Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J1 Bab 3.1
Bab 3 - Rapat Strategi Dengan Rekan Yang Bisa Diandalkan
Di awal minggu, ketika Aoi-san berangkat ke sekolah, ada guncangan di kelas.
Tiba-tiba, gadis cantik berambut hitam yang elegan muncul, jadi itu adalah reaksi yang bisa dimengerti.
Ruang kelas dipenuhi dengan suasana seolah-olah seorang siswa baru baru saja tiba, tapi ketika Izumi memeluknya dengan penuh semangat sambil meneriakkan namanya, teman-teman sekelasnya menyadari bahwa dia adalah Aoi-san.
Izumi tidak pernah seberisik ini semenjak awal tahun ajaran, ketika dia berteriak pada Eiji, "Aku mencintaimu!" di dalam kelas.
Kembali ke topik, kalau seperti ini semua orang pasti akan terkejut, 'kan.
Tidak ada yang bisa membayangkan bahwa gadis cantik berambut hitam yang elegan itu adalah Aoi-san, yang sebelumnya adalah seorang gal berambut pirang.
Melihat Aoi-san, teman-teman sekelasnya membuat reaksi yang bermacam-macam.
Ada siswa yang berbicara dengan Aoi-san seperti Izumi, dan ada anak laki-laki yang berbicara dengan berbisik sambil mengirimkan tatapan yang merupakan campuran dari keterkejutan dan sedikit rasa bersalah dari kejauhan. Ada juga beberapa teman sekelas yang terlihat tidak tertarik.
Sementara beberapa teman sekelas memperlihatkan respon positif dengan Izumi, yang didukung dengan baik di kelas, mendekati Aoi-san, kebanyakan dari mereka menatapnya dengan mata dingin.
Tetap saja, tidak mungkin menghitamkan rambutnya akan mengubah reaksi semua orang.
Aku tahu itu, tapi tidak ada pilihan selain meningkatkannya secara bertahap.
Sepulang sekolah beberapa hari kemudian, sambil menghabiskan waktu memikirkan hal itu.
"Eiji, Izumi, apa yang kalian ingin minum?"
"Aku kopi."
"Aku teh yang dibuat di teko♪"
"Aku tidak punya teko di rumah ini ..."
"Kalau begitu, tidak apa-apa selama itu teh."
Aku memanggil Eiji dan Izumi kerumahku.
"Oke. tunggu sebentar."
"Akira-kun, aku akan membantumu juga."
"Terima kasih."
Kami pergi ke dapur, mengambil gelas yang cocok, dan menuangkan minuman untuk kami berempat.
Aku membawanya ke ruang keluarga bersama Aoi-san dan kami duduk mengelilingi meja.
"Jadi, apa yang ingin kamu bicarakan?"
Izumi bertanya sambil memegang gelas dengan kedua tangannya.
"Aku ingin berkonsultasi dengan kalian berdua tentang Aoi-san kedepannya."
Tentu saja, aku sudah mendapat persetujuan Aoi-san.
Aoi-san terkejut ketika aku berkata padanya di pusat perbelanjaan bahwa aku ingin melakukan sesuatu tentang situasinya.
Untuk berkonsultasi dengan mereka, aku harus berbicara dengan Aoi-san lagi.
Jika menurut Aoi-san itu mengganggu, aku tidak akan melakukan hal yang tidak perlu.
Tapi jika itu tidak mengganggu, aku ingin berkonsultasi dengan mereka tentang hal-hal kedepannya.
Saat aku membicarakan itu, Aoi-san menganggukan kepalanya.
Seperti yang Eiji katakan sebelumnya, aku tidak tahu perasaan Aoi yang sebenarnya. Aku tidak memiliki keterampilan untuk melihat ke dalam pikirannya, dan aku bukan pembicara yang cukup baik untuk mendapatkan perasaannya yang sebenarnya tanpa menyakitinya.
Tapi tetap saja, aku mencoba berdiskusi dengan Aoi-san dengan caraku sendiri.
Jika Aoi-san mau menerimanya, kupikir ini yang terbaik.
"Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku ingin memperbaiki situasi Aoi-san. Aku sudah memikirkan apa yang bisa kulakukan dengan caraku sendiri. Aku ingin mendengar pendapat semua orang."
"Aku mengerti. Tolong biarkan aku mendengarnya."
Eiji menerimanya dengan senang hati, dan mendorongku untuk melanjutkan pembicaraan.
“Secara garis besar, kupikir ada dua masalah utama. Yang pertama adalah siswa dan guru memiliki kesan buruk tentang Aoi-san, yang tidak dapat dihindari mengingat kehidupan sekolahnya hingga sekarang, tapi...... Aku ingin mereka tahu bahwa dia seorang gadis normal, bukan gadis yang tidak tekun, bukan seorang gal, tapi benar-benar hanya seorang gadis normal."
Jika saja kesalahpahaman itu bisa diluruskan, aku yakin semua orang dan Aoi-san akan menjadi lebih dekat.
Tentu saja, mungkin ada beberapa orang yang masih tidak menyukai Aoi-san, tidak mungkin bagi semua orang untuk menerimanya. Jika jumlah orang yang memahami Aoi-san meningkat meskipun hanya satu, itu tetaplah bagus.
"Jadi begitu ya. Memang benar Aoi-san perlu menjalani masa mudanya seperi orang lainnya."
"Lalu untuk meluruskan kesalahpahaman ini, secara nyata, apa yang harus dilakukan."
"Itu benar~. Itulah masalahnya, 'kan~"
Izumi memiliki ekspresi pahit diwajahnya.
"Aku punya sebuah ide, dan aku butuh bantuanmu, Izumi."
"Aku? Apa itu, apa itu?
"Izumi adalah perwakilan kelas dan dipercaya oleh semua orang, 'kan? Jika Izumi mengambil inisiatif dan bergaul dengan baik dengan Aoi-san, mungkin saja bisa mengubah kesan orang-orang di sekitar. Kau sudah berusaha untuk bergaul dengan baik, tapi aku ingin kau menyadari bahwa kau akan menjadi jembatan dengan semua orang mulai sekarang. Hanya saja..."
"Hanya saja? apa?"
"Ini adalah hal yang berisiko bagimu, Izumi. Tergantung bagaimana kau melihatnya, itu bisa dianggap bahwa perwakilan kelas bergaul dengan siswa yang tidak baik. Dan karena itu, tidak bisa dikatakan kalau Izumi tidak mendapat pengaruh buruknya."
Aku yakin Izumi tidak akan mempedulikan itu, dan aku yakin dia akan bertindak tanpa mengkhawatirkannya.
Tapi semenjak aku memintanya lagi, kupikir aku harus menjelaskannya dengan benar.
"Hah? Sudah tentu tidak apa-apa melakukan itu.”
Izumi segera menjawab seolah hal itu tidak terpikirkan olehnya.
"Aku hanya melakukan apa yang ingin kulakukan, tidak peduli apa yang orang lain katakan. Alasan aku terus berbicara dengan Aoi-san adalah karena aku ingin berteman dengannya. Aku merasa seperti ingin mengatakan 'maju sini' pada orang yang menganggap seseorang berandalan berdasarkan penampilan tanpa mengenal orang itu dengan baik. Selain itu---"
Izumi tersenyum pada Aoi-san dan mengatakannya.
"Kita sudah berteman. Kan, Aoi-san♪"
Dikatakan sebagai teman secara langsung, Aoi-san mengusap rambutnya sambil terlihat malu.
"Ya. Teman. Terimakasih."
"Hehehe♪"
Meski begitu, dia dengan tegas membalas senyuman Izumi dan menjawab.
Sukurlah, Aoi-san...... Kalau seperti ini, sepertinya aku tidak perlu khawatir.
"Tapi sejujurnya, kupikir sulit untuk menghilangkan kesalahpahaman tentang Aoi-san hanya dengan itu. Khususnya untuk para guru, kurasa kita tidak bisa melakukannya dengan cara yang sama seperti pada teman sekelas kita. Kuharap ada ide bagus lainnya tapi... "
Semua orang yang ada di sini merenungkannya.
