Class no Bocchi Gal wo Omochikaeri Shite Seisokei Bijin ni Shite Yatta Hanashi [LN] J1 Bab 2.4
Bab 2 - Dari Gal Pirang Ke Gadis Cantik Berambut Hitam
Malam itu…
Aku pulang lebih dulu dan mulai menyiapkan makan malam karena tidak banyak yang harus kulakukan secara khusus.
Aku melihat jam di dinding ruang keluarga dan melihat bahwa itu baru lewat pukul 19:00.
"Aku ingin tahu kapan Aoi-san akan pulang?"
Dia tidak berada di mall karena dirinya sendiri, dan semenjak hari semakin panjang, ini belum terlalu larut, tapi aku sedikit khawatir karena aku tidak mendengar kabar darinya untuk sementara waktu ini…
Aku bahkan berpikir untuk mengiriminya pesan untuk menanyakan jam berapa dia akan pulang. Tapi lalu kupikir tidak baik mengganggu Aoi-san jika dia bersenang-senang dengan Izumi, jadi aku memutuskan untuk tidak mengiriminya pesan dan meletakkan telepon yang kuangkat dalam kekhawatiran.
"Aku ingin tahu apa ini rasanya menjadi pacar yang mengkhawatirkan pacarnya yang tinggal serumah ..."
Segera setelah memikirkan tentang itu, aku kembali ke diriku sendiri.
Aku bukan pacarnya, jadi bukan tempatku untuk memberitahunya apa yang harus dia lakukan.
Meskipun kami hidup bersama, hal semacam ini disebut overprotektif…
"Ah! Hamburgerku!"
Tln : bukan hamburger yang roti sayuram ama daging ya, tapi kaya steak.
Aku tidak memperhatikan penggorengan saat aku berpikir, dan sebagai hasilnya, bau samar hamburger yang gosong menyebar ke seluruh dapur.
Aku segera membalik hamburger.
"Aku pulang."
Tepat setelah suara pintu depan terbuka, aku mendengar suara yang familiar dari dapur.
Aoi-san muncul di ruang keluarga, terlihat sedikit terburu-buru, dengan suara sandalnya yang bergemerincing.
"Selamat Datang."
"Maafkan aku. Aku terlambat..."
Dia menundukkan kepalanya dan berkata seperti itu begitu dia melihatku.
Dia mungkin pulang terburu-buru karena dia terlihat seperti kehabisan napas.
"Tidak apa-apa."
"Setelah berbelanja dengan Izumi-san, kami pergi makan siang, dan saat kami mengobrol, hari sudah larut... Aku berniat pulang lebih awal tapi tidak bisa. Maafkan aku."
"Jangan khawatir. Tidak apa-apa."
Tidak peduli seberapa keras aku bersikeras, Aoi-san terus meminta maaf.
Penampilannya tampak seperti dia ketakutan.
"Tapi ibuku benar-benar marah padaku ketika aku pulang terlambat..."
Mendengar kata-kata itu, sebuah pikiran tidak menyenangkan tiba-tiba terlintas di benakku.
Mungkin ini adalah norma dalam keluarga Aoi-san?
Lingkungan di mana kau akan dimarahi jika kau pulang terlambat atau tidak menelepon.
Bahkan keluarga normal pun akan seperti itu, tapi ibu Aoi-san pasti marah dengan cara yang membuat Aoi-san ketakutan. Mungkin ada emosi yang tidak menyenangkan selain kekhawatiran?
Karena dia adalah tipe orang tua yang akan meninggalkan putrinya, jadi meski aku tidak suka, begitulah yang kupikirkan.
"Maafkan aku..."
"Aoi-san..."
Aku menatap Aoi-san, yang menyusut ke belakang seolah-olah dia adalah anak yang dimarahi secara tidak masuk akal.
Kata-kata yang diucapkan Eiji di kedai kopi muncul di benakku.
Jangan salah mengira pertimbangan sebagai kebijaksanaan---
Jika kau ingin bersama orang yang kau cintai selamanya, kau perlu membicarakan apa yang perlu kau bicarakan---
Jika itu masalahnya, aku mungkin tidak seharusnya hanya mengatakan tidak apa-apa.
Aku perlu menuangkan pikiranku ke dalam kata-kata dan mendengarkan apa yang dipikirkan Aoi-san.
