Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J1 Bab 3.4
Bab 3 - Rapat Strategi Dengan Rekan Yang Bisa Diandalkan
Dengan demikian, partisipasi sukarelawan pertama Aoi-san berakhir tanpa insiden.
Kami memutuskan untuk bubar di lokasi, dan Aoi-san dan aku berpisah dengan Izumi dan pulang.
Saat matahari terbenam mengubah jalanan menjadi merah tua, aku berjalan di sepanjang jalan sambil memikirkan gadis itu.
"Sepertinya gadis itu ingin tinggal bersama Aoi-san lebih lama."
"Ya. kupikir begitu."
Aoi-san mengatakannya dengan jelas.
"Aku bertanya pada staf disana. Sudah tiga bulan sejak dia tiba di fasilitas itu, tapi dia tidak pernah berbicara dengan siapa pun. Jadi ketika aku melihatnya berbicara dengan Aoi-san atas kemauannya sendiri, aku benar-benar terkejut. Aoi-san, percakapan seperti apa yang kamu lakukan dengan gadis itu?"
"Aku tidak mengatakan apapun, kok."
"Eh?"
"Aku hanya berada disebelahnya dan tidak melakukan apapun."
Hanya berada di sampingnya itu......maksudmu hanya dengan itu, gadis itu membuka hatinya, meskipun hanya sedikit?
Sulit dipercaya bahwa seorang gadis yang tidak menanggapi staf dan anak-anak yang lainnya tidak peduli seberapa banyak mereka berbicara dengannya, akan membuka hatinya untuk Aoi-san yang hanya berada di sampingnya selama setengah hari.
Sementara aku ragu, Aoi-san di sampingku melanjutkan.
"Anak itu, kupikir dia mirip denganku saat masih kecil."
"Mirip dengan Aoi-san?"
Matanya saat mengatakan ini, pasti melihat dirinya sendiri di masa lalu.
"Ketika aku di TK, aku sangat tertutup dan tidak punya seorangpun teman. Saat itu juga orang tuaku tidak akur satu sama lain, dan kupikir itu karena aku sangat bermasalah sebagai seorang anak. Seperti gadis itu, aku tidak menanggapi siapa pun yang berbicara padaku dan aku selalu sendirian disudut kelas."
Jika mendengarkan sebanyak ini, Aoi-san pasti persis seperti gadis itu pada waktu itu.
"Tapi kenyataannya aku sangat kesepian. Aku ingin seseorang berada di sisiku. Aku ingin punya teman baik seperti orang lain. Tapi aku bahkan tidak bisa mengatakan itu. Tapi, pada saat seperti itu---"
Aoi-san memandangi matahari terbenam di kejauhan.
"Salah satu anak laki-laki, memperhatikanku."
Ekspresinya tenang seolah sedang mengingat kenangan indah.
"Sementara semua orang mengabaikanku, anak laki-laki itu adalah satu-satunya yang berada di sisiku. Ia tidak berbicara denganku atau bermain denganku, ia hanya ada di sampingku dan melakukan apa pun yang ia inginkan, tapi, kurasa... ia ada di sana untuk memastikan aku tidak merasa kesepian."
Mendengar cerita ini membangkitkan memori lama dalam diriku.
Aoi-san pasti juga merasakan hal yang sama dengan anak itu.
Gadis cinta pertamaku yang selalu sendirian di sudut ruangan. Tidak peduli seberapa keras aku mencoba berbicara dengannya, dia tidak menanggapiku. Dan ketika dia akhirnya mulai berbicara sedikit denganku, aku pindah karena transfer pekerjaan ayahku dan aku tidak pernah melihatnya lagi.
Aku merasa menyesal tidak bisa membuat gadis yang kusukai tersenyum ketika dia terlihat kesepian.
Tiba-tiba, aku ingat apa yang dikatakan Eiji padaku di pusat perbelanjaan.
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
---Akira adalah pria yang tidak ragu untuk mengulurkan tangan disaat yang dibutuhkan.
Tidak, tidak, itu bukan hal yang sebesar itu.
Jika Eiji mengacu pada waktu itu, itu hanya cerita tentang bagaimana aku ingin akrab dengan gadis yang kusukai, dan pada akhirnya, aku tidak bisa melakukan apa pun untuknya, sebuah kenangan pahit yang bernama cinta pertama.
"Kupikir itu adalah pemandangan yang aneh bagi orang-orang di sekitar. Tapi, aku sangat senang hanya karena itu. Karena itu aku, hanya melakukan padanya apa yang telah anak laki-laki itu lakukan padaku."
Dengan kata lain, Aoi-san sendiri merasakan hal yang sama, dan itulah mengapa dia bisa memahami perasaannya.
Dan karena dirinya merasa sangat senang saat anak laki-laki itu melakukan itu padanya, karenanya lah saat dia juga melakukan itu pada anak itu perasaannya pasti telah tersampaikan padanya.
Mungkin, jika itu bukan Aoi-san, mungkin tidak akan bisa mendekati hati anak itu.
"Baik Aoi-san dan anak laki-laki itu sangat baik ya."
Dengan jujur aku berpikir begitu.
Mempertimbangkan situasi Aoi-san saat ini, seharusnya dia tidak bisa mengkhawatirkan orang lain.
Itu sebabnya aku bertanya-tanya apa yang akan terjadi saat Aoi-san mengunjungi panti asuhan.
Meskipun situasinya mungkin berbeda, aku merasakan risiko yang tidak kecil dalam bertemu anak-anak dalam situasi yang mirip dengan yang dialami Aoi-san sekarang.
Namun, Aoi-san terlalu baik sampai-sampai mengkhawatirkan anak itu.
"Jika kami baik, maka Akira-kun juga baik."
"Aku? Tidak, aku baik itu, tidak ada yang seperti itu."
"Itu tidak benar."
Mata Aoi-san tampak sedikit kabur, mungkin karena matahari terbenam.
"Itu sama dengan yang Akira-kun lakukan padaku, bukan?"
"Yang aku lakukan?"
"Di hari hujan itu, kamu memanggilku. Kamu mengundangku ke rumahmu tanpa menanyakan detail situasiku. Sekarangpun, kamu masih bersamaku. Akira-kun jauh lebih baik daripada yang kami lakukan."
Mendengar kata-kata itu, aku merasa ada yang mengalir di dadaku.
Sejujurnya, aku selalu khawatir dengan apa yang sudah kulakukan untuk waktu yang lama.
---Apakah aku benar-benar membuat pilihan yang tepat saat itu?
---Apakah ada cara yang lebih baik?
---Bukankah lebih baik bagi Aoi-san jika itu orang lain selain aku?
Meskipun kekhawatirannya tidak hilang, kata-kata Aoi-san membuatku merasa jauh lebih tenang.
"...... Ayo kita pergi menemui gadis itu lagi."
"Ya. Aku sudah berjanji padanya."
Dan kami melanjutkan perjalanan pulang kerumah.
Warna matahari terbenam tampak lebih cerah dari biasanya ketika aku melihat ke atas.
Akhir Bab 3
Ah, hatsukoi
ReplyDeletePada belum sadar pasti. 😄
ReplyDeleteAyo kapan nyatain perasaanya
ReplyDelete