"Kalau seperti itu, seperti yang kuduga, dengan kemampuan akademis."
Setelah beberapa saat, Eiji mengangguk sambil berkata begitu.
"Seperti yang Akira katakan, kupikir kesan teman sekelas bisa ditingkatkan secara bertahap dengan kerja sama Izumi dan kita. Tapi ketika harus mengubah kesan para guru, dengan cara yang mudah dipahami, bukankah cara terbaik adalah menaikkan nilainya."
Begitu ya. Memang benar itu ide yang bagus.
Bagi guru, hasil tes bukanlah segalanya, tapi merupakan salah satu faktor untuk menilai siswa.
Sebaik apapun perilaku seorang siswa, jika nilainya jelek maka mereka tidak akan dianggap sebagai siswa teladan, tapi malah sebaliknya. Jika seorang siswa berperilaku baik tapi nilainya jelek, mereka akan dianggap siswa bermasalah dalam arti tertentu.
Aoi-san perlu meningkatkan baik perilaku maupun prestasi akademisnya.
"Ngomong-ngomong, Aoi-san, bagaimana hasil ujian tengah semestermu?"
"Umm......"
Ketika aku bertanya padanya, Aoi-san mengelak dari kata-kataku.
Aku bisa mengerti secara kasar dari reaksinya itu, tapi......
"Aku mendapat nilai merah di semua mata pelajaran kecuali satu, dan aku harus mengikuti pelajaran tambahan, itu sangat sulit..."
"""Kecuali satu mata pelajaran..."""
Suaraku, Eiji, dan Izumi tumpang tindih dan bergema di ruang keluarga.
Aoi-san menutupi wajahnya dengan tangannya seolah dia tidak bisa menahannya lagi.
Jadi begitu. Itu sama ketika dia disalahpahami sebagai pacarku di salon kecantikan, dan sama seperti insiden pakaian dalam tempo hari, tapi sepertinya ketika Aoi-san benar-benar malu, dia memiliki kebiasaan menutupi wajahnya dengan tangannya seperti ini.
"Aku harus absen dan bekerja paruh waktu untuk membantu keuangan keluarga, jadi mau bagaimana lagi! Sebaliknya, kupikir itu hebat aku bisa menghindari nilai merah meskipun hanya dalam satu mata pelajaran!"
"...... Ya."
"Jangan khawatir, ayo berjuang mulai dari sekarang!"
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
Aku mencoba yang terbaik untuk mem-follow up, tapi aku merasa seperti mengaduk sarang lebah tidak peduli apa yang kukatakan.
Tln : Idiom, mengaduk sarang lebah artinya melakukan sesuatu yang menyebabkan banyak kontroversi atau menghasilkan situasi yang sangat sulit untuk dihadapi
Itu mengingatkanku pada saat aku tertangkap basah tanpa sengaja memegang cucian (pakaian dalam) Aoi-san di tanganku. Sepertinya semakin aku mencoba mem-follow up dalam situasi seperti itu, semakin aku mendapat masalah.
Aoi-san menyusut seolah-olah mengatakan kalau ada lubang dia ingin masuk kedalamnya.
......Seriusan, apa yang kaulakukan satu menit yang lalu, diriku.
"Tidak apa-apa. Aku pandai belajar, jadi aku akan mengajarimu!"
Izumi, nice assist!
Izumi dengan penuh percaya diri menaikkan suaranya untuk memecahkan suasana tidak menyenangkan seperti itu.
Benar. Izumi terlihat hanya seperti gadis yang enerjik, tapi sebenarnya dia sangat pintar.
Sejak SMP, dia selalu mendapat peringkat tinggi dalam ujian reguler, dan dia seorang perwakilan kelas bukan hanya untuk pamer saja.
"Kupikir akan lebih baik jika kita semua belajar, bukan hanya Izumi dan Aoi-san. Untungnya, rumah Akira nyaman bagi semua orang untuk berkumpul dan belajar. Kupikir akan menyenangkan melakukan kamp belajar atau semacamnya."
"Kedengarannya bagus! Kamp belajar dan menginap sepertinya akan menyenangkan!"