"Aoi-san, mari kita bicara sedikit."
"Baik..."
Aku mematikan kompor gas dan meminta Aoi-san untuk duduk di sofa ruang keluarga.
Kami duduk berdampingan, dan aku berbicara dengan Aoi-san setenang mungkin.
"Aoi-san, apa kamu bersenang-senang dengan Izumi?"
"Eh...?"
Aoi-san mungkin tidak menyangka akan ditanyai pertanyaan seperti itu.
Dia tampak terkejut dan tergagap, dan setelah beberapa saat, dia perlahan membuka mulutnya.
"... Ya. Itu menyenangkan."
"Jika kamu tidak keberatan, bisa memberi tahuku bagaimana kamu bersenang-senang?"
Aoi-san mengangguk sedikit dan mulai berbicara sambil melirik kearahku.
"Aku hampir tidak pernah pergi keluar dengan siapa pun sebelumnya. Ibuku sangat ketat, dan aku selalu di rumah, bahkan pada hari liburku. Jadi ketika Akira-kun dan Izumi-san mengajakku keluar dan mengobrol denganku, aku sangat menikmatinya sampai aku lupa waktu ..."
"Kalau begitu kamu tidak perlu khawatir dengan pulang terlambat."
"Tapi..."
Meski begitu, Aoi-san menepis kata-kataku seolah menyalahkan dirinya sendiri.
Aku membalas kata-kata itu, menerimanya sekaligus agar tidak menyangkal perasaannya.
"Aku tentu bisa mengerti perasaan bersalah pada orang lain. Tapi ketika aku mendengar bahwa Aoi-san bersenang-senang, aku merasa senang daripada marah."
"Kamu senang?"
Aku mengangguk pelan.
"Aku sendiri pernah diposisi itu, dan aku tahu seberapa cepat waktu berlalu saat kita bersenang-senang, terutama ketika kamu bermain dengan teman baikmu. Ketika aku masih kecil, aku tahu aku harus pulang lebih awal, tapi aku selalu pulang terlambat, dan orang tuaku akan marah padaku."
Dengan mengatakan padanya bahwa semua orang seperti itu, aku berharap Aoi-san tidak akan terganggu oleh itu sebanyak mungkin.
"Tapi sekarang aku memikirkannya. Kupikir orang tuaku hanya mengkhawatirkanku, bukan marah. Tentu saja, mereka seharusnya begitu jika orang yang mereka sayangi tidak pulang tanpa kabar."
Pada saat itu, aku tidak mengerti sedikit pun. Tapi sekarang aku hidup sendiri, aku harus memikirkan tentang keluargaku lagi.
"Aku tidak tahu bagaimana perasaan ibu Aoi-san tentang hal itu karena situasi keluarga setiap orang berbeda. Tapi setidaknya aku senang Aoi-san bisa bersenang-senang menghabiskan waktunya sampai lupa waktu. Aku khawatir karena aku tidak tahu kapan kamu akan pulang, tapi aku tidak marah. Jika kamu masih khawatir, hubungi aku lain kali dan beri tahu aku. Dengan begitu, aku bisa menunggumu dengan pikiran tenang."
Apa aku menyampaikan pikiranku dengan baik?
Mengekspresikan kekhawatiran, Aoi-san sedikit mengangguk.
"Aku mengerti. Aku akan meneleponmu dengan benar lain kali."
"Ya. Aku akan menelepon jika aku akan terlambat juga."
Aku tidak punya kepercayaan diri kalau itu tersampaikan dengan baik.
Tapi, meski begitu ekspresi Aoi terlihat sedikit lebih tenang.
"Aku senang Aoi-san dan Izumi menjadi teman baik."
"Aku ingin tahu... apa kami bergaul dengan baik. Aku bersenang-senang, tapi aku tidak begitu pandai berbicara dengan orang, jadi kurasa Izumi-san pasti menganggapnya membosankan."
"Kurasa tidak. Jika Aoi-san bersenang-senang, Izumi pasti juga bersenang-senang."
"Aku akan senang jika itu masalahnya. Aku agak cemburu pada Akira-kun, yang berteman dengan Izumi-san dan Eiji-kun."
Sepertinya ini pertama kalinya Aoi-san menunjukkan perasaannya yang sebenarnya.
