ia berbicara denganku, atau ia yang selalu tersenyum ketika mata kami bertemu, atau ia yang mendengarkan perasaanku. Juga, ketika kami berjalan berdampingan, ia selalu berjalan di sisi jalan, dan ia selalu memasakkanku makanan yang enak......"


Kupikir dia akan mengatakan 'semuanya' dan menghindar dari pertanyaan itu, tapi Aoi-san mulai menyebutkannya secara rinci.


Semuanya itu, kau tidak akan mengatakan semua yang benar-benar kau pikirkan, kan?


"Bukan itu saja. Aku terisolasi di sekolah dan tidak punya teman, tapi berkat Akira-kun, aku mendapatkan beberapa teman baik. Ia juga selalu mengajari aku yang tidak bisa belajar......Aku tidak tahu seperti apa diriku sekarang jika bukan karena Akira-kun."


Kata-kata yang diucapkannya dipenuhi dengan antusiasme yang tidak seperti Aoi-san, yang biasanya tenang.


"Aku selalu diselamatkan oleh kebaikan Akira-kun. Sampai aku tidak bisa mengungkapkan rasa terima kasihku dengan kata-kata. Aku tidak bisa melakukan apapun, jadi aku juga tidak bisa membalasnya. Aku selalu merepotkannya......"


Aoi-san mengatakan banyak hal yang dia sukai tentangku.


Tapi aku merasa kalau perasaannya yang sebenarnya, tersembunyi dalam bayang-bayang, terangkum dalam satu kata terakhirnya.


"Maafkan aku. Aku jadi banyak bercerita......"


"Tidak apa-apa, kok. Aku jadi tahu kalau Aoi-san menganggap Akira orang yang berharga bagimu."


Ibu memandang Aoi-san dengan ekspresi yang begitu lembut.


"Mendengarkan cerita kalian berdua mengingatkanku pada saat aku dan ayahmu bertemu."


"Saat Ibu bertemu Ayah?"


"Ayahmu juga pemalu dan tidak pandai bersosialisasi ketika kami bertemu."


"Benarkah?"


Ketika aku bertanya padanya tentang hal itu karena sangat tidak terduga, dia mulai bercerita penuh nostalgia tentang kenangannya.


"Ketika aku masih menjadi pekerja kantoran, ayahmu adalah karyawan baru di departemen yang sama denganku. Ia canggung dan tidak bergaul dengan baik dengan karyawan lain, jadi ia dengan cepat terisolasi. Tapi ia serius dengan pekerjaannya, pekerja keras dan sangat kompeten, jadi orang-orang mulai iri padanya. Orang yang bertanggung jawab atas pelatihannya juga kebingungan karena ia tidak tahu apa yang dipikirkan Ayah."


Meski aku mendengarkan ceritanya, aku tidak benar-benar memahami apa yang dia bicarakan.


Karena aku tidak pernah mendapat kesan kalau Ayah tidak pandai bersosialisasi.


Meskipun ia memiliki sisi yang serius dan tegas, kupikir ia adalah orang yang lebih berbelas kasih daripada Hiyori.


Tentu saja, kami bersosialisasi dengan tetangga kami, dan ia juga sering keluar dengan koleganya. Ia adalah tipe orang yang, jika salah satu bawahannya membuat kesalahan di tempat kerja, ia akan pergi ke tempat kerja dan menindaklanjutinya, bahkan jika itu adalah hari liburnya.


Jika ia tidak pandai dalam hal itu, ia tidak akan bisa menjadi manajer cabang regional, kan?


Rasanya aku sedang mendengarkan cerita orang lain.


"Aku tidak bisa meninggalkannya sendirian ketika aku melihatnya seperti itu, jadi aku menawarkan diri untuk menjadi pembimbingnya. Ketika aku berbicara dengannya, berharap bisa menjadi jembatan antara dirinya dengan orang-orang disekitarnya, ternyata tidak semudah itu. Ia tidak bisa bergaul karena sangat pemalu, lalu selama aku masuk menengahi ia dan yang lainnya, ia secara bertahap bisa bergaul dengan orang di sekitarnya." 


"Jadi begitu ya."


"Jika kau memahami orang lain, kau bisa mengubah caramu memperlakukannya. Dari awal ia adalah seorang pekerja keras, jadi ketika kesalahpahaman itu hilang, orang-orang di sekitarnya mulai mempercayainya dan mempercayakan pekerjaan-pekerjaan penting padanya. Sekarang, ketika Ayah berbicara tentang hari-hari itu, ia akan mengatakan, 'Terima kasih untuk saat itu,' padaku, tapi aku ingat bahwa saat itu, setiap kali aku melakukan sesuatu untuknya, ia selalu meminta maaf dan berkata, 'Maaf merepotkanmu'."


Mendengarkan ceritanya, tiba-tiba aku berpikir.


Apa alasan ayah berubah dari 'maaf' menjadi 'terima kasih', ya.


"Hanya cerita kenangan tentang seorang senior yang suka ikut campur dan seorang junior yang pemalu. Memang benar banyak hal sulit, tapi aku tidak berpikir ayah merepotkanku. Aku yakin itu sama dengan apa yang Akira lakukan pada Aoi-san."


"Tentu saja."


Ketika aku menjawab seperti itu, Ibu mengangguk puas.


"Karena itu, Aoi-san."


"Ya."


"Jangan berpikir kalau kamu menyebabkan masalah."


Ibu mengalihkan mata yang lembut ke arah Aoi-san seolah-olah menasihatinya.


Aoi-san mempertahankan ekspresi bersalah di wajahnya.


"Karena aku orang tuanya, jadi aku hanya mengenal Akira sebagai seorang anak. Aku tidak tahu wajah seperti apa yang Akira tunjukkan pada teman atau kekasihnya. Tapi jika apa yang sudah Akira lakukan untuk Aoi-san adalah benar, aku bangga dengan Akira sebagai orang tuanya."


Ini pertama kalinya orang tuaku mengatakan padaku kalau dia bangga padaku.


Lebih dari sekadar malu, hal itu membuat hatiku panas jauh di dalam dadaku.


"Di samping itu, kamu juga orang yang cukup baik untuk bisa dengan jujur bersukur atas kebaikan seseorang, dan berkecil hati ketika kamu tidak bisa memberikan balasan apa pun. Aku sangat senang bahwa Aoi-san adalah pacar Akira."


"Ibu......"


"Tolong, teruslah berada di sisi Akira."


"......Terima kasih."


Aoi-san mengucapkan terima kasih sambil menundukkan kepala.


Baik ibu maupun aku, memperhatikan bahwa ekspresinya berawan.

*

5 comments for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J1 Bab 7.1"