Izumi menanggapi saran Eiji dengan semangat tinggi.
"Jika tidak apa-apa dengan rumahku, aku akan menyediakan tempatnya."
"Ah, dan juga---"
Tanpa jeda, Izumi menepukkan tangannya seolah dia punya ide.
"Jika kau ingin membuat kesan yang baik pada guru, bagaimana dengan melakukan kegiatan sukarelawan?"
"Kegiatan sukarelawan?"
Itu adalah saran yang tidak terduga.
"Ya. Sebenarnya aku berpartisipasi dalam kegiatan sukarelawan yang disponsori oleh sekolah, tapi kami kesulitan mengajak orang untuk berpartisipasi. Kupikir kesan guru akan meningkat pesat jika kita berpartisipasi."
Ah, kalau tidak salah sensei berbicara tentang itu di perwalian tepat setelah aku memasuki sekolah.
Aku tidak tertarik sama sekali dan mendengarkannya dengan setengah hati, tapi Izumi berpartisipasi di dalamnya kah.
Aku selalu berpikir bahwa Izumi terlalu peduli, tapi tampaknya sifat pedulinya tidak terbatas pada keluarga atau temannya sendiri. Aku bertanya-tanya apakah dia adalah burung bulbul atau Bunda Teresa di kehidupan sebelumnya.
"Pekerjaan sukarelawan seperti apa yang kau lakukan?"
"Bermacam-macam. Melakukan pembersihan lingkungan, mengunjungi panti jompo, bermain dengan anak kecil di panti asuhan, dan mengajari mereka belajar. Kami memiliki kegiatan ini setiap hari Minggu, tapi partisipasi bersifat sukarela, jadi kau bisa bergabung hanya ketika kau tidak punya rencana lain."
Memang benar, kupikir berpartisipasi dalam kegiatan sukarelawan yang disponsori sekolah adalah ide yang bagus.
Memang, ini adalah perilaku yang siswa teladan sekali, dan aku yakin para guru akan terkejut jika Aoi-san berpartisipasi, tapi aku merasa bahwa berhubungan dengan guru di luar kelas adalah cara cepat untuk mengenal mereka sebagai manusia.
"Tentu saja, jika Aoi-san tertarik, karena itu jika tidak mungkin untukmu aku tidak akan memaksa untuk bergabung."
"Bukan tidak mungkin. Kupikir tidak apa-apa karena aku tidak memiliki pekerjaan paruh waktu pada hari Sabtu dan Minggu. Selain itu... aku yakin itu akan menyenangkan jika kita semua melakukannya, kurasa aku ingin berpartisipasi."
"Oke! Kalau begitu mari bergabung lain kali!"
Izumi meraih tangan Aoi-san, sambil meninggikan suaranya, dia bersenandung terlihat bahagia.
Kurasa ada juga kebahagiaan yang sederhana hanya dengan bertambahnya rekan.
"Kalau begitu, Untuk saat ini, apa tidak apa-apa dengan rencana meningkatkan kesan para guru dengan berpartisipasi dalam persiapan ujian dan kegiatan sukarelawan yang disponsori sekolah sambil menyelesaikan kesalahpahaman teman sekelas, yang berpusat pada Izumi?"
"Kukira begitu. Mari kita ikuti rencana itu."
Sejujurnya, ketika aku memikirkannya sendiri, aku bertanya-tanya apa yang akan terjadi, tapi dengan kami berempat bersama, aku merasa kami bisa mengatasinya, sungguh aneh.
Seperti yang kuduga, hal yang harus dimiliki adalah teman yang dapat dipercaya.
"Lalu, apa masalah yang satunya?"
Eiji bertanya pada kami seolah-olah untuk mengingatkan kami saat kami bergembira.
Benar. Ini bukan satu-satunya masalah, ada satu masalah lain.
Sebaliknya, ini adalah masalah yang lebih besar.
"Masalah lainnya adalah masalah tempat dimana Aoi-san akan tinggal."
Dengan kata lain, di mana Aoi-san akan tinggal setelah kepindahanku.