Karena itu, aku berpikir bahwa aku tidak boleh membiarkan kata-kata ini tidak terdengar.
"Apa yang kamu bicarakan? Izumi dan Aoi-san sudah berteman, kan?"
"Tidak... Bagaimana aku bisa menjadi temannya?"
"Jika kamu bermain bersama seharian, kamu sudah berteman. Setidaknya itulah yang dipikirkan Izumi. Dan aku yakin dia akan lebih terlibat denganmu besok daripada sebelumnya, jadi kamu mungkin harus mempersiapkan dirimu sedikit."
Aku mencoba untuk sedikit bercanda tentang hal itu, tapi aku bisa melihat masa depan di mana hal itu terjadi. Dan masa depan itu mungkin akan baik untuk Aoi-san.
"Jika dia menganggapku sebagai teman, aku senang..."
Aoi-san bergumam dengan ekspresi sedikit malu di wajahnya.
Ekspresi itu adalah senyum terbaik yang pernah dia tunjukkan padaku sampai sekarang.
"Baiklah. Kalau begitu, ini adalah akhir dari pembicaraan ini!"
Aku memukul tanganku dan berbicara seolah-olah untuk menghilangkan suasana yang sepi.
"Ya."
"Makan malam akan siap sebentar lagi."
"Ah, biarkan aku membantumu."
Aku bangkit dari sofa, dan Aoi-san mengikutiku dengan ragu.
Aku menelan kata-kata, 'Kamu bisa istirahat,' saat itu sampai ke tenggorokanku.
Aoi-san mungkin ingin membantuku agar suasana canggung tidak berlanjut. Karena mungkin itu masalahnya, akan lebih baik bagi kalau aku menerima kata-katanya demi kami berdua.
"Terima kasih. Kalau begitu, bisa mengambilkan peralatan makan untukku? Kita akan makan hamburger hari ini, jadi aku ingin piring yang sedikit lebih lebar."
"Mengerti. Tidak heran kupikir aku mencium bau daging dipanggang. Tapi ... ada sesuatu tentang itu, baunya agak gosong."
"Apa?"
Aku terkejut ketika mendengarnya.
Benar saja, kompornya dimatikan, tapi steak hamburger tetap ada di wajan, jadi meskipun tidak ada lagi panas yang keluar, penggorengan masih tetap panas beberapa saat karena sisa panas.
Ketika aku buru-buru membalik hamburger, itu jelas terlalu matang meskipun tidak terlalu hangus.
"Oh sial..."
Kedua sisi hamburger ternyata sedikit gosong.
Benar-benar kesalahan yang konyol.
"Fufu..."
"Huh? Apa kamu tertawa barusan?"
"Maaf. Kupikir Akira-kun adalah seseorang yang bisa melakukan apa saja, jadi agak lucu untuk berpikir bahwa kamu bisa membuat kesalahan lucu seperti itu. Ini kasar saat aku mengatakan itu. Aku bahkan tidak bisa memasak satu hal pun."
Melihat tawa Aoi-san membuatku tersenyum juga.
"Aku tidak bisa melakukan semuanya. Kegagalan ini masih terbilang kecil. Aku sangat menyedihkan saat pertama kali memulai hidup sendiri. Setiap kali aku membuat masakan, bumbunya salah, aku biasa keliru antara garam dan gula, dan sup miso-ku terlalu asin untuk diminum. Setiap kali aku membuat kesalahan, aku harus mencarinya diinternet."
"Benarkah?"
“Ya. Itu tidak apa-apa jika hanya memasak, tapi aku juga lupa memasukkan pelembut pakaian ke dalam cucian. Aku juga tidak tahu cara melepas filter dari penyedot debu, jadi aku mencoba untuk mengeluarkannya dengan paksa dan akhirnya mengisi seluruh ruangan dengan debu. Entag berapa kali aku tertidur karena frustrasi."
Sekarang aku memikirkannya, itu menggelikan.
Baca novel ini hanya di Musubi Novel
Sementara aku mengeluh, Aoi-san menahan tawanya.
"Mengesampingkan cerita kegagalanku, apa yang harus kulakukan dengan hamburger ini ... haruskah aku membuat sesuatu yang lain?"
"Aku baik-baik saja kalau hanya seperti itu. Ayo makan."
"Tapi menurutku rasanya tidak terlalu enak."
"Itulah kenapa itu pasti akan menjadi kenangan yang bagus."
Kenangan yang bagus...
Sebuah kesalahan yang akan membuatku ingin memegang kepalaku jika aku sendirian. Tapi dengan kita berdua, kita bisa menertawakannya suatu hari nanti.
Ketika aku memikirkannya, aku menyadari bahwa tidak sendirian mungkin merupakan berkah.
"Aku tidak bisa menjamin rasanya."
Jadi kami makan malam dengan steak hamburger yang sedikit gosong.
Seperti yang bisa kau bayangkan, rasanya tidak terlalu enak, tapi aku merasa lebih puas dari biasanya, makan malam sambil menertawakan kesalahanku sendiri.
Setelah makan malam, kami mandi dan beristirahat.
Tln: mandinya nggak bareng ya:)
Aoi-san sepertinya sangat menikmati waktunya bersama Izumi karena dia menceritakan banyak hal padaku.
Mereka makan siang bersama, mampir ke kedai kopi lagi untuk sesuatu yang manis, dan tertawa getir melihat betapa menyesalnya mereka pada pelayan setelah tinggal selama tiga jam hanya dengan teh dan kue.
Aku mendengarkan kata-kata Aoi-san dengan seksama saat dia menceritakan kegiatan hari ini dengan ekspresi senang.
Saat kami berbicara, aku menyadari bahwa jam sudah hampir menunjukkan pukul dua belas.
Seperti yang kukatakan, waktu menyenangkan akan berlalu dengan cepat.
"Besok kita masih libur, tapi kurasa sudah waktunya untuk tidur."
"Ya. Kamu benar. Ah......"
Aoi-san mengangkat suaranya seolah dia mengingat sesuatu.
"Ada apa?"
"Umm... Bisa aku mencuci pakaian sebelum tidur?"
"Tentu, tapi ini sudah larut. Kenapa kita tidak melakukannya besok?"
"Aku tahu tapi..."
Dia menggumamkan sesuatu dan gelisah.
Bahkan gerakan ini sangat imut, sialan.
"Baiklah, ayo kita mencuci pakaian lalu pergi tidur."
"Aku bisa melakukannya sendiri, jadi kamu bisa tidur dulu, Akira-kun."
"Begitukah? Kalau begitu, aku akan tidur duluan."
"Ya selamat malam."
"Ya. Selamat malam."
Meninggalkan ruang keluarga, aku menuju ke kamarku dan berbaring di tempat tidurku.
Saat aku memejamkan mata, tiba-tiba aku merasakan kegembiraan yang meluap-luap.
Sudah beberapa hari sejak kami mulai hidup bersama, tapi aku belum pernah melihat Aoi-san begitu banyak bicara.
Kukira itu mungkin karena pihak lain adalah Izumi, seorang komunikator yang hebat, tapi Aoi-san yang agak mengambil jadark dengan orang lain, mengatakan bahwa dia menikmati menghabiskan waktu bersama teman-temannya.
Sejujurnya aku senang tentang itu.
Ketika Izumi dan Eiji pertama kali melihat kami, aku merasa putus asa seolah dunia berakhir, tapi sekarang aku benar-benar senang bahwa mereka berdua yang mengetahuinya. Aku ingin tahu apa hal semacam ini adalah apa yang kau sebut sebagai kebetulan?
Setelah tiga puluh menit memikirkannya, mungkin karena suasana hatiku yang sedang bagus, aku tidak bisa tidur.
Aku mendengar bunyi bip elektronik dari mesin cuci yang menandakan bahwa cucian sudah selesai.
"Hmm, dimana Aoi-san?"
Tidak peduli berapa lama, tidak ada tanda-tanda Aoi-san mengambil cucian.
Saat aku bangun dari tempat tidur dan kembali ke ruang keluarga, aku menemukan Aoi-san sedang duduk di sofa dan tidur nyenyak.
"Dia pasti terlalu lelah untuk tetap terjaga."
Sambil tersenyum padanya, aku menuju ke kamar mandi untuk memindahkan cucian ke pengering.
Saat aku membuka tutup mesin cuci, aku menemukan pakaian yang baru saja kami beli hari ini.