"Aku bisa memberikan tempat tinggal di rumahku sampai Maret tahun depan. Kita harus mengamankan tempat di mana Aoi-san bisa tinggal dengan tenang saat itu. Terus terang, kupikir ini masalah yang lebih serius."
"Aku setuju. Kita tidak bisa menyewa kamar saat masih di bawah umur, tidak peduli berapa banyak uang yang kita miliki. Bahkan di Net cafe saat ini, ada batasan usia tergantung pada tempatnya, dan tampaknya sangat ketat."
"Bahkan jika kita bisa mendapatkan teman, kupikir tidak ada orang yang hidup nyaman sendirian sepertiku, dan di sisi lain, berada di rumah Izumi dan Eiji juga sulit, bukan? Bahkan jika tidak apa-apa, Aoi-san akan segan dan tidak akan tenang jika ada orang tua kalian. Seperti yang kuduga, kupikir kita membutuhkan tempat di mana dia bisa menempatkan dirinya dalam kedamaian."
"Kamu benar~"
Seperti Izumi, yang melihat kami dengan ekspresi sulit di wajahnya, kami juga bingung akan hal ini.
Sekali lagi, kami tidak bisa tidak menyadari kerugian dari tidak memiliki orang tua bagi seorang siswa.
Jika aku tidak bertemu Aoi-san, aku tidak akan pernah berpikir bahwa lingkungan yang aku dan Eiji dan orang lain anggap normal ternyata tidak baginya dan menjadi hambatan dalam hidupnya.
Kami juga pasti tidak bisa membayangkan kecemasan Aoi-san yang ada di tengah pusaran itu.
Mungkin ...... itu adalah keajaiban bahwa dia bahkan tersenyum seperti ini sekarang.
"Seperti yang kuduga, hal terbaik adalah bergantung pada keluarga Aoi-san, kan?"
"Tidak, seperti yang kubilang dia tidak punya keluarga, itulah masalahnya."
Aku secara refleks menanggapi saran Eiji, dan ia menahanku dengan tangannya seolah-olah untuk menegurku.
"Keluarga itu bukan hanya orang tua, 'kan? Aoi-san, apa kamu tidak punya saudara atau kakek-nenek?”
Begitu ya, memang benar seperti yang dikatakan Eiji.
Aku bahkan tidak bisa memikirkan itu, mungkin karena aku berpikir terlalu keras.
Tapi saat aku melihat ke arah Aoi-san, mengharapkan jawabannya, ekspresinya mendung.
"Kupikir aku punya saudara, tapi aku sudah lama tidak berhubungan dengan mereka...... Aku pernah bertemu nenekku dari pihak ibuku, tapi aku masih sangat kecil jadi aku tidak tahu di mana rumahnya."
"Apa kamu setidaknya tahu di sekitar mana dia tinggal?"
Aoi menggelengkan kepalanya sedikit.
"Setidaknya aku hanya tahu kalau itu bukan di kota ini."
"Begitu ya......"
Harapan kecil ini menghilang dalam sekejap.
Berbagai masalah yang kemungkinan akan dihadapi Aoi-san di masa depan. Bahkan jika orang tuanya tidak ada, kupikir jika dia memiliki kerabat, mereka bisa menjadi walinya atau ada solusi lainnya...
Tidak, tapi---
"Mengetahui nenekmu ada saja sudah bagus. Bahkan jika kamu tidak bisa mengingat di mana nenekmu tinggal sekarang, mungkin suatu hari nanti kamu akan mengingatnya karena suatu alasan, dan tidak ada salahnya berusaha mencarinya."
Lebih dari berbicara pada Aoi-san, kataku pada diri sendiri.
Itu benar. Ini jauh lebih baik daripada tidak ada petunjuk.
"Dengan ini diputuskan. Pertama-tama, mari kita lanjutkan untuk menyelesaikan kesalahpahaman tentang Aoi-san."
"Dimengerti."
"Oke♪"
"Semuanya, terima kasih."
Aoi-san melayangkan senyuman dan mengucapkan terima kasih.
Dibandingkan dengan saat dia pertama datang kerumah ini, ekspresinya lebih lembut.
*
Post a Comment for "Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J1 Bab 3.1"