Jadi begitu. Aoi-san percaya bahwa pakaian baru harus dicuci sebelum dipakai.
Hal seperti ini, daripada tergantung orangnya mungkin lebih karena pengaruh keluarganya.
Saat aku memasukkan cucian ke dalam keranjang,
"I-Ini...!"
Tanganku berhenti tanpa sadar ketika aku melihat sesuatu yang tidak pernah kuduga…
Di sana, bercampur dengan pakaian, ada pakaian dalam wanita di jaring cucian.
Segera setelah aku mengeluarkannya dari mesin cuci dan memegangnya di tanganku, aku mengerti apa yang sudah terjadi.
Alasan mengapa Aoi-san berkata, 'Aku bisa datang untuk membelinya lain kali' ketika aku bertanya padanya apa ada hal lain yang ingin dibeli.
Ketika aku mengatakan padanya kalau aku bisa membantu membawa barang bawaannya, dia menolak bantuanku, tapi ketika Izumi menawarkannya, dia menerimanya dengan mudah. Dan ketika aku mengatakan padanya kalau aku akan membantunya mencuci pakaian, dia menyuruhku untuk pergi ke tidur lebih dulu.
Jadi kain merah muda dan kuning berwarna-warni ini, yang tampak seperti baru, adalah alasannya.
"... Mari berpura-pura tidak melihatnya dan kembali ke kamar."
Aku tidak boleh membiarkan Aoi-san melihatku seperti ini.
Jika dia melihatku, dia akan berpikir bahwa aku adalah orang berbahaya yang berkeliaran setiap malam untuk mengobrak-abrik pakaian dalam dari gadis yang tinggal bersamanya. Roh yang tidak kau dekati tidak akan mengutukmu.
Pada saat aku memikirkannya, itu sudah terlambat.
"Akira-kun..."
Saat aku merasakan kehadiran seseorang, aku berbalik ketika aku mendengar namaku dipanggil.
Disana, ada Aoi-san dengan wajah merah cerah.
Dia memiliki ekspresi yang tak terlukiskan di wajahnya, dan bahunya gemetar.
"Tidak, bukan sepeerti itu! Aku tidak pernah mengambilnya dengan niat yang buruk. Karena kamu tertidur jadi aku berpikir akan menggantungnya untukmu! Maksudku, benar juga. Saat kamu datang ke rumahku, kamu memiliki barang bawaan yang minim, dan kukira kamu juga tidak memiliki banyak pakaian dalam, jadi kamu harus membeli beberapa! Ya, kamu memang memiliki selera yang bagus."
Apa yang kumaksud dengan 'selera yang bagus'!?
Hanya ketika terburu-buru kau mengatakan hal-hal yang lebih baik tidak diungkapkan.
Karena aku menunjukkan pemahaman yang berlebihan, Aoi-san memerah sampai ke telinganya dan menyembunyikan wajahnya dengan tangannya.
"K-Kalau begitu... aku bisa mengurus sisanya."
Terlalu absurd untuk mengatakan apa pun lagi.
Aku kembali ke kamarku dengan senyum canggung dan menutupi kepalaku dengan selimut di tempat tidurku.
Malu, bersemangat, dan bersalah, aku bahkan lebih terjaga dari sebelumnya.
Ngomong-ngomong, insiden ini menyebabkan beberapa aturan yang dibuat antara Aoi-san dan aku.
(1) Pisahkan keranjang cucian dan cuci milikmu sendiri.
(2) Menelepon satu sama lain ketika kau akan pulang terlambat.
(3) Aoi-san, yang tidak bisa memasak, meminta untuk meninggalkan bersih-bersih padanya.
Selain itu, kami juga sepakat bahwa kami tidak perlu ragu-ragu untuk membicarakan aspek-aspek lain dari hidup bersama di masa depan.
Ini saja berarti bahwa aku yang melihat pakaian dalam itu ada artinya.
... Anggap saja itu ada artinya dan tidak sia-sia.
Pembuka mata yang nyata.
Aku, sekali lagi, memikirkan betapa sulitnya hidup bersama.
Akhir bab 2
Mantap, lanjut min
ReplyDeleteMantap
ReplyDeletesip
ReplyDeleteNgakak njir saat ketahuan wkwk
ReplyDeleteLucu pas ketahuanš¤£
ReplyDelete